Yang tidak termasuk syarat suatu peristiwa dikatakan sebagai peristiwa luar biasa adalah

Lihat Foto

shutterstock.com/By Jenoche

Ilustrasi sejarah sebagai seni

KOMPAS.com - Sejarah tidak dapat terlepas dari unsur manusia, ruang, dan waktu. Sebuah peristiwa sejarah pasti terintegrasi dengan aspek-aspek kehidupan. 

Dalam buku Pengantar Ilmu Sejarah (1996) karya Helius Sjamsudin dan Ismaun, sejarah pada umumnya dibagi menjadi tiga, yaitu:

  • Sejarah sebagai ilmu
  • Sejarah sebagai peristiwa
  • Sejarah sebagai kisah

Sejarah sebagai peristiwa memiliki arti bahwa sejarah merupakan kenyataan atau realitas yang terjadi pada masa lalu.

Untuk menilai kebenarannya, sebuah peristiwa sejarah harus memiliki bukti-bukti yang menguatkan, seperti saksi mata peristiwa, peninggalan-peninggalan, dokumen, dan catatan.

Baca juga: Pendekatan Multidimensional dalam Sejarah

Sejarah sebagai peristiwa selalu berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan masyarakat seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. 

Oleh karena itu, sejarah sering dikelompokan secara tematis menurut tema peristiwa yang dibahas. Contoh dari tema sejarah adalah sejarah agraria, sejarah politik, sejarah kebudayaan, sejarah perekonomian, sejarah pendidikan, dan lainnya. 

Terdapat ciri-ciri atau karakteristik yang membedakan peristiwa sejarah dengan peristiwa biasa. Dalam buku Pengantar Ilmu Sejarah (2001) karya Kuntowijoyo, sejarah sebagai peristiwa memiliki tiga ciri utama yaitu: 

Unik

Peristiwa sejarah adalah peristiwa yang unik karena hanya terjadi satu kali dan tidak mungkin terulang kembali dengan bentuk yang sama persis.

Setiap peristiwa sejarah akan berbeda dengan peristiwa sebelumnya. Meski terkadang jenis peristiwanya sama, namun pelaku, tempat, dan waktunya pasti akan berbeda.

Baca juga: Contoh Sumber Sejarah Sekunder

Contoh peristiwa sejarah bersifat unik adalah peristiwa 1948 di Madiun hanya berlangsung sekali dan tidak terulang.

Meski pada tahun 1965 terdapat G30S yang juga melibatkan PKI, namun latar belakang, pelaku, dan tempat pemberontakan memiliki perbedaan.

Begitu pula dengan perang dunia. Kendati Perang Dunia I dan Perang Dunia II melibatkan negara yang sama, namun pemicu dan penyelesaiannya berbeda.

Penting

Sebuah peristiwa dapat dikatakan sebagai peristiwa sejarah apabila peristiwa tersebut memiliki kedudukan yang penting dalam masyarakat luas.

Karena sifatnya yang penting, peristiwa sejarah harus memiliki pengaruh yang besar terhadap kondisi masyarakat pada masanya dan masa-masa berikutnya.

Contoh peristiwa sejarah bersifat penting adalah peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928 mampu membangkitkan rasa persatuan dan kebangsaan antara masyarakat Indonesia.

Peristiwa Sumpah Pemuda tersebut berpengaruh besar terhadap konsep kebangsaan dan multikulturalisme di Indonesia.

Baca juga: Contoh Sumber Primer Sejarah

Abadi

Peristiwa sejarah memiliki sifat abadi karena tidak pernah berubah-ubah dan akan dikenang sepanjang masa.

Seperti contohnya, peristiwa proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 yang selalu diperingati oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai puncak perjuangan melawan penjajahan.

Begitu pula peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, selalu dikenang dan dirayakan menjadi Hari Pahlawan hingga hari ini.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

       Tanggal 11 Maret 2020 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) ditetapkan sebagai pandemi. Jumlah korban dan luas cakupan wilayah yang terdampak COVID, serta implikasi pada aspek sosial ekonomi melatarbelakangi terbitnya Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Diseaase 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional, kemudian pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 mengenai Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 dan tanggal 16 Mei 2020 ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Dampak kebijakan-kebijakan tersebut pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) antara lain penurunan pendapatan negara, peningkatan belanja negara, penyesuaian pembiayaan, serta peningkatan defisit APBN.

       Peningkatan beban anggaran menjadi alasan dilakukannya realokasi dan refocusing belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Realokasi dan refocusing anggaran diakomodasi dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.

      Total tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan dampak COVID-19 adalah sebesar Rp695,1 triliun, dengan rincian sebagai berikut:

         Berkaitan dengan realokasi dan refocusing anggaran tersebut, untuk keseragaman dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan,  dilakukan klasifikasi akun sesuai Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor S-369/PB/2020 tanggal 27 April 2020 tentang Pemutakhiran Akun dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan telah menerbitkan Panduan Teknis (Pantek) Pelaksanaan Anggaran dan Akuntansi Pemerintah Pusat Edisi 29 tentang Kebijakan Penanganan Pandemi COVID-19, merujuk Pasal 15 PMK Nomor 43/PMK.05/2020: bahwa entitas akuntansi dan/atau entitas pelaporan melakukan pengungkapan transaksi belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19 secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) sebagai bagian dari peristiwa luar biasa.

Maka timbul pertanyaan, Bagaimana penyajian beban dari peristiwa luar biasa ini dalam laporan keuangan? Apakah dapat disajikan sebagai beban dalam pos luar biasa?

       Merujuk pada standar akuntansi yang berlaku umum dan pernyataan dari badan penyusun standar akuntansi internasional, terdapat beberapa asumsi yang perlu dipertimbangkan dalam pengaturan kebijakan penyajian belanja untuk penanganan dampak COVID-19 pada laporan keuangan, diantaranya:

International Accounting Standard (IAS) 1, Presentation of Financial Statements paragraf 97 menyatakan bahwa “Ketika sebuah transaksi pendapatan atau beban bernilai material, entitas harus mengungkapkan sifat dan jumlahnya secara terpisah”. Dampak dari COVID-19 dapat meningkatkan transaksi beban atau pendapatan yang material bagi banyak entitas, maka dapat diidentifikasi secara spesifik dan dapat dinilai, transaksi tersebut harus diungkapkan secara terpisah baik dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lainnya (other comprehensive income) atau dalam CaLK dengan penjelasan terkait jumlahnya secara memadai.

International Public Sector Accounting Standard Board (IPSASB), menyatakan bahwa IPSAS 1 Presentation of Financial Statements tidak mengharuskan penyajian pos luar biasa dalam face laporan kinerja keuangan. Hal ini dapat dilihat pada IPSAS 1 Paragraf 102 yang menghilangkan pos luar biasa dari pos minimum yang disajikan dalam laporan kinerja keuangan.

Basis for Conclusions (BC) 8, menyatakan bahwa larangan penyajian transaksi pada pos luar biasa dalam IAS 1 adalah karena IASB menyimpulkan transaksi-transaksi yang diperlakukan sebagai luar biasa dihasilkan dari risiko bisnis normal yang dihadapi oleh sebuah entitas dan tidak memerlukan penyajian pada komponen yang terpisah di dalam laporan laba rugi.

Governmental Accounting Standards Board (GASB), menyatakan di dalam GASB Technical Bulletin No 2020-a bahwa meskipun tindakan yang diambil untuk memperlambat penyebaran penyakit COVID-19  mungkin berada dalam kendali manajemen pemerintah, tetapi kejadian yang mendasarinya (yaitu kemunculan penyakit COVID-19) tidak berada dalam kendali manajemen. Oleh karena itu, arus keluar sumber daya yang timbul sebagai tanggapan atas peristiwa tersebut tidak boleh dilaporkan sebagai peristiwa khusus (special items).

GASB Statement 62 paragraf 45-50 menguraikan bahwa peristiwa yang dapat dipertimbangkan sebagai peristiwa yang jarang terjadinya (infrequent in occurrence) adalah sebuah peristiwa atau transaksi yang tidak diharapkan untuk kembali terjadi di masa depan.

GASB Technical Bulletin No 2020-1, GASB mengatakan bahwa peristiwa yang sedang dipertimbangkan untuk menjadi peristiwa luar biasa adalah COVID-19, namun dalam apendiks A22, GASB berpendapat bahwa penyakit COVID-19 telah terjadi di masa yang lalu, sehingga dapat diasumsikan COVID-19 yang lain akan muncul kembali di masa mendatang dan peristiwa ini ke depan akan menjadi peristiwa yang tidak jarang terjadi, maka arus keluar sumber daya pemerintah yang timbul tidak boleh dilaporkan sebagai hal yang luar biasa, karena kriteria “jarang terjadinya” suatu peristiwa luar biasa tidak terpenuhi.

       Pos luar biasa adalah pendapatan dan pengeluaran yang timbul dari peristiwa atau transaksi yang merupakan bagian dari kegiatan normal, tetapi atas dasar sifat, ruang lingkup, atau karakternya yang jarang terjadi, maka perlu disajikan secara terpisah dalam catatan atas laporan keuangan (asas bruto), dengan tujuan agar dapat memberikan sudut pandang baru  terhadap hasil/output dan pengembangan dalam kegiatan normal perusahaan. Diharapkan bahwa biaya tambahan yang timbul sebagai dampak COVID-19 memenuhi definisi peristiwa luar biasa dan perlu disajikan secara terpisah. Jika pos luar biasa diakui di beberapa pos lain dalam laporan laba rugi, maka harus diungkapkan dampak finansial dari pos luar biasa ini serta bagaimana pos luar biasa ini diakui.

      Menurut KPMG, penyajian beban terkait COVID-19 akan bergantung pada struktur laporan laba rugi yang sudah ada. Ketika sebuah entitas menyajikan beban pada laporan laba rugi, daripada di CaLK, maka transaksi beban terkait dengan COVID-19 harus diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi beban yang tidak terkait dengan COVID-19. Ilustrasi penyajian transaksi yang terkait dengan COVID-19 jika entitas mempertimbangkan untuk menambah baris atau subtotal baru di laporan laba rugi dapat dilihat sebagaimana ilustrasi di bawah ini :

Ilustrasi Penyajian Beban terkait COVID-19 di Laporan Laba Rugi

Selanjutnya, KPMG berpendapat ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh manajemen, yaitu:

  1. Mengidentifikasi transaksi yang terkait dengan COVID-19 yang bersifat luar biasa dari sisi ruang lingkup dan frekuensinya.
  2. Menentukan apakah mungkin untuk menyajikan transaksi tersebut secara terpisah dalam laporan laba rugi.
  3. Mengungkapkan dampak finansial dari transaksi tersebut secara terpisah per kategori dan keseluruhan.

      Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

  • Sesuai dengan IAS 1 tentang Presentation of Financial Statements, Entitas harus mengungkapkan sifat dan jumlah sebuah transaksi pendapatan atau beban secara terpisah jika nilainya material, tetapi entitas dilarang menyajikan transaksi terkait COVID-19 dalam laporan laba rugi atau dalam catatan atas laporan keuangan sebagai pos luar biasa.
  • Informasi tambahan lainnya untuk menjelaskan dampak dari COVID-19 dapat dimuat dalam catatan atas laporan keuangan atau komunikasi keuangan lainnya dengan tetap mempertimbangkan regulasi dan persyaratan lainnya.
  • Menurut IPSASB, seiring dengan pergeseran penggunaan sumber daya dalam rangka penanganan dampak COVID-19, sebuah entitas pemerintah dapat menyediakan informasi kinerja pelayanan di luar laporan keuangan dengan mengikuti Recommended Practice Guide 3, Reporting Service Performance Information.
  • GASB berpendapat bahwa penyakit COVID-19 telah terjadi dan dapat diasumsikan COVID-19 yang lain akan muncul kembali di masa mendatang. Peristiwa ini ke depan akan menjadi peristiwa yang tidak jarang terjadi, maka arus keluar sumber daya pemerintah yang timbul untuk merespons wabah COVID-19 tidak boleh dilaporkan sebagai hal yang luar biasa, karena kriteria “jarang terjadinya” (infrequent in occurrence) suatu peristiwa luar biasa tidak terpenuhi

Kajian oleh : Team Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan


(Naskah lengkap “Penyajian Beban Penanganan Dampak COVID-19 sebagai Pos Luar Biasa dalam Laporan Operasional” dapat di download pada link ini)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA