Tradisi minum tuak kepercayaan animisme dan dinamisme pada masa sebelum datangnya walisongo diluruskan oleh para wali dengan metode dakwah yang penuh kelembutan dan kedamaian serta pelan-pelan dan bertahap metode ini disebut dengan

Wali Songo berdakwah dari kaum miskin hingga menikahi bangsawan.

Ahad , 24 May 2020, 05:15 WIB

Antara/Yusuf Nugroho

Taktik Dakwah Damai Wali Songo. Foto kompleks Makam Sunan Muria, salah satu Wali Songo yang merupakan penyebar agama Islam di Pulau Jawa, terlihat dari lereng Gunung Muria Kudus, Jawa Tengah.

Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berkembangnya Islam di Indonesia tak lepas dari kiprah para Wali Songo. Karena itulah, di pentas sejarah, jelas jejak mereka dalam pengislaman dan syiar Islam di bumi Nusantara yang ketika itu meliputi Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan sebagian Thailand Selatan, sangat besar. Sukses Wali Songo dalam menyampaikan pesan-pesan Islam itu, antara lain karena metode yang mereka terapkan. Peneliti dari LPLI Sunan Ampel, Agus Sunyoto dalam bukunya Sunan Ampel: Taktik dan Strategi Dakwah Islam di Jawa Abad 14-15 menilai gerakan dakwah Wali Songopunya kaitan benang merah dengan semangat gerakan dakwah Nabi SAW.

Baca Juga

"Taktik dan strategi dakwah mereka dapat dikata sebagai manifestasi-reflektif gerakan dakwah Nabi Muhammad SAW," tulis Sunyoto. Model demikian inilah, menjadikan upaya para Wali Songo dalam mengislamisasi tanah Jawa dapat diterima banyak kalangan masyarakat saat itu di tengah berkembang pesatnya kepercayaan animisme dan dinamisme. 

Secara spesifik, dakwah yang ditempuh Wali Songo dilakukan melalui pendekatan ke berbagai lapisan masyarakat; dari kelompok bangsawan berpengaruh seperti raja, tumenggung, hingga kaum papa. Pendekatan seperti ini antara lain ditempuh dengan jalan mengikat tali kekeluargaan (perkawinan).

Apa yang dilakukan Sunan Ampel yang menikahi Nyi Ageng Manila (putri Tumenggung Wilatikta) dan Maulana Ishak dengan putri Blambangan, adalah dalam rangka dakwah lewat kekeluargaan di kalangan bangsawan. Sementara di tingkat bawah, kalangan kaum miskin, dakwah Islam terutama dilakukan oleh Syekh Siti Jenar dan Sunan Kalijaga. Di bidang pendidikan, dakwah Wali Sanga dilakukan dengan mendirikan pesantren di berbagai daerah, seperti di Ampel, Giri, Denta, Gresik, dan Cirebon, yang sekaligus menjadi pusat Islam dan basis mereka.

Oleh masyarakat, nama-nama daerah itu kemudian dipakai untuk memberi gelar Wali Songo, seperti Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Gunung Jati. Selain itu, para Wali Songo juga membangun masjid yang antara lain dijadikan sebagai pusat kajian berkaitan soal sosial dan keagamaan, selain sebagai tempat beribadah. 

Sementara dari sisi metodologis, Wali Songo memilih cara persuasif untuk menarik masyarakat ke dalam Islam. Mereka mengemas, menampilkan, dan mengembangkan kepribadian Islam dengan cara sangat mengesankan.

Barangkali, ini pengembangan dari seruan Alquran untuk menyeru manusia ke dalam Islam dengan perkataan yang merasuk (membekas) dalam jiwa mereka (QS. 4:65). Di perkembangannya, Wali Songo kemudian memanfaatkan kesenian, adat-istiadat ataupun tradisi yang hidup di masayarakat sebagai media dakwah. 

Itu sebabnya mereka juga dikenal sebagai pencipta karya-karya seni semisal tembang macapat. Sunan Kali Jaga mencipta dandanggula yang berarti ajakan kepada optimisme, Sunan Giri membuat sinom, yang berarti cahaya kehidupan, sementara Sunan Gunung Jati menyusun pucung atau rasa, dan Sunan Bonang menciptakan durma atau perlambangan nafsu manusia.

Penyebaran Islam juga dilakukan dengan memadukan unsur-unsur Hindu, Budha atau nilai-nilai lokal yang akrab di masyarakat. Yang menonjol adalah pengembangan pada lakon-lakon cerita wayang, seperti Sunan Kalijaga mencipta Jimat Kalimusada, yang tak lain dua kalimat syahadat. Di masa berikutnya, sejumlah seniman juga menjadikan kesenian ludruk sebagai wahana dakwah. Dalam penyampaiannya, kesenian ludruk kemudian diberi muatan pesan-pesan moral. Misalnya, mengajak masyarakat agar tidak melakukan molimo (madon, madat, main, maling, dan minum). 

sumber : Arsip Republika

KOMPAS.com - Wali Songo adalah tokoh yang menyebarkan Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa.

Terdapat beberapa teori atau pendapat terkait dari mana asalnya Wali Songo. Ada beberapa pendapat asal Wali Songo, seperti dari Samarkand, Champa, hadramaut dan China.

Ada pula yang berpendapat bahwa Walisongo sebetulnya adalah para ulama utusan dari Kesultanan Utsmaniyah.

Namun, sampai sekarang asal dari Wali Songo tidak begitu jelas. Akan tetapi, ada bukti bahwa mereka pernah berdakwah di Jawa.

Meski Wali Songo tidak hidup dan tinggal pada saat yang bersamaan, mereka memiliki keterikatan darah ataupun hubungan antarguru dan murid.

Strategi yang digunakan Wali Songo bervariasi dan tergantung pada wilayah dan kondisi sosialnya.

Akan tetapi,metode dakwah yang digunakan para Wali Songo beradaptasi dengan luwes supaya diterima oleh masyarakat.

Baca juga: Wali Songo dan Nama Aslinya

Strategi dakwah Wali Songo

Wilayah dakwah

Wilayah atau daerah persebaran dakwah menjadi salah satu hal penting dalam menyebarkan agama Islam oleh Wali Songo.

Penentuan wilayah atau tempat dakwah dipertimbangkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah geografis.

Jawa Timur menjadi daerah yang menjadi tujuan utama para Wali menyebarkan Islam.

Berikut adalah soal mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas 10 SMA/SMK materi Peran Tokoh Ulama dalam Penyebaran Islam di Indonesia [Metode Dakwah Islam oleh Wali Songo di Tanah Jawa] lengkap dengan kunci jawaban.


I. Soal Pilihan Ganda
1] Tradisi minum tuak, kepercayaan animisme dan dinamisme pada masa sebelum datangnya Wali Songo, diluruskan oleh para wali dengan metode dakwah yang penuh kelembutan dan kedamaian serta pelan-pelan dan bertahap. Metode ini disebut dengan….
A. Tadrij
B. Takfiri
C. Tarkhim
D. ‘Adamul Haraj
E. Ahlul Halli wal ‘aqd


2] Dalam menyebarkan ajaran Islam para Wali Songo juga tidak mengusik tradisi asli masyarakat Nusantara, tidak menyakiti, bahkan tidak mengusik agama dan kepercayaan mereka, namun memperkuatnya dengan cara-cara yang islami. Pendekatan ini disebut dengan….
A. Tadrij
B. Takfiri
C. Tarkhim
D. ‘Adamul Haraj
E. Ahlul Halli wal ‘aqd

3.  Salah satu fokus dakwah Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik adalah penghapusan sistem kastanisasi pada ajaran Hindu, yaitu pengelompokan atau penggolongan manusia berdasarkan golongan tertentu. Kasta yang terdiri dari golongan tokoh agama, pendeta dan rohaniawan yang bekerja di bidang spiritual adalah kasta….

A. Brahmana


B. Ksatria
C. Waisya
D. Sudra
E. Biasa

4] Sunan Ampel mengenalkan ajaran yang sangat berkaitan dengan kebiasaan masyarakat kala itu, yaitu ajaran Moh Limo. Moh Limo berasal dari bahasa Jawa yaitu emoh [tidak mau] dan limo [lima]. Artinya ajaran yang mengajak masyarakat untuk tidak mau berjudi, mengundi nasib dan memasang taruhan adalah….


A. moh main
B. moh maling
C. moh madat
D. moh ngombe
E. moh madon

5] Inti dari ajaran Sunan Drajat adalah Catur Piwulang [Empat Pengajaran]. Makna dari salah satu ajaran untuk Paring teken marang wong kang kalunyon lan wuto adalah….


A. memberikan pertolongan kepada orang yang sedang kesulitan
B. memberikan pakaian kepada orang yang sedang kedinginan
C. memberikan makan kepada orang yang sedang kelaparan
D. memberikan tempat berteduh bagi orang yang kehujanan
E. memberikan tempat tinggal bagi orang yang tuna wisma

6] Sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada umat Hindu, Sunan Kudus melakukan strategi sebagai berikut….


A. membangun pancuran wudu berjumlah 8 dan meletakkan arca di atasnya
B. tidak menghapus tradisi dan adat istiadat yang berkembang di masyarakat
C. tidak menyembelih sapi pada saat Idul Adha karena sapi adalah hewan yang dianggap suci bagi umat Hindu
D. membiarkan pelaksanaan selamatan, upacara adat, pemberian sesajen tetap berkembang di masyarakat
E. menyusun syair-syair yang berisi tentang kecintaan kepada Allah Swt. dan disenandungkan dengan iringan musik gamelan7. Pandangan politik Sunan Giri, sering dijadikan rujukan, bahkan ketika Raden Patah melepaskan diri dari kerajaan Majapahit untuk mendirikan Kerajaan Demak Bintoro, Sunan Giri dipercaya meletakkan dasar-dasar kerajaan masa perintisan atau ahlal-halli wa al-‘aqd, yaitu….

A. sebuah lembaga yang berwenang dalam memutuskan pengangkatan pemimpin dalam politik Islam


B. sebuah lembaga yang memberikan keputusan tentang vonis atau hukuman bagi orang yang melakukan kesalahan
C. sebuah lembaga yang menyusun peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukum pemerintahan
D. sebuah lembaga yang mengurus tentang pengelolaan upeti dan pajak dari masyarakat
E. sebuah lembaga yang menentukan arah kebijakan politik dan strategi perang kerajaan

8. Dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, para Wali Songo memanfaatkan tradisi, adat istiadat serta kesenian yang telah berkembang sebelumnya, dan disesuaikan dengan nafas dan ajaran Islam. Di antara para wali yang mahir dalam memainkan kesenian wayang kulit dan menjadikannya sebagai media dakwah yang efektif adalah….


A. Sunan Gresik
B. Sunan Ampel
C. Sunan Bonang
D. Sunan Kalijaga
E. Sunan Gunung Jati

9. Salah satu dari Wali Songo yang di masa mudanya pernah melakukan tindakan pencurian dan perampokan kepada pejabat-pejabat korup di kerajaan yang menyelewengkan uang upeti dari masyarakat, kemudian membagikan hasil curian tersebut kepada orang-orang miskin dan terlantar adalah….


A. Sunan Muria
B. Sunan Drajat
C. Sunan Kalijaga
D. Sunan Kudus
E. Sunan Giri

10. Berikut ini yang bukan merupakan ragam metode dakwah yang dilakukan oleh Sunan Gunung Jati dalam proses Islamisasi tanah Jawa, yang memiliki standar ganda sebagai seorang raja sekaligus sebagai seorang ulama adalah….


A. Metode muidlah hasanah/nasihat-nasihat yang baik
B. Metode al-hikmah/menggunakan cara-cara yang bijaksana
C. Metode takfiri yaitu menganggap kafir orang yang tidak satu iman
D. Metode ta’awun yaitu saling tolong menolong dan berbagi ketugasan
E. Metode tadarruj/berjenjang, tingkatan belajar seorang murid [pesantren]

II. Soal Essay:


  1. Mengapa para Wali Songo dalam berdakwah menggunakan pendekatan tadrij dan ‘adamul haraj? Jelaskan!
  2. Mengapa Sunan Kudus memutuskan melarang untuk menyembelih sapi pada saat pelaksanaan hari raya Idul Adha di wilayah Kudus dan sekitarnya? Jelaskan!
  3. Bagaimanakah strategi Sunan Bonang dalam melakukan upaya penyebaran Islam di wilayah pulau Jawa, khususnya wilayah Tuban dan sekitarnya? Jelaskan!
  4. Mengapa Sunan Gresik menghapuskan sistem kastanisasi yang merupakan tradisi yang berasal dari ajaran agama Hindu sebelumnya? Jelaskan
  5. Bagaimanakah pendapatmu, terhadap cara-cara dakwah kontemporer dengan menggunakan propaganda media sosial, yang di dalamnya banyak terdapat ujaran kebencian, memaki-maki, kasar dan tidak beradab baik kepada sesama muslim maupun kepada umat lain? Jelaskan!
Kunci Jawaban
I. Jawaban Pilihan Ganda:
II. Jawaban Essay:

1] Para Wali Songo dalam berdakwah menggunakan pendekatan tadrij dan ‘adamul haraj, karena dengan metode tadrij [bertahap] dan ‘adamul haraj [tidak menyakiti] dalam berdakwah, para Wali Songo tersebut:

  • Tidak ada ajaran yang diberlakukan secara mendadak, segala sesuatu melalui proses penyesuaian, bahkan sering bertentangan dengan Islam, maka secara bertahap, hal tersebut diluruskan oleh para wali dengan metode dakwah yang penuh kelembutan dan kedamaian.
  • Para wali tidak menyebarkan ajaran Islam dengan mengusik tradisi asli masyarakat Nusantara, bahkan tidak mengusik agama dan kepercayaan mereka, namun memperkuatnya dengan cara-cara yang islami

2] Sunan Kudus memutuskan melarang untuk menyembelih sapi pada saat pelaksanaan hari raya Idul Adha di wilayah Kudus dan sekitarnya, karena merupakan bentuk toleransi, penghormatan dan penghargaan kepada umat Hindu, sehingga pada saat hari raya Idul Adha Sunan Kudus tidak memperbolehkan umat Islam untuk menyembelih sapi, hewan yang dianggap keramat dan suci bagi umat Hindu.

3] Strategi Sunan Bonang dalam melakukan upaya penyebaran Islam di wilayah pulau Jawa, khususnya wilayah Tuban dan sekitarnya, yaitu memanfaatkan salah satu alat musik tradisional yang ada di Jawa Timur yaitu bonang yang merupakan salah satu instrument dalam set gamelan Jawa dan menciptakan suluk/syair-syair yang berisi ajaran-ajaran Islam, kemudian disenandungkan dengan diiringi alunan musik gamelan tersebut.

4] Sunan Gresik menghapuskan sistem kastanisasi yang merupakan tradisi yang berasal dari ajaran agama Hindu sebelumnya, karena dalam ajaran Islam, pengelompokan manusia berdasarkan kasta merupakan kerusakan moral dan tidak sesuai dengan ajaran Islam, di mana tidak ada yang membedakan derajat satu orang dengan orang yang lain melainkan ketakwaannya kepada Allah Swt.

5] Pendapat saya terhadap cara-cara dakwah kontemporer dengan menggunakan propaganda media sosial, yang di dalamnya banyak terdapat ujaran kebencian, memaki-maki, kasar dan tidak beradab baik kepada sesama muslim maupun kepada umat lain adalah: Tidak setuju. Alasannya adalah:

semangat berdakwah hendaklah dilakukan dengan tetap mengedepankan nilai-nilai kelembutan, keramahan, penuh dengan norma dan sopan santun serta menghindari tindakan kekerasan sebagaimana yang dilakukan oleh para Wali Songo, diteladani dan dikembangkan dalam frame negara kesatuan Republik Indonesia dengan beragam suku bangsanya ini.

Masyarakat muslim di pulau Jawa tentu mengenal siapa itu Walisongo. Mereka adalah 9 orang yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa sehingga bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.

Masyarakat yang saat itu sudah menganut kepercayaan dan agama lain, tentu tidak bisa dengan mudah diajak menganut agama Islam. Karena itulah, para wali ini memiliki cara tersendiri untuk mengajak masyarakat kepada Islam.

1. Wayang Sebagai Media Dakwah

Di Jawa sejak dulu sebenarnya sudah mengenal dengan cerita pewayangan. Pagelaran wayang ini diselenggarakan pada waktu-waktu tertentu seperti upaca kelahiran, pernikahan, atau upacara tolak bala. Karena itulah biasanya ada kegiatan menambahkan sesaji saat menjalankan prosesi wayangan.

Wayang sebaga media dakwah[Image Source]Setelah agama Hindhu, Budha dan Islam masuk ke Jawa, wayang menjadi salah satu alat untuk menyebarkan agama. Walisongo juga menggunakan wayang sebagai media dakwah. Karena itulah kemudian muncul nama lakon dan cerita yang disesuaikan dengan agama Islam. Seperti Layang Kalimosodo yang mengajarkan kalimat syahadat, atau para tokoh Punakawan yang merupakan penasihan Pandawa dan membawa misi agama Islam. Jika dibandingkan dengan cerita Pandawa dari India, maka tidak akan ditemukan lakon-lakon Punakawan.

2. Seni Gamelan dan Tembang

Seni musik gamelan dan lagu tembang yang biasanya memang lekat dengan kepercayaan Jawa zaman dulu juga menjadi salah satu media untuk menyebarkan agama Islam. Hanya saja, lagu tembang yang diciptakan tentu berbeda dengan tembang lain karena disisipi dengan ajaran Islam.

Sunan Kalijaga [Image Source]

Tembang Tombo Ati yang mengajari ajaran Islam misalnya, sebenarnya adalah ciptaan Sunan Bonang. Sedangkan lagu lir ilir merupakan ciptaan Sunan Kalijaga. Kedua tembang ini bertujuan untuk mengajak masyarakat agar lebih bertakwa. Kemudian ada juga tembang Sinom dan Kinanthi yang merupakan ciptaan Sunan Muria yang dibuat dengan tujuan yang sama.

3. Perayaan dan Adat yang Diarahkan Agar Lebih Islami

Sunan Kalijaga paham betul bahwa masyarakat Jawa menyukai perayaan apalagi jika diiringi dengan musik gamelan. Karena itulah para wali kemudian menyelenggarakan Sekaten dan Grebeg Maulud yang diselenggarakan pada hari lahir Nabi Muhammad SAW.

Gamelan saat perayaan Sekaten [Image Source]Dalam perayaan ini, gamelan diperdengarkan untuk mengundang penduduk. Kemudian diikuti dengan dakwah dan pemberian sedekah Raja berupa gunungan. Dengan cara ini, maka masyarakat kemudian semakin tertarik untuk mempelajari Islam.

Selain itu, tradisi adat Jawa yang mengirim sesaji dan selamatan kemudian diubah dan diarahkan dengan cara yang lebih Islami. Selamatan dilakukan tapi niat dan doanya bukan kepada dewa, tapi kepada Allah. Dan makanan tidak digunakan sebagai sesaji untuk dewa, tapi dibagikan sebagai sedekah kepada penduduk setempat.

4. Pendidikan

Selain cara-cara akulturasi budaya, Islam juga disebarkan melalui pendidikan pondok pesantren. Pesantren ini mendidik para santri dari berbagai daerah agar lebih memahami dan mampu mengamalkan tentang Islam.

Ilustrasi pesantren tempo dulu [Image Source]Setelah para santri tamat pendidikan pesantren, mereka kemudian bisa mendirikan pesantren baru di daerah asalnya. Dengan demikian agama Islam bisa berkembang dan menyebar dengan lebih cepat.

5. Banyak Membantu Masyarakat

Salah satu langkah terbaik untuk membuat seseorang tertarik untuk mempelajari agama adalah dengan memberi contoh lewat akhlak. Nah, para wali ini mencontohkan sikap yang lembut, dan suka membantu sehingga mereka banyak disukai oleh masyarakat.

Sunan Giri [Image Source]Sunan Giri misalnya terkenal di kalangan kasta rendah yang selalu ditindas oleh mereka dari kasta yang lebih tinggi. Ia menjelaskan bahwa dalam Islam semua kedudukan manusia adalah sama. Para wali juga membantu masyarakat dalam hal pengobatan, membantu membuat aliran air untuk sawah masyarakat, dan masih banyak lagi. Dengan menunjukkan sikap seperti inilah banyak orang yang kemudian tertarik untuk mendalami Islam.

Pada masa itu, masyarakat Jawa memang masih lekat dengan kepercayaan nenek moyang. Islam yang baru masuk Nusantara akan sulit berkembang jika disebarkan dengan cara yang agresif atau melalui kekerasan. Maka dari itu para wali kemudian berusaha mengenalkan Islam kepada masyarakat dengan cara yang lebih bersahabat. Ternyata usaha ini juga berhasil, terbukti dengan banyaknya penganut agama Islam pada masa itu hingga sekarang.

Video yang berhubungan

Video liên quan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA