Yang bukan termasuk dalam alur model TIRTA yaitu

You're Reading a Free Preview
Page 3 is not shown in this preview.

Adhyatnika Geusan Ulun

(SMPN 1 Cipongkor)

Memasuki minggu ke 13 program Calon Guru Penggerak (CGP)  menggiring penulis untuk kembali merefleksi diri. Salah satu pembelajaran yang membuat para CGP diingatkan akan sosok murid yang merupakan pribadi merdeka. Merdeka dalam menentukan arah dan tujuan pembelajarannya.

Di dalam modul pembelajaran pada minggu tersebut, penulis dikenalkan keterampilan coaching. Sebuah bentuk pendekatan komunikasi yang sangat diperlukan untuk mengenal sosok murid yang merdeka.

Seperti diketahui, murid kita bukanlah kertas kosong yang dapat ditulis sekendaknya. Mereka hadir dengan berbagai background berbeda, termasuk kemampuan dan potensi tentunya. Tugas guru untuk menjadikan ragam latar belakang tersebut untuk meningkatkan dan memosisikan mereka ke tempat tertinggi sesuai dengan potensinya.

Hal di atas sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam mewujudkan peran guru sebagai pendorong dan pembangun semangat murid, dan  memberikan pengaruh kepada mereka untuk menggali dan mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Sebagai seorang yang dilatih untuk menjadi pemimpin pembelajaran, CGP  dituntut bukan hanya untuk membantu berbagai masalah dan memberikan solusi. Serta nasihat kepada murid, namun juga juga diperlukan pendekatan yang efektif dan efisien dalam melejitkan potensi mereka secara mandiri dan bertanggung jawab.

Tentu diperlukan keterampilan yang komprehensif dalam melakukan hal di atas. Kemampuan berkomunikasi yang baik, menentukan arah dan tujuan yang hendak dicapai, mengidentifikasi permasalahan, merencanakan aksi, dan komitmen dalam perencanaan aksi yang bertanggung jawab.

Selain itu, terdapat empat keterampilan yang harus dikembangkan guru dalam mengembangkan coaching, yakni keterampilan membangun dasar proses coaching, keterampilan membangun hubungan baik, keterampilan berkomunikasi, dan keterampilan memfasilitasi pembelajaran.

TIRTA

Terdapat sejumlah model dalam mengatasi permasalahan murid, termasuk meningkatkan dan mengembangkan potensi mereka, salah satunya adalah TIRTA.  Di dalamnya, ada tahapan untuk meng-coach murid yang tidak lain merupakan akronim dari TIRTA itu sendiri, yakni Tjuna, Identifikasi, Rencana Aksi, dan Tanggung Jawab. Semuanya merupakan pengembangan dari GROW model yang memiliki tujuan untuk melejitkan potensi murid agar lebih merdeka dalam menentukan arah dan capaiannya.

Di dalam tahapan ini, seorang Coach akan menanyakan tentang tujuan sebenarnya yang ingin diraih murid (coachee). Pertanyaan yang dapat dimunculkan adalah: Apa rancana pertemuan ini?, Apa Tujuannya?, Apa definisi tujuan akhir yang diketahui?, Apakah ukuran keberhasilan pertemnuan ini?

Di dalam tahapan identifikasi seorang Coach mengajukan beberapa penggalian informasi, seperti Kesempatan apa yang anda miliki saat ini?. Apa kekuatanmu dalam mencapai tujuan?, Jika dibuat skala, kira-kira anda berada di posisi berapa untuk mencapai tjuan tersebut?, Peluang apa yang anda dapatkan?, Kira-kira hambatan apa yang kemungkinan akan menghalangi anda dalam meraih tujuan?,  Solusi apa menurutmu yang terbaik?

Pada tahapan rencana aksi, seorang Coach merancang aksi dengan sejumlah pertanyaan seperti  Apa rencana anda dalam mencapai tujuan?, Adakah prioritas yang anda miliki?, Apa strategi untuk mencapai tjuan?, Bagaimana jangka waktu yang anda perlukan?, Apa ukuran keberhasilan rencana aksi anda?, Bagaimana cara anda mengatasi dan mengantisipasi berbagi hambatan yang kemungkinan datang?

Di tahapan akhir coaching, seorang Coach mengarahkan Coachee dengan pertanyaan seperti Apa komitmen anda terhadap rancana aksi?, Siapa dan apa yang dapat membantumu dalam menjaga komitmen?, Bagaimana dengan tindak lanjut dari kegiatan coaching ini?

Simpulan

Secara umum, tahapan di atas memantik penulis untuk mampu melakukan praktik komunikasi yang memberdayakan sebagai keterampilan dasar seorang pendidik yang menerapkan pendekatan coaching. Selain itu, para CGP diharapkan mampu menerapkan praktik komunikasi yang menggunakan keterampilan coaching dalam komunitas sekolahnya.

Sementara itu, sebagai seorang Coach, penulis diharapkan mampu menjadi pemberi manfaat saat melaksanakan kegiatan coaching sesuai dengan fungsi coach itu sendiri. Kemudian, Coachee sebagai penerima manfaat kegiatan coaching dapat diarahkan secara mandiri untuk memberdayakan potensi yang dimilikinya.

Akhirnya, penulis berharap dapat memerankan Coach bagi murid agar lebih merdeka dalam belajar, menentukan arah hidup, dan mampu menggali dan mengembangkan potensi mereka secara mandiri dan bertanggung jawab.***

*Dari berbagai sumber.

Profil Penulis

Adhyatnika Geusan Ulun, lahir 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi. Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak 1999. Pengurus  MGMP Bahasa Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Alumnus MQ ‘Nyantren di Madinah dan Makkah’ 2016, Pengasuh Majelis Taklim dan Dakwah Qolbun Salim Cimahi, Penulis buku anak, remaja dan dakwah. Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio 88.1 FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan.

.,Channel Youtube: Adhyatnika Geusan Ulun, Ig.@adhyatnika geusan ulun

Gambar : TIRTA Sebagai Model Coaching


Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,

Terima kasih Anda masih meluangkan waktu untuk bereksplorasi secara mandiri mengenai konsep coaching di konteks pendidikan dan komunikasi yang memberdayakan sebagai salah satu keterampilan dasar coaching.  Sekarang, saatnya Anda mempelajari tentang satu model coaching yang akan Anda praktekkan yaitu TIRTA: satu model coaching yang dapat membantu peran coach dalam membuat alur percakapan menjadi lebih efektif dan bermakna.

TIRTA

TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will. Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini, 2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, 3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. 4) Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching.  Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada murid melalui pendekatan coaching di komunitas sekolah dengan lebih mudah dan mengalir.

TIRTA kepanjangan dari

T: Tujuan
I: Identifikasi
R: Rencana aksi
TA: Tanggung jawab

Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.

Tugas Anda adalah menuntun atau membantu murid (coachee) menyadari bahwa mereka mampu menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat perkembangan potensi dalam dirinya.

Dengan demikian, bagaimana cara Anda menjaga agar dapat menyingkirkan sumbatan yang ada? Jawabannya adalah keterampilan coaching.

Tujuan Umum

TIRTA dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee)

Dalam tujuan umum, beberapa hal yang dapat coach rancang (dalam pikiran coach) dan yang dapat ditanyakan kepada coachee adalah:

a. Apa rencana pertemuan ini? b. Apa tujuannya? c. Apa tujuan dari pertemuan ini? d. Apa definisi tujuan akhir yang diketahui?

e. Apakah ukuran keberhasilan pertemuan ini?

Seorang coach menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan yang ingin diraih coachee.

Identifikasi

Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi)

Beberapa hal yang dapat ditanyakan dalam tahap identifikasi ini adalah:

a. Kesempatan apa yang kamu miliki sekarang? b. Dari skala 1 hingga 10, dimana kamu sekarang dalam pencapaian tujuan kamu? c. Apa kekuatan kamu dalam mencapai tujuan d. Peluang/kemungkinan apa yang bisa kamu ambil? e. Apa hambatan atau gangguan yang dapat menghalangi kamu dalam meraih tujuan?

f. Apa solusinya?

Rencana Aksi

Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat)

a. Apa rencana kamu dalam mencapai tujuan? b. Adakah prioritas? c. Apa strategi untuk itu? d. Bagaimana jangka waktunya? e. Apa ukuran keberhasilan rencana aksi kamu?

f. Bagaimana cara kamu mengantisipasi gangguan?

TAnggungjawab

TAnggungjawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)

a. Apa komitmen kamu terhadap rencana aksi? b. Siapa dan apa yang dapat membantu kamu dalam menjaga komitmen?

c. Bagaimana dengan tindak lanjut dari sesi coaching ini?

Model TIRTA

Dengan menjalankan metode TIRTA ini, harapannya seorang guru dapat semakin mudah dapat menjalankan perannya sebagai coach. Gambar model TIRTA berikut ini dapat membantu Anda agar lebih terarah dalam melakukan sesi coaching.

Setelah memahami langkah-langkah proses coaching dalam model TIRTA, mari berefleksi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

1. Dari semua langkah dalam model TIRTA, langkah manakah yang menurut Anda paling menantang? Mengapa?

2. Kendala apakah yang mungkin akan Anda hadapi ketika Anda menggunakan langkah-langkah dalam model TIRTA ketika berupaya melakukan sesi coaching dengan murid Anda di sekolah?

Sumber; LMS guru Penggerak angkatan 4


Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA