Tujuan PENDIDIKAN agama Kristen dalam perjanjian Baru

PENDAHULUAN

Pendidikan agama dalam Perjanjian Baru (PB) tidak terlepas dari pendidikan agama dalam Perjanjian Lama (PL). Tema pokok pengajaran agama dalam PL dan PB adalah karya penyelamatan manusia berdosa oleh Allah. Dalam PL karya tersebut dinyatakan melalui pengajaran tentang hukum-hukum Allah dan kurban (yang sesungguhnya merupakan bayang-bayang dari penyelamatan manusia oleh Allah dalam Yesus Kristus). Dalam PB, pengajaran dinyatakan oleh pribadi Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat. Dengan demikian pendidikan agama dalam PL dan PB mempunyai pusat pengajaran pada satu pribadi, yaitu Yesus Kristus.[1]

Dalam Perjanjian Baru, ada dua pribadi yang sangat menekankan pendidikan agama (Tuhan Yesus dan Paulus), Komunitas Jemaat mula-mula dan setiap orang percaya yang dipanggil untuk mengajar (guru). Untuk melihat lebih dekat keempat guru dalam PB tersebut, kita perlu mengenal sekilas latar belakang Perjanjian Baru, yaitu:

  • Yudaisme/ Agama Yahudi: menekankan segi pengajaran hukum Taurat (ketaatan akan Hukum) dan melakukan tradisi Yahudi (merayakan hari-hari raya Yahudi, tradisi sunat, dll).
  • Helenisme/ Budaya Yunani: menekankan segi pengajaran hikmat manusia & filsafat Yunani (gnostik), serta kepercayaan kepada banyak dewa-dewi.
  • Pemerintah Kekaisaran Romawi: menekankan segi penyembahan kepada Kaisar dan tuduhan-tuduhan terhadap orang Kristen.

ISI

Tuhan Yesus dikenal sebagai Guru Agung melebihi guru-guru Yahudi dan filsuf-filsuf dunia lainnya. Ada empat kategori pengukuhan diri Yesus sebagai pengajar Agung, yaitu: [2]

(a). Yesus sendiri menyatakan diri-Nya guru (Yoh. 13:13).

(b). Teman-teman, pengikut-pengikut, dan musuh-musuh-Nya menyatakan Yesus adalah guru (Mark. 4:38; Mark. 9:17; Yoh. 3:2; Luk. 12:13; Mat. 22:24; Mark. 12:13-14; Luk. 19:39).

(c). Yesus mengajar dengan penuh wibawa/kuasa. Dia adalah pakar dalam seni mengajar (Mat 7:29; Luk. 4:22; Yoh. 4:1-42). Keahlian-Nya sebagai seorang guru umumnya diperhatikan dan dipuji oleh rakyat Yahudi; mereka dengan sendirinya menyebut Dia “Rabbi” (Bhs. Ibr.: Guru saya). Dalam PB, istilah ini muncul 16x, maknanya: Panggilan dengan sikap menghormati pada zaman PB yang biasa dipakai untuk para Ahli Kitab.[3] Ini tentu suatu gelar kehormatan, yang menyatakan betapa Ia disegani dan dikagumi oleh-orang sebangsanya.

(d). Yesus menugaskan pengikut-pengikut-Nya untuk mengajar (Mat. 28:18-20). Kegiatan memberi tugas ini adalah aktivitas pengajar. Para murid diberi tugas yang harus dikerjakan, dituntaskan yakni mengajar. Tugas dari Guru Agung ini menunjukkan bahwa tugas guru tidak boleh berakhir, harus terus dilanjutkan oleh para muridnya. Jadi pengajaran Tuhan Yesus sungguh memikirkan estafet pendidikan/ kaderisasi untuk masa depan.

Tuhan Yesus mengajar kapan saja dan dimana saja: di atas bukit dari dalam perahu, di sisi orang sakit, di tepi sumur, di rumah yang sederhana, dan rumah orang kaya, di depan pembesar-pembesar agama dan pemerintah, dan bahkan sampai kayu salib sekalipun. Tuhan Yesus dalam pengajaran-Nya tidak pula pada terbatas pada waktu-waktu tertentu. Siang malam, Ia bersedia menerangkan jalan keselamatan dan kerajaan sorga yang telah datang itu kepada siapa saja yang ingin belajar kepada-Nya (Yoh. 3:2). Dan yang paling pokok adalah seluruh kehidupan Tuhan Yesus sendiri merupakan model pengajaran sampai saat yang terakhir.

Inti pengajaran Yesus berpusatkan pada diri-Nya sendiri (Yoh. 14:6). Oleh karena itu Yesus sering menggunakan kata “eimi atau Aku”, yaitu Akulah roti hidup ( Yoh. 6:48,50), Akulah terang dunia (Yoh. 8:12), Akulah gembala yang baik (Yoh. 10:11), dan Akulah kebangkitan dan hidup (Yoh. 11:25). Yesus tidak hanya sebagai seorang pengajar tetapi juga menjadi bahan pembelajaran. Maksudnya, Dia memberitakan mengenai diriNya sendiri. Tetapi selain itu Yesus juga memberitakan tentang kedatangan kerajaan Allah.

Yesus adalah sosok Guru yang begitu luar biasa. Ia pun memiliki visi dan misi yang jelas dalam pengajaranNya sehingga pengajaranNya menghasilkan hal yang luar biasa, misi penyelamatan (1 Tim. 1:15). Sangat berbeda dengan guru-guru Yudaisme yang lebih mementingkan aspek legalistik dan tradisi, ketimbang misi penyelamatan manusia dari dosa.

Hasil dari pengajaran Yesus mampu memberikan perubahan dalam kehidupan orang-orang pada zamanNya. Ia mewujudkan kasih persaudaran yang sesungguhnya, penghargaan terhadap pribadi seseorang, membaharui jiwa, memperbaiki kehidupan rumah tangga, dan sebagainya. Hasil pengajaranNya tidak sampai begitu saja, namun tetap berlanjut bahkan sampai saat ini. Yesus sebagai Guru tidak hanya mengubah kehidupan para muridNya tetapi juga mampu membuat murid-muridNya melanjutkan apa yang telah diajarkanNya.

2. Paulus

Pendidikan dan pengajaran Kristen pada zaman para Rasul dimulai dari peristiwa Pentakosta, yaitu tampilnya rasul Petrus sebagai pengkhotbah dan pengajar yang menghasilkan petobat baru tiga ribu orang. Mereka inilah merupakan jemaat yang pertama dan mendapat pengajaran dari para rasul (Kis. 2:42; 5:42).

Bagi pengikut-pengikut Yesus, dia adalah orang yang paling berpengaruh dengan beberapa alasan: 1). Sejak lahir Paulus mendapat kesempatan pendidikan (Kis. 21:39). 2). Paulus mempunyai pendidikan tinggi dibawah asuhan Gamaliel (Kis. 22:3), 3). Paulus merasa dia adalah seorang guru (Kis. 21:28), 4).Pengajaran Paulus berhasil (Kis.11:19-26). 5). Paulus mengajar di Synagoge (Kis. 13:14-52), 6). Paulus mengajar kapan saja, dimana saja, dan kepada siapa saja. 7). Paulus memakai berbagai macam metode mengajar (diskusi (Kis 13;14-520), 8). Paulus mengingatkan para gembala sidang untuk mengajar (1 Tim. 3:2, 2 Tim. 2:2, 4:2). 9). Paulus setia mengajar dalam seluruh masa pelayanannya (2 Tim. 4:1-11).[4]

Rasul Paulus juga seorang guru yang ulung. Ia benar-benar tokoh penting di lapangan pendidikan agama. Paulus sendiri dididik untuk menjadi seorang rabbi bagi bangsanya. Ia mahir dalam pengetahuan akan Taurat, dan ia dilatih untuk mengajar orang lain tentang agama kaum Yahudi. Namun fanatisme sempit membuatnya melawan Tuhan dan jemaatNya. Ketika dalam keadaan lemah, tak berdaya karena matanya dibutakan oleh Tuhan selama tiga hari, Saulus bertobat dan menjadi guru yang luar biasa. Paulus menjadi seorang hamba Tuhan yang terdorong oleh hasrat yang berapi-api untuk memashurkan nama Tuhan Yesus itu. Kemanapun Paulus pergi, segala kesempatan dipergunakannya untuk mengajar orang Yahudi dan non Yahudi tentang kehidupan bahagia yang terdapat dalam Injil Yesus Kristus.

Paulus berkhotbah di hadapan imam-imam dan rabi-rabi Yahudi, dan di hadapan rakyat jelata di segala kota dan desa yang dikunjunginya. Ia mengajar raja-raja dan wali-wali negeri, orang cendekiawan dan kaum budak, orang laki-laki dan kaum wanita, orang Asia, orang Yunani, orang Romawi. Paulus mengajar di rumah-rumah tempat ia menumpang, di gedung-gedung yang disewanya, di lorong-lorong kota atau di padang-padang, di atas loteng dan dalam bengkelnya, di pasar dan dalam kumpulan kaum filsuf. Tak ada tempat yang dianggapnya kurang layak untuk menyampaikan beritanya tentang Juruselamat dunia.

Dalam pelayanannya Paulus tidak hanya sekedar berkhotbah tetapi ia juga memberikan bimbingan bagi jemaat, dan turun secara langsung dalam kehidupan jemaat, serta apa yang diajarkannya juga dilakukannya. Kita dapat melihat bahwa Paulus mengambil teladan dari sang Guru Agung yaitu Yesus Kristus. Dalam pengajaranNya Paulus tidak mengandalkan diriNya sendiri, namun Ia mengandalkan kuasa Roh Kudus yang telah dikaruniakan oleh Allah. Sehingga setiap masalah yang harus dihadapinya tidak menghambat tugas dan pelayanannya. Hal ini terlihat ketika dia berada di dalam penjara. Hal tersebut tidak menghambat Paulus untuk memberitakan injil. Ia tetap melaksanakan tugas-tugasnya yang juga dibantu oleh rekan-rekannya.

Sebagai guru, Paulus tidak hanya mengajarkan agar jemaat meneladan Yesus, namun juga dirinya sendiri sebagai teladan. Dalam Filipi 3:17 disebutkan agar jemaat Tuhan bercermin kepada dirinya dan rasul-rasul yang mengajar. Paulus tidak hanya memberi materi pembelajaran, namun juga sekaligus menjadi materi pembelajaran yaitu totalitas hidupnya yang meneladan Yesus Kristus. Ha ini sangat kontras dengan kondisi waktu itu di mana banyak orang yang mengajar, mengaku “guru”, namun ternyata guru palsu (baik isi pengajaran yang bertentangan dengan Inji, maupun juga motivasi bukan melayani, tapi ingn dilayani).

 3. Komunitas Jemaat mula-mula

Mereka yakin bahwa sejak turunnya Roh Kudus, jemaat merupakan Israel baru. Yesus Kristus telah menciptakan Israel baru itu dengan Roh-Nya sendiri. Sekarang mereka berdiri dalam dunia ini dengan keadaan baru dan dengan tugas yang baru pula. Akibatnya ialah mereka mulai berkhotbah dan mengajar, supaya banyak orang lain juga dapat percaya pada Yesus sebagai Penebus dan Tuhan.[5]

Mereka bersama-sama belajar dan saling mengajar dalam komunitas, dalam persekutuan yang hangat. Masing-masing menjadi guru bagi yang lain. Budiyana mengatakan: “semua anggota jemaat mula-mula di dalam dan di luar kebaktian, mereka belajar tentang Diri dan pekerjaan Juruselamat. Mereka mengajarkan agama Kristen di dalam rumah-rumah kepada tetangganya, di dalam kebaktian bahwa kepada siapa saja”.[6]

Melalui komunitas ini, banyak orang terberkati. Jemaat Tuhan semakin disukai dan banyak orang yang bertobat. Secara kualitas juga mereka bertumbuh, tidak hanya belajar (jadi murid), tapi juga mengajar (jadi guru).

4. Setiap orang percaya

Matius 28: 18-20 mengatakan: …. ajarlah mereka melakukan……”. Sekalipun para murid Yesus masih dalam kondisi lemah, ragu-ragu (ayat 17), namun mereka mendapat tugas panggilan yang mulia, yaitu mengajar.[7] Panggilan sebagai pengajar/guru bukanlah berdasarkan kemampuan personal, tapi karena anugerah Tuhan serta penyertaan Roh Kudus. Budiyana menegaskan bahwa panggilan mengajar adalah suatu perintah.[8] Perintah untuk mengajar itu diberikan oleh Guru Agung kepada para murid, juga perintah itu menjadi Amanat Agung bagi setiap orang yang percaya. Maka setiap orang yang percaya dan menyerahkan diri untuk menjadi murid, maka mereka pun diperintahkan untuk mengajar.

IMPLEMENTASI

  1. Apapun latar belakang seorang guru dapat dipakai Tuhan untuk mengerjakan tugas panggilannya. Secara sosial Tuhan Yesus berlatar belakang rakyat biasa, namun menjadi Guru yang luar biasa. Rasul Paulus berasal dari golongan terpelajar, sudah berpengalaman menjadi guru agama Yahudi. Namun ketika dalam keadaan lemah, tak berdaya karena matanya dibutakan oleh Tuhan selama 3 hari, Saulus bertobat dan menjadi guru yang luar biasa. Semua orang percaya mendapat Perintah Agung, yaitu mengajar orang untuk percaya kepada Tuhan Yesus dan melakukan kehendak Tuhan, sekalipun dalam kondisi lemah. Justru dalam kelemahanlah, kuasa Tuhan menjadi sempurna (2 Korintus 12:9). Menjadi guru PAK hendaknya terus menyadari dirinya adalah hamba yang hanya bisa melakukan tugasnya karena anugerah Tuhan.
  2. Integritas seorang guru sangat menentukan keberhasilan karyanya. Integritas Tuhan Yesus sangat sempurna, apa yang diajarkan, itulah juga yang dilakukanNya. Integritas Paulus juga tidak perlu diragukan lagi, ia siap menjadi teladan dalam perkataan maupun perbuatan. Dalam bahasa Jawa, guru disebut sebagai “yang digugu dan ditiru”. Guru tidak hanya diikuti oleh muridnya hanya dari perkataannya, tetapi juga perbuatannya. Terlebih seorang guru PAK, keteladanan hidup yang berintegritas tinggi menjadi sebuah kemutlakan.
  3. Ketekunan dan kesetiaan seorang guru sangat penting dalam proses pendidikan, sekalipun banyak tantangan dan hambatan. Tuhan Yesus yang berhadapan dengan para pemimpin agama Yahudi; Rasul Paulus dengan guru-guru palsu dan tekanan pemerintah; komunitas Jemaat mula-mula yang kemudian menghadapai banyak penganiayaan. Namun karena ketekunan dan kesetiaan, PAK dapat terus dikerjakan hingga sekarang.
  4. Pendidikan Agama Kristen harus dipraktekkan dan dikembangkan dalam komunitas. Dalam komunitas, Jemaat mula-mula yang disertai Roh Kudus semakin mengembangkan pengajaran melalui rasul-rasul dalam komunitas. Komunitas jemaat mula-mula ini semakin disenangi dan disegani oleh banyak orang, sehingga secara kuantitas mereka bertambah. Secara kualitas juga mereka bertumbuh, tidak hanya belajar (jadi murid), tapi juga mengajar (jadi guru). Dalam komunitas ini tercipta gerakan kaderisasi. Tugas guru PAK tidak hanya mengajar dan mendidik, tetapi menciptakan kader, ada murid yang meneruskan dan mengembangkan tugas mulia ini.

PENUTUP

            Guru sebagai salah satu komponen penting dalam Pendidikan Agama Kristen, tidak boleh diabaikan begitu saja. Dalam PB menunjukkan bahwa untuk menjadi guru yang baik, tidak berdasarkan latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya, tapi berdasarkan panggilan/perintah agung dari Tuhan, integritas hidup, kesetiaan dan kesediaan untuk terus mau berproses agar semakin berkualitas.

(by: Dwi Anindya Adiputra, S.Si)

———————————

[1] Paulus Lilik Kristanto, Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen, (Yogyakarta: Andi, 2006), hlm. 13

[2] http://andiputrasilalahi.blogspot.co.id/2009/08/sejarah-kependidikan-kristen.html

[3]  ______, Kamus Studi Alkitab, Yayasan Lembaga Sabda dalam alkitab.sabda.org/dictionary.php?word=Rabbi

[4] http://andiputrasilalahi.blogspot.co.id/2009/08/sejarah-kependidikan-kristen.html

[5] Dr. E. G. Homrighausen dan Dr. I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2004), hlm. 16-20

[6] Dr. Hardi Budiyana, S.PAK., M.Th., Dasar-dasar Pendidikan Agama Kristen, (Yogyakarta: ANDI 2011), hlm. 38-39.

[7] Emmanuel Gerrit Singgih, Ph.D., Berteologi dalam konteks: pemikiran-pemikiran mengenai kontekstualisasi teologi di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), hlm. 151

[8] Ibid, hlm. 39

 DAFTAR PUSTAKA

 Budiyana, Hardi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Kristen, (Yogyakarta: ANDI 2011)

Homrighausen, E.G & I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004)

http://andiputrasilalahi.blogspot.co.id/2009/08/sejarah-kependidikan-kristen.html

Lilik Kristanto, Paulus, Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 2006)

Singgih, E.G., Berteologi dalam konteks: pemikiran-pemikiran mengenai kontekstualisasi teologi di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000)

Yayasan Lembaga Sabda, Kamus Studi Alkitab, dalam http://alkitab.sabda.org/dictionary.php