Tembang yang telah lama dikenal dan berasal dari masyarakat sunda cianjur adalah

Ilustras gaya bernyanyi lagu daerah masyarakat Sunda dan Cianjur. Foto: Munady Widjaja

Indonesia adalah negara yang kaya akan ragam suku dan kebudayaan. Masing-masing suku pun memiliki lagu daerah yang berbahasa ibu, sesuai dengan bahasa yang berkembang di daerah tersebut.

Fungsi lagu daerah berbeda-beda. Namun, penampilan lagu daerah umumnya berkaitan dengan tradisi masyarakat setempat. Misalnya, untuk mengiringi upacara-upacara adat, sebagai pengiring tari tradisional, media bermain, maupun sebagai bentuk nasihat.

Lagu-lagu daerah dibawakan oleh penyanyi yang dikenal dengan sebutan sinden. Dalam sebuah pagelaran, sinden tidak tampil seorang diri. Jumlah sinden bisa mencapai delapan sampai 10 orang, bahkan lebih jika untuk pertunjukan dalam skala besar.

Selain berbeda dalam hal bahasa, masing-masing lagu daerah juga memiliki gaya bernyanyi yang khas. Gaya bernyanyi tersebut biasanya bersifat turun-temurun dari nenek moyang atau sesuai dengan ajaran daerah masing-masing.

Di lingkungan Jawa Barat, gaya bernyanyi lagu daerah masyarakat Sunda dan Cianjur adalah mamaos atau mamanca. Apa itu mamaos? Berikut ulasan lengkapnya.

Ilustrasi bernyanyi dengan gaya mamaos. Foto: instagram.com/@elishaorcarus

Mamaos Cianjuran merupakan tembang yang telah lama dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka. Mamaos adalah sebuah seni tradisi yang menggabungkan permainan kecapi dengan pembacaan kisah-kisah adiluhung.

Melansir laman warisanbudaya.kemendikbud.go.id, mamaos sebenarnya sudah ada sejak 1761. Namun, kesenian ini baru berkembang di Cianjur pada 1834, sejak diwariskan oleh Dalem Pancaniti atau RAA Kusumaningrat, Bupati Cianjur saat itu.

Mengutip buku Seni Budaya oleh Eko purnomo dkk, pada awalnya mamaos dinyanyikan oleh kaum laki-laki. Namun, seiring berjalannya waktu, kaum perempuan juga turut menyanyikannya.

Hal ini terbukti dengan munculnya para juru mamaos wanita yang terkenal di kalangan masyarakat Sunda dan Cianjur. Sebut saja Rd. Anah Ruhanah, Ibu Mong, Ibu O'oh, Nyi Mas Saodah, dan Rd. Siti Sarah.

Bahan mamaos berasal dari berbagai seni suara Sunda, seperti pantun, beluk (mamaca), degung, serta tembang macapat Jawa, yaitu pupuh.

Lagu-lagu mamaos yang diambil dari vokal seni pantun disebut dengan lagu pantun atau papantunan. Bisa juga disebut lagu Pajajaran yang diambil dari nama keraton Sunda zaman dahulu. Sedangkan, lagu-lagu yang berasal dari bahan pupuh disebut tembang.

Gambar: cintaindonesia.web.id

Tembang Sunda Cianjuran merupakan salah satu jenis kesenian tradisional Sunda yang telah tumbuh dan berkembang cukup lama di tanah Sunda. Masyarakat Sunda merasakan bahwa kesenian tersebut sebagai tanah/daerah miliknya, karena memang kesenian tersebut bersumber dan berakar dari lingkungan masyarakat sekitarnya.

Terutama masyarakat Cianjur sampai saat ini masih menganggap bahwa tembang Sunda Cianjuran itu lahir, tumbuh, berkembang dari lingkungan Padaleman/Kedaleman Cianjur, walau sekarang telah menyebar di Tatar Sunda.

Dengan ciri khas menggunakan Bahasa Sunda, sebagai bahasa daerah setempta, maka Tembang Sunda Cianjuran disebut juga kesenian daerah.

Bahasa Sunda merupakan bahasa pengantar dalam kehidupan sehari-hari orang Sunda. Sebagai bahasa percakapan yang digunakan di lingkungan keluarga, percakapan dengan sesama, bahkan digunakan juga di tempat-tempat umum dan di tempat-tempat resmi, di sekolah, di kantor, dan lain sebagainya.

Menurut Harsojo, bahasa Sunda yang murni dan halus ada di daerah priangan, seperti Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Bandung, Sumedang, Sukabumi, dan Cianjur. Dan sampai sekarang dialek Cianjur masih dipandang sebagai bahasa Sunda yang terhalus (Koentjaraningrat, 1980: 300-301)

Mengenal Mamaos, Seni Suara dari Cianjur

Sehubungan dengan kehalusan bahasa tersebut di Pendopo Padaleman/Kedaleman Cianjur telah lahir, hidup, dan berkembang suatu bentuk seni yang khas dan halus pula yang dikenal dengan sebutan "mamaos". Seni mamaos merupakan suatu jenis seni suara yang pada mulanya diperuntukkan terbatas bagi para "menak", di lingkungan Pendopo Padaleman/Kedaleman Cianjur.

Mamaos merupakan kata halus dari mamaca. Maca, kata halusnya adalah maos. Mamaca=babaca=wawaca+fonem/n/ jadi wawacan. Mamaca itu terjadi tatkala kebudayaan wawacan mulai tumbuh subur di tatar Sunda (Enip Sukanda, 1983:6)

Pada tahun 1932 muncul gagasan dari M.A. Salmun untuk:

1) memberi istilah bagi nama-nama seluruh seni suara Sunda yang ada di tatar Sunda

2) memberi nama kepada jenis seni suara berdasarkan tempat lahirnya.

Gagasan tersebut disampaikan kepada NIROM (Nederlands Indische Radio Omreep Matschapy) Bandung.

Gagasan M.A Salmun yang disampaikan kepada NIROM itu antara lain sebagai berikut: Sebutan "Tembang Sunda" untuk seluruh warna tembang yang ada di Pasundan. Jadi Bantenan dari banten, Cirebonan dari Cirebon, Ciawian dari Tasikmalaya, Polos dari Sumedang, dan sebagainya; ini semua disebut "Tembang Sunda". Kemudian, "nilik kana specipiekna (taun 1932 mah) mamaos anu pokona nganggo lagu-lagu Tjiandjuran mah ku sim kuring harita diusulkeun teh Tjiandjuran bae" (Agung S. Wiratmadja, 1964: 85-86).

Jadi, sebelum tahun tersebut istilah Cianjuran belum dikenal masyararakat dan hanya sebuah "mamaos" lah baru menyebar dan didengar oleh masyarakat Bandung agak meluas.  

Dengan demikian, istilah Tembang Sunda untuk menyebut nama kesatuan dari sejumlah tembang yang ada di Tatar Sunda, dalam hubungan ini nama tersebut berlaku sebagai istilah umum. Sedang istilah Cianjuran merupakan istilah khusus untuk menyebut nama tembang khas yang lahir dan berasal dari Cianjur.

Dalam musyawarah Tembang Sunda se Pasundan tanggal 30-31 Maret 1962 di Bandung, diputuskan bahwa: istilah Tembang Sunda ditetapkan untuk semua tembang yang ada di Pasundan.

Menurut Enip Sukanda, formalitas pemakaian istilah Tembang Sunda memang dipakai karena sudah merupakan keputusan musyawarah, namun dalam kehidupan sehari-hari istilah tersebut tidak melekat pada masyarakat. Memang selain istilah Cianjuran, istilah mamaos paling melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, terutama sekali di lingkungan masyarakat Cianjur.

Karena demikian populernya istilah Cianjuran dan istilah mamaos di lingkungan masyarakat sehingga seolah-olah d tanah Sunda hanya ada satu-satunya jenis tembang, padahal kenyataannya Cianjuran atau mamaos itu hanyalah merupakan bagian dari Tembang Sunda.

Hal ini merupakan suatu bukti bahwa Cianjuran suatu jenis seni yang diterima kehadirannya di tengah-tengah masyarakat, dan nilai-nilai yang dikandung seni tersebut sangat berpengaruh dan berguna, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi kehidupan masyarakatnya.

3 Jenis Istilah Seni Suara yang lahir di Cianjur

Dengan demikian, jenis suara yang lahir di Kabupaten Cianjur itu, memiliki tiga istilah nama yang sesuai dengan kemampuan menjangkau dan merangkul peminatnya, yaitu:

1. Istilah mamaos

Nama asal di tempat kelahirannya yaitu di lingkungan Pendopo Pedaleman/Kedaleman Cianjur. Jangkauannya bersifat lokal, hanya sekitar pendopo dan pendukungnya semula terbatas di kalangan para bangsawan dan kerabat-kerabatnya.

Istilah mamaos ada hubungannya dengan tingkat pemakaian bahasa, yaitu bahasa halus sebagai bahasa yang semula biasa dipakai untuk komunikasi antara orang-orang yang dihormati.

2. Istilah Cianjuran

Istilah yang diberikan oleh M.A Salmun pada tahun 1932 kepada jenis tembang khas yang lahir dari Cianjur. Istilah ini jangkauannya bersifat regional dan pendukungnya sudah menyebar di sebagian besar daerah Jawa Barat.

3. Istilah Tembang Sunda Cianjuran

Istilah ini merupakan perpaduan antara istilah Tembang Sunda dengan istilah Cianjuran. Tembang Sunda menunjukkan kepada kesatuan dari jenis-jenis tembang  yang ada di tanah Sunda dan berbahasa Sunda, sedang Cianjuran menunjuk kepada lokasi asal seni tersebut, yaitu Cianjur.

Jangkauan dari istilah ini lebih luas lagi dan dengan istilah ini pula Cianjuran merupakan bagian dari seni budaya yang ada di Tatar Sunda.

Bahan literasi:

1. Mengenal Tembang Sunda Cianjuran, karya Drs. C.Aah Ischak, S.H

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA