Solusi apa yang Anda usulkan untuk meningkatkan kesadaran warga negara dalam membayar pajak?

Full pdf. version can be accessed here

ajak dikatakan sebagai gotong royong dimana masyarakat diwajibkan untuk berkontribusi membayar pajak untuk keperluan negara dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Ken Dwijugiasteadi, 2017). Di Indonesia, pajak menjadi penyumbang terbesar penerimaan negara. Berdasarkan data catatan Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan pajak hanya tumbuh 0.21 persen year on year (yoy) menjadi Rp 801,16 triliun (Kementerian Keuangan, 2019). Nyatanya, angka ini adalah angka terendah sepanjang tahun yang hanya mencakup 50,8 persen dari target sebesar Rp 1.577,5 triliun. Realisasi penerimaan ini masih sangat jauh dari target. Penyebab utama belum tercapainya target penerimaan pajak, yaitu karena rendahnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak (Yustinus Prastowo, 2019).

Beberapa hal yang menurunkan tingkat kesadaran pajak juga perlu dihindari, seperti prasangka negatif dari masyarakat terhadap ketidakterbukaannya pemerintah terhadap penggunaan uang dari pemungutan pajak. Selain itu, minimnya informasi mengenai perpajakan ataupun cara membayar pajak mengakibatkan pembayaran pajak terhambat. Oleh karena itu, pemerintah harus mengadakan sosialisasi kepada masyarakat untuk mengatasi hal tersebut.

Sebenarnya, Direktorat Jenderal Pajak sendiri telah memiliki beberapa program kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan generasi milenial yang sadar pajak, yaitu Gerakan Sajak (Sadar Pajak) yang memiliki empat gerakan. Pertama adalah Gerakan Majak (Manfaat Pajak). Gerakan ini diharapkan dapat memberi wawasan tentang betapa pentingnya manfaat pajak melalui media sosial atau situs web yang menampilkan apa manfaat dari pajak sehingga tertanam kesadaran pajak pada generasi milenial. Kedua adalah Gerakan Kompak (Komparasi Pajak). Gerakan ini menunjukkan betapa pentingnya pajak terhadap kemajuan suatu negara sehingga diharapkan agar semua orang sadar membayar pajak untuk memajukan negaranya seperti Jepang dan Australia yang warganya menganggap bahwa pajak adalah suatu kebanggaan dan tanggung jawab sebagai warga negara.

Selain Gerakan Majak dan Gerakan Kompak, DJP juga menyediakan dua kegiatan lain, yaitu Gerakan Ketebak (Keterbukaan Pajak) dan Gerakan Sosialisasi e-Pajak. Gerakan Ketebak (Keterbukaan Pajak) memberikan keterbukaan pengelola pajak kepada wajib pajak. Gerakan Ketebak ini diharapkan menambah kepercayaan generasi milenial untuk membayar pajak. Terakhir adalah Gerakan Sosialisasi e-Pajak. Gerakan ini merupakan sosialisasi e-Pajak kepada masyarakat luas karena masih minimnya pengetahuan masyarakat akan keberadaan e-Pajak ini. Sistem e-Pajak sendiri diharapkan dapat mempermudah masyarakat untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan pajak. Hasilnya adalah peningkatan laporan SPT secara elektronik sebesar 9,4 persen dari tahun lalu walaupun memang masih di bawah target, yaitu Rp 15,5 juta SPT tahunan dari 18,4 juta Wajib Pajak terdaftar wajib SPT. Maka dari itu, kita harus mendukung gerakan DJP ini supaya masyarakat lebih sadar akan pajak serta manfaatnya .

Saat ini kita hidup pada zaman dimana perkembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi informasi berkembang sangat pesat. Dengan pengetahuan dan teknologi informasi yang terus berkembang, sebagai mahasiswa dengan latar belakang perpajakan diharapkan dapat membantu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pajak dan membantu memenuhi hak dan kewajibannya dalam perpajakan. Hal ini dapat terlihat dari upaya-upaya yang dapat dilakukan para pemuda dalam membantu pasokan penerimaan negara dengan memadukan ide-ide kreativitas serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pertama, kita dapat menyalurkan informasi dan pengetahuan tentang pajak menggunakan media-media yang sedang berkembang atau sedang booming di kalangan masyarakat. Media memiliki peran yang penting dalam kehidupan saat ini karena hampir semua kalangan masyarakat mempunyai akses ke media sehingga pendistribusian informasi atau sosialisasi menjadi lebih mudah . Media memiliki banyak platform yang dapat kita gunakan dan seiring perkembangan zaman platform-platform tersebut terus berkembang, seperti instagram, twitter, facebook. Dengan media, penyampaian informasi akan terlihat lebih menarik sehingga menimbulkan ketertarikan untuk membaca informasi tersebut. Selain itu, informasi yang disampaikan melalui media juga lebih variatif sehingga pembaca tidak merasa bosan.

Generasi muda dapat memanfaatkan media sebagai sarana untuk mensosialisasikan pajak kepada masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran pajak. Misalnya, membuat konten di media sosial yang mengangkat topik tentang kesadaran pajak. Konten yang diangkat dapat berupa pentingnya pelaporan SPT, pentingnya membayar pajak sebagai bentuk kewajiban negara secara sukarela dan penuh kesadaran. Untuk mempromosikan media sosial tersebut, kita juga dapat menyelenggarakan acara-acara yang menarik bagi kalangan pemuda, seperti acara color-run atau marathon yang notabenenya didominasi oleh kawula muda. Di sela-sela acara tersebut, kita dapat melakukan penyuluhan kepada masyarakat betapa pentingnya membayar pajak.

Kedua, membantu Wajib Pajak untuk mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), seperti yang telah dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia dengan menyelenggarakan acara Relawan Pajak. Dengan adanya acara seperti ini, diharapkan akan muncul dampak psikologis positif bagi Wajib Pajak karena merasa terbantu dan lebih mudah dalam melakukan pelaporan SPT-nya ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Ketiga, kita dapat membantu menyukseskan Tax Goes To Campus yang diselenggarakan oleh DJP dengan berpartisipasi sekaligus mensosialisasikannya. Acara ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk mengetahui dunia perpajakan secara lebih mendalam, seperti peraturan-peraturan yang ada ataupun kasus-kasus yang marak terjadi saat ini. Kerja sama antara DJP dengan perguruan tinggi ini diharapkan bisa terus berjalan dan berkembang agar bisa menyadarkan mahasiswa maupun masyarakat luas mengenai pentingnya pajak bagi kelangsungan pembangunan negara.

Kesadaran pajak di masyarakat dapat ditingkatkan, salah satunya dengan memanfaatkan media yang sedang marak di masyarakat. Platform yang ada dalam media itulah yang menjadi sarana bagi masyarakat untuk memperoleh informasi mengenai kesadaran pajak. Tak hanya itu, sosialisasi seperti Relawan Pajak oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia atau Tax Goes to Campus yang diselenggarakan oleh DJP juga dapat membantu masyarakat dalam menumbuhkan kesadaran pajak sebagai bagian dari kewajiban negara yang harus dipenuhi.

Oleh karena itu, pentingnya kesadaran pajak perlu ditanamkan sejak dini, salah satunya dengan pendidikan. Pada tahun 2045, Indonesia akan memasuki era emas dimana angka usia produktif akan melambung besar. Jika kesadaran pajak sudah ditanamkan sejak dini, hal ini akan menimbulkan keuntungan yang besar bagi negara itu sendiri pada masa emas yang akan datang. Perlu diketahui bahwa semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran pajak butuh proses dan peran serta masyarakat dalam mewujudkannya. DJP juga menyampaikan bahwa dalam menumbuhkan kesadaran pajak bukan hanya eksklusif menjadi tanggung jawab DJP, namun juga dapat dilakukan oleh semua orang tanpa terkecuali.

Dhimas Bramasta Lande, Siti Zaila, Syarifa Aulia (Ilmu Administrasi Fiskal FIA UI 2019)

Author: Shania Bianca Sardjono & Jonathan Theodore Kesuma

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat (UU KUP no 28 tahun 2007). Pajak memiliki 2 fungsi yaitu: fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regularend (pengatur). Fungsi-fungsi tersebut sangatlah vital. Oleh karena itu, penerimaan pajak bagi suatu negara merupakan suatu hal yang sangat penting.

Namun, sayangnya penerimaan pajak di Indonesia masih jauh dari harapan. Hal tersebut dapat dilihat melalui data yang disajikan di Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Pada tahun 2015 realisasi penerimaan perpajakan hanyalah sebesar 83,29% dari target. Dalam tiga tahun berikutnya (2016, 2017, dan 2018), realisasi penerimaan perpajakan adalah masing-masing sebesar 83,48%, 91,23%, dan 93,86%. Selain itu, masalah perpajakan Indonesia juga disoroti oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

OECD mengungkap bahwa tax ratio Indonesia merupakan yang terendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik. Tax ratio Indonesia pada tahun 2017 adalah 11,5%, di bawah rata-rata dari negara anggota OECD (34,2%) dengan selisih sebesar 22,7 persentase poin, dan juga dibawah rata-rata kawasan LAC (Latin America and the Caribbean) dan Afrika (masing-masing sebesar 22,8% dan 18,2%).

Data-data diatas mengungkapkan bahwa Indonesia masih memerlukan kerja lebih keras lagi untuk dapat meningkatkan penerimaan pajak. Untuk meningkatkan penerimaan pajak, perlu adanya peningkatan kesadaran atau kesukarelaan masyarakat untuk membayar pajak. Hal tersebut sehubungan dengan sistem perpajakan di Indonesia yang berupa self-assesment.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak, dibutuhkan strategi-strategi yang tepat. Kementerian Keuangan telah memaparkan strategi-strategi yang diperlukan, yaitu:

  • Strategi pertama adalah memperbaiki pelayanan agar Wajib Pajak mau membayar pajak secara sukarela. Perbaikan pelayanan perlu dilakukan karena dalam praktik di lapangan masih ada ketidakpuasan terhadap pelayanan pemungutan pajak. Perbaikan pelayanan kiranya dapat dilakukan dengan cara memberikan kemudahan dalam hal pemenuhan kewajiban pajak. Selain itu pelayanan juga harus mencitrakan sebuah keramahan, keanggunan, dan kenyamanan. Perbaikan-perbaikan tersebut diharapkan dapat mendorong Wajib Pajak untuk melangkah ke kantor pajak.
  • Strategi kedua adalah meningkatkan jumlah tenaga pemeriksa di Direktorat Jenderal Pajak untuk memperbaiki kualitas penegakan hukum. Hal ini diharapkan dapat menimbulkan efek jera terhadap masyarakat sehingga dapat menghasilkan penerimaan pajak yang berkelanjutan.
  • Strategi ketiga adalah melakukan kegiatan sosialisasi maupun edukasi secara berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran atas pentingnya membayar pajak. Hal ini dapat dilakukan melalui sosial media. Terlebih, akan lebih baik jika rasa bangga membayar pajak ditanamkan kepada generasi penerus dari sekarang ini. Sehingga kedepannya akan muncul kerelaan dalam membayar pajak.
  • Strategi keempat adalah melakukan internalisasi nilai-nilai Kementerian Keuangan untuk menguatkan moral dan integritas pegawai pajak dalam menjalankan tugas secara profesional. Dengan langkah ini, diharapkan citra Good Governance dapat terbentuk di masyarakat. Timbulnya citra Good Governance diharapan dapat menimbulkan adanya rasa saling percaya antara pemerintah dan masyarakat wajib pajak, sehingga kegiatan pembayaran pajak akan menjadi sebuah kebutuhan dan kerelaan, bukan suatu kewajiban.

Langkah – langkah diatas diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak Indonesia dan meningkatkan tax ratio Indonesia hingga setara dengan negara-negara lain.

Referensi: //www.cnbcindonesia.com/news/20190726094730-4-87743/miris-ternyata-tax-ratio-indonesia-terendah-di-asia-pasifik

//www.indopremier.com/ipotnews/newsDetail.php?jdl=Ini_4_Strategi_Kemenkeu_Tingkatkan_Kepatuhan_Pajak&news_id=102696&group_news=IPOTNEWS&news_date=&taging_subtype=ECONOMICS&name=&search=y_general&q=kepatuhan%20pajak&halaman=1

Image Sources: Google Image

JTK

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA