Tujuan dari pengglasiran Atap genteng supaya

Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 PENGARUH SUHU PEMBAKARAN TERHADAP KARAKTERISTIK GENTENG Ngk. Made Anom Wiryasa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana ABSTRAK Penelitian mengenai pengaruh suhu pembakaran terhadap karakteristik genteng dilakukan untuk mengetahui besar suhu maksimum yang dapat dijadikan pedoman dalam pembakaran. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik genteng (susut bakar, beban lentur, daya serap, dan perembesan air) yang dibakar dengan beberapa suhu maksimum dan genteng standar sebagai pembandingnya. Penelitian ini menggunakan genteng yang dibuat dari tanah liat sebagai bahan dasarnya, dengan bahan tambahan serbuk paras sebanyak 20% dari berat tanah liat dan air sesuai dengan komposisi genteng standar. Dalam penelitian ini yang membedakan adalah proses pembakarannya yang menggunakan beberapa suhu maksimum (600 C, 700 C, 800 C, 900 C, 1000 C) dan pembakaran standar. Sedangkan parameter yang lain dibuat sama yaitu proses pembuatan genteng dimulai dari pencampuran bahan, penggilingan, pencetakan, pembakaran dan proses terakhir adalah proses pemilihan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa genteng yang dibakar dengan suhu yang semakin meningkat memiliki susut bakar yang semakin meningkat pula dengan nilai penyusutan 6,52% untuk ukuran panjangnya dan 5,91% untuk ukuran lebarnya. Akibat penyusutan yang besar menyebabkan genteng mengalami pemadatan bahan sehingga genteng menjadi kaku dan kemampuan menahan beban lenturnya menjadi sangat besar dengan nilai 92,20 kg untuk genteng yang dibakar sampai suhu 1000 C. Genteng yang dibakar dengan suhu yang semakin meningkat mendapatkan hasil daya serap dan perembesan air, yang semakin meningkat, namun pada proses pembakaran dengan temperatur sampai 900 C dan 1000 C menghasilkan genteng dengan daya serap yang semakin kecil dan tidak tahan terhadap perembesan air. Kata kunci : Genteng standar Pejaten, tanah liat, serbuk paras, suhu pembakaran, karakteristik genteng (susut bakar, beban lentur, daya serap, dan perembesan air). 1. PENDAHULUAN Genteng merupakan salah satu bahan bangunan yang berfungsi sebagai penutup atap (non struktural) yang banyak dipergunakan di masyarakat. Perkembangan perumahan untuk tempat tinggal dan industri khususnya di Bali mengalami banyak kemajuan sehingga kebutuhan terhadap genteng sangat tinggi. Genteng yang diproduksi di daerah Bali memiliki pasar tersendiri karena bentuk dan jenisnya disesuaikan dengan karakteristik budaya Bali. Pejaten sebagai daerah penghasil genteng di Kabupaten Tabanan merupakan pemasok genteng sebagian besar wilayah di Bali. Umumnya pengolahan genteng sebagai industri rumah tangga di wilayah Pejaten, dilaksanakan di perumahan dan proses pembakarannya dilaksanakan pada tempat khusus (tungku pembakaran) yang berada dekat dengan perumahan. Bahan bakar yang dipergunakan masih alami dengan menggunakan sabut kelapa dan kayu bakar sehingga waktu yang diperlukan untuk proses produksi genteng biasanya relatif lama atau tidak tetap karena tergantung cuaca. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa produksi genteng (Pejaten) mengalami penurunan baik dari segi kualitas maupun kuantitas disebabkan kondisi genteng yang mudah pecah dan rembes air. Genteng merupakan bahan bangunan yang berasal dari tanah liat (lempung) sebagai bahan dasar dan bahan penolong (bahan tambahan) untuk membantu perekatan. Tanah lempung merupakan material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lainnya dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tanah. Tanah lempung berasal dari hasil pelapukan dari batuan keras (batuan beku) yang memiliki sifat impermeabel atau tidak tembus air. Tanah lempung memiliki susut kering yang tinggi yang identik dengan jumlah air yang diperlukan untuk menimbulkan keplastisannya. Kadar air yang terkandung pada tanah liat merupakan faktor penting dalam produksi genteng karena sifat plastis yang ditimbulkan tanah liat (lempung) sehingga mudah dibentuk tergantung dari penambahan air. Genteng tidak akan mengalami perubahan bentuk lagi (memadat dan strukturnya menjadi kaku) setelah mengalami proses pembakaran. Umumnya derajat panas yang standar dipergunakan pada proses pembakaran berkisar 800 o C 1000 o C. Ketika proses pembakaran air ataupun bahan-bahan lain yang mudah menguap atau terurai mengalami proses penguapan Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 453

Ngk. Made Anom Wiryasa yang diikuti oleh pemadatan bahan. Pori-pori yang awalnya terisi oleh air ataupun bahan-bahan lain yang mudah menguap atau terurai akan kosong sehingga lempung (genteng) tersebut mengalami susut bakar. Susut bakar yang terjadi tidak boleh terlalu besar karena akan menyebabkan kerusakan pada genteng seperti pecah-pecah atau retakretak dan kerusakan lainnya. Biasanya para pengusaha genteng berusaha mengurangi terjadinya susut bakar yang terlalu besar dengan penambahan bahan tambahan yang sering disebut bahan pengurus yaitu bahan berupa serbuk paras yang disaring hingga tembus saringan 1,4 mm. Serbuk paras yang banyak mengandung silika dan mempunyai sifat tidak dapat menyusut pada saat proses pembakaran jika dicampur dengan tanah yang kohesif akan dapat mengurangi keplastisan tanah liat (lempung) sehingga genteng tidak mengalami retak-retak dan susut bakar dapat dikurangi. Kekakuan genteng setelah dibakar tidak dapat dijadikan tolok ukur kekuatan genteng terhadap beban lentur, daya serap, dan lolosnya air yang melewati (rembesan). Dengan kelemahan-kelemahan tersebut perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai genteng, baik dilihat dari segi bahan, campuran, pengolahan, maupun pembakarannya. Dalam hal ini akan ditinjau proses pembakaran genteng dengan temperatur panas yang berbeda-beda dan diukur sedemikian rupa sehingga panas yang dipergunakan tidak berlebihan. Dari pembakaran tersebut akan diperoleh pengaruh susut bakar terhadap perubahan karakteristik genteng (daya serap, perembesan air, beban lentur, susut bakar dan pengamatan secara visual) serta genteng yang dihasilkan memiliki kekuatan yang baik. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Genteng Keramik (tanah liat) Genteng Keramik adalah suatu unsur bangunan yang berfungsi sebagai penutup atap, yang dibuat dari tanah liat dengan atau tanpa dicampur dengan bahan tambahan, dibakar dalam suhu yang cukup tinggi, sehingga tidak dapat hancur apabila direndam dalam air (Anonimus, 1978). Menurut SNI 03-6861.1-2002, berdasarkan kekuatan menahan beban lentur, genteng keramik dibagi mejadi 5 tingkat yaitu : tingkat mutu I, II, III, IV dan V, dengan standar nilai seperti pada tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1 Kekuatan terhadap beban lentur genteng keramik KEKUATAN TERHADAP BEBAN LENTUR (Kg f) atau 9Kg) TINGKAT MUTU Rata-rata dari minimal 6 (enam) Angka minimal untuk masing-masing genteng yang diuji genteng yang diuji I 150 110 II 120 90 III 80 60 IV 50 35 V 30 25 2.2 Bahan Baku Genteng Keramik 2.2.1 Tanah Liat Syarat-syarat lempung yang dapat dipergunakan untuk pembuatan genteng antara lain (Gesang Sinugroho, dan Hartono JMV., 1979) : a. Lempung harus cukup banyak dan terletak dekat jalan, sehingga dapat dipergunakan secara ekonomis. b. Lempung harus memiliki derajat keplastisan tertentu supaya dapat diberi bentuk. c. Pada pembakaran ± 1000 o C lempung telah mengalami pemadatan sehingga dapat memenuhi persyaratan standar pemakaian. Lempung yang dibakar pada temperatur tinggi akan mengalami perubahan-perubahan (Gesang S. dan Hartono JMV., 1979), yaitu : 1. Pada temperatur ± 150 o C, maka semua air pembentuk yang ditambahkan pada lempung pada waktu membuat genteng akan menguap. 2. Pada temperatur antara 400 o C - 600 o C, air yang terikat secara kimia dan zat-zat lain di dalam lempung akan menguap. 3. Pada temperatur diatas 800 o C, terjadi perubahan-perubahan kristal dari lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang mengisi pori-pori, sehingga bahan menjadi padat dan kuat. 4. Senyawa-senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih stabil dan umumnya memberi warna merah (bila temperatur terlalu tinggi, maka warna menjadi hitam). S - 454 Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Pengaruh Suhu Pembakaran Terhadap Karakteristik Genteng 5. Lempung mengalami susut kembali dan dinamakan susut bakar. Susut bakar ini tidak boleh terlalu besar (maksimum 2%) supaya tidak timbul cacat, seperti perubahan bentuk, pecah-pecah dan retak-retak. Secara praktis lempung yang telah dibakar tidak kembali lagi menjadi lempung oleh pengaruh air atau udara. 2.2.2 Batu Paras/Batu Padas/Trass Batu paras disebut juga tuff vulkanik merupakan jenis batuan hasil aktifitas vulkanik yang berbutir halus sampai lanau, berwarna abu kecoklatan dengan kenampakan strukur batuan sedimen yang telah mengalami pemadatan (kompaksi), keras namun pada bagian-bagian tertentu bersifat lunak (Anonimus, 2004). Adapun tujuan penambahan serbuk paras pada pembuatan genteng tanah liat adalah untuk mengurangi susut yang berlebih pada tanah lempung yang dinamakan susut bakar. Pada saat proses pembakaran, air ataupun bahan-bahan lain yang mudah menguap dan terurai akan mengalami proses penguapan yang diikuti oleh pemadatan bahan dan penyusutan (susut bakar). Untuk mengatasi susut bakar yang terlalu besar, perlu ditambahkan bahan tambahan yang biasanya disebut bahan pengurus, berupa serbuk paras yang tembus saringan 1,4 mm. Serbuk paras yang mempunyai sifat tidak dapat menyusut pada saat proses pembakaran akan berubah menjadi abu dan menggantikan kedudukan pori-pori yang ditinggalkan oleh air atau bahan-bahan lain yang menguap pada saat proses pembakaran berlangsung, sehingga susut bakar bisa dikurangi. 2.2.3 Air Air pada proses pencampuran pembuatan genteng mempunyai peranan yang sangat penting yaitu memungkinkan terjadinya reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan. Penambahan air dengan kadar yang tepat akan menimbulkan sifat lebih plastis pada lempung sehingga mudah dibentuk/dicetak. 2.3 Pengamatan Visual Pengamatan ini dilakukan dengan memperhatikan warna, bentuk, dan retak-retak yang terjadi pada genteng. Selain itu, berdasarkan persyaratan genteng keramik pada tinjauan pustaka, maka pengamatan juga dilakukan pada ketetapan bentuk genteng dengan mengukur persentase kelengkungan maksimal. 2.4 Susut Bakar Nilai susut bakar suatu bahan sangat dipengaruhi oleh bahan yang terkandung di dalamnya terutama bahan yang mudah menguap atau terurai, karena pada saat pembakaran akan terjadi proses penguapan yang diikuti dengan proses pemadatan bahan. Semakin lama waktu pembakaran, maka nilai susut bakar semakin besar karena dengan semakin lamanya waktu pembakaran, makin lama juga waktu pemadatan sehingga terjadi penyusutan yeng lebih besar. 2.5 Beban Lentur Beban lentur dari genteng adalah hasil rata-rata dari minimal 6 buah genteng yang uji dibulatkan sampai 1 kg. Beban maksimum adalah beban tertinggi pada saat genteng uji patah (Peraturan Genteng Keramik Indonesia, NI-19, 1978). Alat-alat penguji terdiri dari bak pembebanan, mesin tekan, pisau-pisau penumpu dan pembeban, sedangkan untuk perekat dipakai semen portland atau gipsa. 2.6 Ketahanan Terhadap Perembesan Air Apabila dalam waktu minimum 2 jam dari bagian bawah 4 buah genteng uji tidak ada air yang menetes, maka genteng dianggap rapat air. Sedangkan jika dalam 5 buah genteng uji ternyata 2 buah diantaranya meneteskan air, maka pengujian harus diulang lagi dengan 5 buah genteng yang baru. Jika dalam pengujian ulangan hal tersebut terjadi lagi, maka genteng dinyatakan tidak tahan terhadap perembesan (Peraturan Genteng Keramik Indonesia, NI- 19, 1978). 2.7 Daya Serap Air Pengujian untuk ketahanan terhadap daya serap air dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya tingkat penyerapan oleh genteng. 3. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian untuk pengujian terhadap susut bakar, pengamatan visual, daya serap, ketahanan terhadap perembesan air dengan pengujian beban lentur dilaksanakan di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Udayana. Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 455

Ngk. Made Anom Wiryasa 3.2 Tempat Pembuatan Benda Uji Pembuatan benda uji dilakukan di perusahaan genteng press UD. BS Super di Pejaten, Kediri, Tabanan. Dan proses pembakarannya dilakukan di Laboratorium BPPT. 3.3 Bahan-Bahan yang Digunakan Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan genteng terdiri dari : tanah liat (lempung) diambil dari daerah Sembung-Badung, serbuk paras (batu padas yang dihaluskan) diambil dari Gianyar, air sumur di lokasi pembuatan. 3.4 Proses Pembuatan Benda Uji (Mix Desain) Proses pembuatan benda uji terdiri dari : Penggalian bahan mentah (lempung), persiapan bahan (pencampuran tanah liat dengan serbuk paras dan air), penggilingan, pembentukan, pengeringan. 3.5 Proses Pembakaran Untuk proses pembakarannya dilakukan di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yaitu pada Laboratorium Pelaksanaan Teknis Pengembangan Seni Teknologi Keramik dan Porselin Bali dengan tujuan untuk mendapatkan suhu yang tepat sesuai ketentuan. Genteng-genteng yang telah dijemur disusun di dalam box pembakaran, bahan bakar yang dipergunakan berupa gas elpiji, dan lama pembakaran disesuaikan dengan suhu yang diperlukan dan diukur dengan alat ukur. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Pengamatan Visual Hasil pengamatan secara visual menunjukkan genteng yang dibakar dengan suhu maksimum yang berbeda-beda memiliki warna dan kondisi fisik yang berbeda. Genteng standar dan genteng yang dibakar dengan suhu 800 o C memiliki warna merah tua dengan sedikit retak-retak rambut pada permukaannya dan bentuknya hampir sama. Sedangkan genteng yang dibakar di atas suhu 800 o C warnanya merah cerah kekuningan dengan beberapa retakan yang terlihat jelas pada permukaan dan bentuknya sedikit lebih kecil dari genteng standar karena mengalami penyusutan akibat suhu pembakaran yang terlalu tinggi. 4.2 Susut Bakar Pengujian susut bakar meliputi pengujian terhadap ketepatan ukuran genteng, ketepatan berat genteng dan ketepatan pengujian jarak sebesar 10 cm terhadap arah melintang genteng. Gambar 4.1 Grafik penyusutan terhadap ketepatan ukuran genteng S - 456 Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Pengaruh Suhu Pembakaran Terhadap Karakteristik Genteng Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa genteng yang dibakar dengan suhu yang semakin meningkat akan mengalami penyusutan yang semakin meningkat, hal ini dikarenakan dengan suhu pembakaran yang semakin meningkat menyebabkan rongga pori-pori yang ada pada genteng akan menyusut atau menghilang dan genteng menjadi padat sehingga bentuk genteng mengecil. 4.3 Pengujian Beban Lentur Genteng Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa pembakaran genteng dengan suhu yang semakin meningkat baik kekuatan genteng ataupun bahannya, nilai beban lenturnya juga akan semakin besar (kuat terhadap beban lentur). Dari segi mutu, genteng telah memenuhi persyaratan mampu menahan kekuatan terhadap beban lentur, namun dari segi fungsi, genteng yang dibakar pada temperatur sampai 900 o C dan 1000 o C tidak dapat dipakai karena tidak kuat terhadap perembesan air. 4.4 Pengujian Ketahanan Terhadap Perembesan Air Jika dilihat dari tinggi air dalam bejana saat pengujian atau besarnya penyerapan pada permukaan, genteng yang dibakar dengan suhu maksimum sampai 800 o C adalah yang paling kecil, penurunan air terbesar terjadi pada genteng yang dibakar pada suhu maksimum sampai 900 o C. Jika dihubungkan dengan kepadatan bahan yang diakibatkan adanya penyusutan pembakaran, semakin padat bahan maka kekuatan menahan beban lenturnya semakin besar sedangkan daya serap airnya makin kecil, ini dikarenakan besarnya penyusutan mengakibatkan kerapatan bahannya besar sehingga pori-pori yang ada menghilang, dan ini dapat terlihat jelas pada genteng yang dibakar dengan suhu maksimum 900 o C dan 1000 o C. 4.5 Pengujian Terhadap Daya Serap Air Besarnya daya serap tergantung pada porositas bahan. Genteng yang dibakar dengan beberapa temperatur suhu yang semakin meningkat menimbulkan daya serap yang semakin meningkat, namun pada saat genteng dibakar dengan suhu sampai 900 o C dan 1000 o C daya serap genteng menjadi menurun. Keadaan ini dikarenakan pada saat suhu tersebut bahan mengalami penyusutan yang sangat besar. Hilangnya pori-pori yang ada menyebabkan kerapatan partikel-partikel bahan makin besar, sehingga pada saat perendaman genteng selama 24 jam dalam pemeriksaan daya serap, air yang diserap maksimum oleh genteng sangat kecil. Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 457

Ngk. Made Anom Wiryasa 5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian pengaruh penyusutan pembakaran genteng dengan beberapa suhu maksimum terhadap perubahan karakteristik genteng, dapat disimpulkan dari hasil data sebagai berikut: Tabel 5.1 Hasil Pengujian karakteristik genteng KARAKTERISTIK YANG DITINJAU Suh u Bak ar Day a Rem bes Day a Sera p Kelayaka n Beban Lentur Susun Bakar P L Berat Keteta pan Bentuk Pengamatan Visual Mutu III Mutu IV (mm ) (%) Layak/Td k (kg) (%) (%) (%) (%) a b c a b c Stan dar 5,57 5 24,7 68 Layak 82,2 3,35 2,45 33,2 5,776 - - - 600 C 700 C 5,65 25,2 13 5,85 25,0 63 Layak 68,2 2 2,09 28 4,973 - - - Layak 81,87 2,13,91 3,07 6,053 - - - 800 C 900 C 1000 C 5,27 5 12,5 5 17,7 5 Keterangan : 25,3 44 21,6 96 17,7 96 Layak 76,3 2,9 2,64 29,1 4,734 - - - Tdk layak 86,67 4,06 3,82 30,4 7,396 - - - Tdk layak 92,2 6,52 5,91 32,8 8,453 - - - 5.2 Saran Mutu III : Mutu IV : a. Terdapat cacat-cacat yang sangat sedikit a. Terdapat cacat-cacat tidak terlalu besar b. Sedikit retak rambut b. Sedikit retak-retak c. Kerapatan pada pemasangan cukup baik c. Kerapatan pada pemasangan cukup baik Ketetapan bentuk Genteng lengkung rata 4-5,5% Ketetapan bentuk Genteng lengkung rata 6-7% Dari hasil yang telah dicapai dalam penelitian ini, maka dapat diberikan saran sebagai berikut : 1. Dalam pelaksanaan produksi, untuk mendapatkan genteng dengan mutu yang lebih baik sebaiknya genteng dibakar dengan suhu 600 o C 800 o C. 2. Untuk memperoleh hasil pembakaran yang baik khususnya di daerah produksi genteng, perlu adanya alat pembakaran yang dilengkapi dengan alat pengukur suhu untuk mengontrol besarnya panas yang dipergunakan dalam pembakaran. S - 458 Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Pengaruh Suhu Pembakaran Terhadap Karakteristik Genteng 3. Untuk mendapatkan genteng yang kuat terhadap perembesan air, dapat dilakukan pengglasiran (merupakan lapisan salut kaca) yang disapukan setelah pembakaran. DAFTAR PUSTAKA Anonimus, 1986, Persyaratan Umum Bahan Bangunan Indonesia (PUBI), Dinas Pekerjaan Umum RI. Austin T. George Jasjfi E., Industri Proses Kimia, Edisi Kelima, Jilid I Darijanto, Totok, Syoni Suprianto, Syarifal, A. Demi Titisari, Pembentukan Fase Mineral Dengan Memanfaatkan Breksi Batu Apung Sebagai Bahan Baku Tambahan Pada Pembakaran Keramik, www.info/p3m.dikti.org/abstrakhb01.pdf Gesang S. dan Hartono J.M.V., 1979, Teknologi Bahan Bangunan Bata Dan Genteng, Balai Penelitian Keramik, Bandung. Departemen Pekerjaan Umum, 1978, Bata Merah Sebagai Bahan Bangunan NI-10, Direktorat Jenderal Cipta Karya Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung. Frick Heincz, Koesmartadi Ch., 1999, Ilmu Bahan Bangunan, Penerbit Kasinus. Joelianingsih, 2004, Peningkatan Kualitas Genteng Keramik Dengan Penambahan Sekam Padi Dan Daun Bambu, Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana/S3, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Team Laoratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik, 2002, Mekanika Tanah I, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana. Nelly, S., Nyoman, 2005, Pengaruh Penambahan Abu Terbang (Fly Ash) Pada Pembuatan Genteng Keramik (Pejaten), Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar. Nuryanto, 2001, Pengendalian Proses Penyiapan Bahan, Balai Besar Industri Keramik, Bandung. Rosdwita I K., 2006, Studi Karakteristik Genteng Pejaten Dengan Pozzolan Alam Batu Apung Sebagai Pengganti Serbuk Paras, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar. Suryawan, I W., 2001, Penggunaan Campuran Abu Sekam Padi Dan Kapur Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah Lempung Terhadap Daya Dukung Pondasi, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar. Subakti, Aman, 1994, Teknologi Beton Dalam Praktek, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 459

Ngk. Made Anom Wiryasa S - 460 Universitas Udayana Universitas Pelita Harapan Jakarta Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA