Tuliskan 3 contoh isi perbedaan hukum dasar sebelum dan sesudah disahkan PPKI


Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 roda pemerintahan segera bergerak, antara lain dengan pemindahan kekeuasaan yang di selenggarakan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Oleh karena itu panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, segera menyusun kabinet pertama yaitu tipe Presidensial dan hasilnya diumumkan pada 19 Agustus 1945. Kabinet ini memiliki 15 Kementerian serta 5 Kementerian Negara, namun salah satu jabatan Menteri Negara lalu di tiadakan karena menteri yang bersangkutan yaitu AA Maramis diangkat menjadi Menteri Keuangan.

Pada kabinet pertama tersebut belum memiliki Menteri Pertahanan, dan fungsi Kementerian Pertahanan Negara ada di dalam Kementerian Keamanan Rakyat, yang dipimpin oleh Menteri Keamana Rakyat, yakni mantan Sodancho Suprijadi. Sebagaimana diketahui bahwa Suprijadi tidak pernah menduduki posisi sebagai Menhan dan selanjutnya posisi Menhan digantikan oleh Sulyadikusumo sebagai Menteri ad interim pada 20 Oktober 1945.

Pada masa kabinet Sjahrir ke-1 yaitu periode 14 November 1945-12 Maret 1946 fungsi pertahanan negara juga masih berada di bawah wewenang Menteri Keamanan Rakyat, yang dijabat oleh Mr. Amir Sjarifuddin. Namun pada kabinet Sjahrir ke-2 periode 12 Maret – 2 Oktober 1946, dibentuk Kementerian Pertahanan yang dijabat oleh Mr. Amir Sjarifuddin. Di dalam kabinet ini fungsi pertahanan keamanan mulai ditekankan.

Dalam Perjalanannya, jabatan Menteri Pertahanan sering dijabat rangkap oleh satu orang, seperti PM Amir Sjarifuddin pada kabinetnya (3 Juli – 11 November 1947), yang menunjukan betapa pentingnya fungsi pertahanan negara dalam menghadapi beragam konflik yang terjadi pada saat itu.

Pada periode Kabinet Hatta ke-1 periode 29 Januari 1948 – 4 Agustus 1949, saat Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI dalam keadaan darurat akibat tekanan tentara Belanda, Wapres Drs. Moh. Hatta merangkap sebagai Menteri Pertahanan ad interim. Namun pada 15 Juli 1949 jabatan Menhan dipegang oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Sri Sultan juga menjabat Menhan pada masa Kabinet Hatta ke-2 dan Kabinet Republik Indonesia Serikat hingga 6 September 1950, dan kemudian menjabat lagi pada beberapa kabinet berikutnya hingga mundur atas permintaan sendiri pada 2 Juni 1953. Pada kabinet Pembangunan I di Era Orde Baru, mulai 6 Juni 1968 jabatan Menteri Pertahanan Keamanan dirangkap Persiden RI Jenderal TNI Soeharto.

Baru kemudian pada kabinet Pembangunan II periode 28 Maret 1973 – 29 Maret 1978, jabatan Menteri Pertahanan dan Keamanan diemban oleh satu orang, yakni oleh Jenderal TNI Maraden Panggabean. Selanjutnya pada Kabinet Pembangunan III periode 28 Maret 1978 – 19 Maret 1983, Menteri Pertahanan Keamanan merangkap Panglima ABRI diserahkan kepada Jenderal TNI M. Jusuf, dan pada periode ini lahir UU Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara RI.

Pada kabinet berikutnya, periode 19 Maret 1983 – 23 Maret 1988 jabatan Menteri Pertahanan Keamanan RI di pegang oleh Jenderal TNI (Purn) Poniman. Seterusnya, Menhankam dijabat oleh Jenderal TNI (purn) LB Moerdani mulai tahun 1988 – 1993. Kemudian tahun1993 – 1998 Presiden Suharto mempercayai Jenderal TNI (purn) Edi Sudrajat sebagai Menteri Pertahanan Keamanan.

Menjelang detik-detik Reformasi, dimana selanjutnya Presiden RI Soeharto mengundurkan diri, Jenderal TNI Wiranto memegang jabatan sebagai Menteri Pertahanan Keamanan RI 14 Maret 1998 – 21 Mei 1998. Saat itu terjadi pergantian Presiden RI dari Presiden Soeharto kepada Wakil Presiden RI, B.J. Habibie. Kemudian, pada masa kabinet pertama Era Refromasi 22 Mei 1998 – 29 Oktober 1999 Jenderal TNI Wiranto tetap dipercaya untuk menduduki jabatan sebagai Menteri Pertahanan Keamanan.

Dalam perjalanannya, dimasa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur, pada 1 Juli 2000 Kepolisian Negara Republik Indonesia resmi lepas dari Departermen Hankam, dan TNI menjadi lembaga otonom yang bertangung jawab langsung kepada Presiden RI. Pada era Kabinet yang dipimpin Gus Dur, pada 1 Juli 2000 Kepolisian Negara Republik Indonesia resmi dilepas dari Depertermen Hankam dan TNI menjadi lembaga otonom yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Pada era Kabinet yang di pimpim oleh Gus Dur, Jabatan Menteri Pertahanan kembali dipegang oleh kalangan sipil,berasal dari kalangan akademisi, yaitu Prof. Dr. Juwono Sudarsono periode 1999-2000, dan periode 26 Agustus 2000 – 14 Agustus 2001 dijabat oleh Prof. Dr. Mahfud M.D. Pada era kepemimpinan Megawati Soekarno Putri mulai 14 Agustus 2001 – 25 Oktober 2004 jabatan Menteri Pertahanan dipercayakan kepada H. Matori Abdul Djalil.

Pada masa Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I mulai 29 Oktober 2004 – 26 Oktober 2009 di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Prof. Dr. Juwono Sudarsono ditempatkan kembali sebagai Menteri Pertahanan RI. Sejumlah Rancangan Undang-undang (RUU) yang berkaitan dengan masalah “pertahanan” disusun dan di ajukan ke DPR untuk disahkan menjadi UU, antara lain RUU Komponen Cadangan, RUU Keamanan Nasional, RUU Rahasia Negara, RUU Peradilan Milter dan RUU Veteran.

Selanjutnya pada Kabinet Indonesia Bersatu Ke II periode 2009 – 2014 yang kembali berada di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, jabatan Menhan dipercayakan kepada Prof. Dr. Ir. Purnomo Yusgiantoro, MA, Msc yang dalam Kabinet Indonesia Bersatu I menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral / ESDM dan Letnan Jenderal TNI Sjafrie Sjamsoeddin, MBA sebagai Wakil Menteri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tanggal 6 November 2008 tentang Kementerian Negara, nama Departemen Pertahanan RI pun berubah menjadi Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.

Langkah-langkah dan sasaran kebijakan Kementerian Pertahanan sangat beragam, sangat tergantung situasi dan kondisi serta Pimpinan Negara saat itu dan siapa yang dipercaya sebagai Menteri Pertahanan. Yang pasti, Kemhan RI, sejak era Proklamasi, masa Orde Lama, Orde Baru hingga di Era Reformasi, sekarang dan ke depan Kemhan senantiasa tetap pada posisi yang sangat strategis dan berperan penting dalam menjaga keamanan Negara dan keselamatan bangsa, serta kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI.

Jakarta -

Undang-undang Dasar 1945 atau UUD 1945 adalah konstitusi di Indonesia. Konstitusi adalah salah satu norma hukum di bawah dasar negara. Dalam arti yang luas, konstitusi adalah hukum tata negara atau keseluruhan aturan dan ketentuan hukum yang menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara.


UUD 1945 sebagai konstitusi dalam arti yang lebih sempit bermakna sebagai hukum dasar, yaitu keseluruhan aturan dasar, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam arti sempit, konstitusi adalah Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat aturan-aturan yang bersifat pokok, seperti dikutip dari laman Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM).


Konstitusi atau hukum tata negara bersumber dari dasar negara, yaitu isi UUD 1945. Isi norma tersebut bertujuan mencapai cita-cita yang terkandung dalam dasar negara.


UUD 1945 berhasil disahkan sebagai konstitusi melalui Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI atau Dokuritsu Junbi Inkai) sehari pasca kemerdekaan, yakni pada tanggal 18 Agustus 1945.


Isi UUD 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI atau Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai). BPUPKI diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moh, Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil.


BPUPKI ditetapkan berdasarkan maklumat gunseikan nomor 23 bersamaan dengan ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945. BPUPKI membuat tim khusus yang bertugas menyusun isi UUD 1945 sebagai konstitusi bagi Indonesia merdeka.


Para tokoh perumus isi UUD 1945 adalah antara lain Dr. Radjiman Widiodiningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjohamidjojo, Soetarjo Kartohamidjojo, Prop. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr. Mohammad Amir (Sumatra), Mr. Abdul Abbas (Sumatra), Dr. Ratulangi, Andi Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja (Bali), AH. Hamidan (Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul Wachid Hasyim dan Mr. Mohammad Hasan (Sumatra).


UUD 1945 bermula dari ingkarnya janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia di kemudian hari dari kekuasaan pemerintah Hindia Belanda sebagai bangsa Asia Timur Raya. Setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, isi UUD 1945 segera disusun untuk melengkapi Indonesia sebagai negara berdaulat. Alhasil, UUD 1945 diresmikan menjadi konstitusi oleh PPKI.


Isi UUD 1945


Sri Soemantri dalam buku Hukum Tata Negara Pemikiran dan Pandangan menyebutkan, konstitusi merupakan dokumen formal yang berisi hasil perjuangan politik bangsa di waktu lampau, tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa, pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu sekarang, maupun untuk masa yang akan datang, dan keinginan dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa yang hendak dipimpin.


Karena itu, materi substansi atau isi UUD 1945 antara lain adalah berupa pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan secara prinsipil, susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental, termasuk juga jaminan terhadap hak asasi manusia (human rights) serta hak warga negara.


Harapan dalam konstitusi yaitu Indonesia kelak menjadi negara yang damai, adil, dan makmur sejalan dengan tujuan negara sebagaimana telah termaktub di dalam mukadimah atau pembukaan (preambule) UUD 1945.


Isi UUD 1945 adalah undang-undang yang mengatur bentuk dan kedaulatan negara Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), kekuasaan pemerintah, dewan pertimbangan agung (dihapus pada perubahan keempat), kementerian negara, pemerintah daerah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan pemilihan umum.


Isi UUD 1945 selanjutnya adalah undang-undang yang mengatur Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kekuasaan kehakiman, wilayah negara, warga negara dan penduduk, hak asasi manusia, agama, pertahanan negara dan keamanan negara, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, bendera, bahasa, lambang negara, lagu kebangsaan, dan perubahan undang-undang dasar.


UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian, baik nama, substansi materi yang dikandung, maupun masa berlakunya, beserta perubahan-perubahannya. Rincian waktu perubahan UUD 1945 sebagai berikut:


- Undang-undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)

- Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949-17 Agustus 1950)

- Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)

- Undang-undang Dasar 1945 (5 Juli 1959-19 Oktober 1999)

- Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999-18 Agustus 2000)

- Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I dan II (18 Agustus 2000-9 November 2001)

- Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I, II, dan III (9 November 2001 - 10 Agustus 2002)

- Undang-undang Dasar 1945 dan perubahan I,II, III dan IV (10 Agustus 2002).


Gimana detikers, sudah tahu isi UUD 1945?

Simak Video "La Nyalla Sebut Isi UUD 1945 Telah Berubah 95%, Ini Penjelasannya"


[Gambas:Video 20detik]
(lus/lus)