Siapa yang memutuskan hukum dalam pengadilan brainly

UPAYA HUKUM PIDANA

1. UPAYA HUKUM PRAPERADILAN

Praperadilan merupakan salah satu lembaga dalam hukum pidana Indonesia, secara formil diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP. Dalam praktik digunakan oleh pihak-pihak/institusi yang mengajukan upaya atas ketidakpuasan penerapan hukum atau tindakan/keputusan aparat hukum yang dianggap telah menciderai rasa keadilan dan kepentingan mereka. Berdasarkan ketentuan Pasal 78 Ayat (1) dan (2) KUHAP praperadilan merupakan wewenang pengadilan negeri dan praperadilan tersebut dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera.

Adapun kewenangan pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus perkara praperadilan dimaksud adalah sebagai berikut:

1.   sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;

2.   ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

terhadap permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau tentang sah atau tidaknya penahanan hanya diajukan oleh tersangka, keluarga, atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasanya sedangkan hak untuk mengajukan permintaan untuk dapat diperiksanya sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau sah atau tidaknya penghentian penuntutan adalah penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan dengan menyebutkan pula alasannya.

Selain dari pihak-pihak dan perihal yang menjadi dasar praperadilan diatas dapat pula diajukan ganti kerugian dan rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan hal dimaksud dapat diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasanya. Ketentuan mengenai ganti kerugian dan rehabilitasi lebih lanjut diatur dalam Pasal 95 sampai dengan Pasal 101 KUHAP.

Atas putusan praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud Pasal 79, dan Pasal 81 KUHAP tidak dapat dimintakan banding, terkecuali putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau tidak sahnya penghentian penuntutan. Putusan banding terhadap pemeriksaan keberatan atas putusan praperadilan pada tingkat pertama yang diajukan  penyidik atau penuntut umum atau tersangka, keluarga termasuk kuasanya merupakan putusan akhir (pihak-pihak dimaksud dalam uraian di atas yang dapat mengajukan banding tidak secara eksplisit disebutkan dalam ketentuan KUHAP. Namun demikian, dapat disimpulkan melalui suatu analisa bahwasanya kepentingan siapa yang terganggu atas putusan praperadilan tersebut atau dapat pula diserap suatu ketentuan dari pasal-pasal sebelumnya dalam undang-undang ini).

2. UPAYA HUKUM BIASA

a. Banding (Pasal 67 KUHAP)

Terhadap diri terdakwa atau penuntut umum, KUHAP memberikan hak kepada mereka untuk mengajukan upaya banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas murni/vrijpraak (bebas dari segala dakwaan), bebas tidak murni/onslag van alle rechtvervollging atau lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat (putusan tindak pidana ringan dan perkara pelanggaran lalu-lintas).

b. Kasasi (Pasal 244 KUHAP)

Terhadap putusan pidana yang diberikan pada tingkat terakhir  oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung (Red: pengadilan negeri dan pengadilan tinggi), terdakwa ataupun penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas murni/vrijpraak.

Selanjutnya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 253 KUHAP pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 KUHAP guna menentukan:

1)     apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;

2)     apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;

3)     apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya;

maka oleh karena itu dalam tingkat kasasi kepada pihak yang mengajukan upaya hukum, undang-undang ini mewajibkan adanya memori kasasi dalam permohonannya, dan dengan alasan yang diuraikan dalam memori tersebut Mahkamah Agung menerima, memeriksa dan memutus perkara yang diajukan dan dengan sendirinya tanpa memori kasasi permohonan tersebut menjadi gugur.

3. UPAYA HUKUM LUAR BIASA

a. Pemeriksan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum (Pasal 259 KUHAP)

Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung dapat diajukan 1 (satu) kali permohonan oleh Jaksa Agung dan putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.

b. Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang telah Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap (Pasal 263 KUHAP)

Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

Permintaan peninjauan kembali diajukan bersamaan dengan memori peninjauan kembali dan berdasarkan alasan dari pemohon tersebut Mahkamah Agung mengadili hanya dengan alasan yang telah ditentukan oleh KUHAP sebagai berikut:

1)     Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;

2)     Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;

3)     Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata;

selanjutnya, atas dasar alasan yang sama sebagaimana disebutkan dalam poin 1, 2 dan 3 di atas (Pasal 263 Ayat [2] KUHAP) maka terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu secara jelas memperlihatkan bahwa dakwaan telah terbukti akan tetapi pemidanaan tidak dijatuhkan.

Dalam hal permintaan peninjauan kembali tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut pada Pasal 263 Ayat (2) KUHAP, maka Mahkamah Agung menyatakan bahwa permintaan peninjauan kembali tidak dapat diterima dengan disertai dasar alasannya. Pernyataan tidak dapat diterima tersebut tidak terkait dengan substansi/materiil pemeriksaan peninjauan kembali namun lebih kepada alasan formil yang tidak terpenuhi sehingga terhadapnya dapat diajukan kembali.

Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembali tersebut memenuhi persyaratan dan alasan peninjauan kembali telah sesuai dengan ketentuan KUHAP maka Mahkamah Agung akan memeriksa permohonan itu dan membuat putusan sebagai berikut:

1)     Apabila alasan pemohon tidak benar atau tidak terbukti, Mahkamah Agung menolak permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dengan dasar pertimbangnnya;

2)     Apabila alasan pemohon benar atau terbukti, maka Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang alternatifnya sebagai berikut:

a)     putusan bebas;

b)     putusan lepas dari segala tuntutan;

c)     putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;

d)     putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

Dalam hal Mahakamah Agung menjatuhkan pidana terhadap permintaan peninjauan kembali itu maka dengan alasan apapun pidana yang dijatuhkan tidak boleh  melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.

Secara umum, mediasi adalah salah satu alternatif penyelesaian sengketa. Ada 2 jenis mediasi, yaitu di dalam pengadilan dan di luar pengadilan. Mediasi di luar pengadilan ditangani oleh mediator swasta, perorangan, maupun sebuah lembaga independen alternatif penyelesaian sengketa yang dikenal sebagai Pusat Mediasi Nasional (PMN). Mediasi yang berada di dalam pengadilan diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008 yang mewajibkan ditempuhnya proses mediasi sebelum pemeriksaan pokok perkara perdata dengan mediator terdiri dari hakim-hakim Pengadilan Negeri tersebut yang tidak menangani perkaranya. Penggunaan mediator hakim dan penyelenggaraan mediasi di salah satu ruang pengadilan tingkat pertama tidak dikenakan biaya. Proses mediasi pada dasarnya tidak terbuka untuk umum, kecuali para pihak menghendaki lain.

Kelebihan Mediasi :

  • Lebih sederhana daripada penyelesaian melalui proses hukum acara perdata;
  • Efisien;
  • Waktu singkat;
  • Rahasia;
  • Menjaga hubungan baik para pihak;
  • Hasil mediasi merupakan KESEPAKATAN;
  • Berkekuatan hukum tetap;
  • Akses yang luas bagi para pihak yang bersengketa untuk memperoleh rasa keadilan.

Proses Mediasi :

Proses Pra Mediasi :

  • Para pihak dalam hal ini penggugat mengajukan gugatan dan mendaftarkan perkara;
  • Ketua Pengadilan Negeri menunjuk majelis hakim;
  • Pada hari pertama sidang majelis hakim wajib mengupayakan perdamaian kepada para pihak melalui proses mediasi;
  • Para pihak dapat memilih mediator hakim atau non hakim yang telah memiliki sertifikat sebagai mediator dalam waktu 1 (satu) hari;
  • Apabila dalam waktu 1 (satu) hari belum ditentukan maka majelis menetapkan mediator dari para hakim.

Proses Mediasi :

  • Setelah penunjukan mediator, para pihak wajib menyerahkan fotokopi dokumen yang memuat duduk perkara, fotokopi surat-surat yang diperlukan dan hal-hal lain yang terkait dengan sengketa kepada mediator dan para pihak;
  • Mediator wajib menentukan jadwal pertemuan untuk penyelesaian proses mediasi;
  • Pemanggilan saksi ahli dimungkinkan atas persetujuan para pihak, dimana semua biaya jasa ahli itu ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan;
  • Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan para pihak dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik;
  • Apabila diperlukan, kaukus atau pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa kehadiran pihak lainnya, dapat dilakukan.

Proses Akhir Mediasi :

  • Jangka waktu proses mediasi di dalam pengadilan paling lama adalah 40 hari kerja, dan dapat diperpanjang lagi paling lama 14 hari kerja;
  • Jika mediasi menghasilkan kesepakatan, para pihak wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani kedua pihak, dimana hakim dapat mengukuhkannya sebagai sebuah akta perdamaian;
  • Apabila tidak tercapai suatu kesepakatan, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan Hukum Acara yang berlaku.

B. Proses Acara Gugatan

Gugatan harus diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian akan diberi nomor dan didaftarkan da lam buku Register setelah penggugat membayar panjar biaya perkara, yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR). Bagi Penggugat yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana harus di buktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat mengajukan gugatannya secara prodeo. Penggugat yang tidak bisa menulis dapat mengajukan gugatannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat gugatan tersebut (pasal 120 HIR).

Kompetensi Relatif (pasal 118 (1) HIR) :

Pengadilan Negeri berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya, meliputi :

  • Dimana tergugat bertempat tinggal;
  • Dimana tergugat sebenarnya berdiam (jikalau tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya);
  • Salah satu tergugat bertempat tinggal, jika ada banyak tergugat yang tempat tinggalnya tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan Negeri;
  • Tergugat utama bertempat tinggal, jika hubungan antara tergugat-tergugat adalah sebagai yang berhutang dan penjaminnya;
  • Penggugat atau salah satu dari penggugat ber tempat tinggal dalam hal :
  • tergugat tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak diketahui dimana ia berada;
  • tergugat tidak dikenal;
  • Dalam hal tersebut diatas dan yang menjadi objek gugatan adalah benda tidak bergerak (tanah), maka ditempat benda yang tidak bergerak terletak;
  • Ketentuan HIR dalam hal ini berbeda dengan Rbg. Menurut pasal 142 RBg, apabila objek gugatan adalah tanah, maka gugatan selalu dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri dimana tanah itu terletak.

Dalam hal ada pilihan domisili secara tertulis dalam akta, jika penggugat menghendaki, di tempat domisili yang dipilih itu. Apabila tergugat pada hari sidang pertama tidak mengajukan tangkisan (eksepsi) tentang wewenang mengadili secara relatif ini, Pengadilan Negeri tidak boleh menyatakan dirinya tidak berwenang. (Hal ini adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 133 HIR, yang menyatakan, bahwa eksepsi mengenai kewenangan relatif harus di ajukan pada permulaan sidang, apabila diajukan terlambat, Hakim dilarang untuk memperhatikan eksepsi tersebut).

Kuasa / Wakil :

Untuk bertindak sebagai Kuasa / Wakil dari penggugat / tergugat ataupun pemohon, seseorang harus memenuhi syarat-syarat :

  • Mempunyai surat kuasa khusus yang harus diserahkan dipersidangan. atau pemberian kuasa disebutkan dalam surat gugatan/permohonan, atau kuasa/wakil ditunjuk oleh pihak yang ber perkara/pemohon didalam persidangan secara lisan;
  • Memenuhi syarat yang ditentukan dalam peraturan Menkeh No. 1/1985 jo Keputusan Menkeh tanggal 7 Oktober 1965 No. J.P.14-2-11;
  • Telah terdaftar sebagai Advokat/Pengacara praktek di kantor Pengadilan Tinggi/Pengadilan Negeri setempat atau secara khusus telah di izinkan untuk bersidang mewakili penggugat/ tergugat dalam perkara tertentu;
  • Permohonan banding atau kasasi yang diaju kan oleh Kuasa/Wakil dari pihak yang bersang kutan barus dilampiri dengan surat kuasa khusus untuk mengajukan permohonan tersebut atau surat kuasa yang dipergunakan di Pengadilan Negeri telah menyebutkan pemberian kuasa pula untuk mengajukan permohonan banding atau kasasi;
  • Untuk menjadi kuasa dari pihak tergugat juga berlaku hal-hal tersebut diatas;
  • Kuasa/Wakil Negara/Pemerintah dalam suatu perkara perdata berdasarkan Stbl. 1922 No. 522 dan pasal 123 ayat 2 HIR, yaitu :
  • Pengacara Negara yang diangkat oleh Pemerintah;
  • Jaksa;
  • Orang tertentu atau Pejabat-pejabat yang di­angkat/ditunjuk oleh Instansi-instansi yang bersangkutan.

Jaksa tidak perlu menyerahkan Surat Kuasa khusus. Pejabat atau orang yang diangkat/ditun juk oleh instansi yang bersangkutan, cukup hanya menyerahkan Salinan Surat pengangkatan/penunjukan, yang tidak bermaterai.

Perkara Gugur :

Apabila pada hari sidang pertama penggugat atau semua penggugat tidak datang, meskipun telah dipanggil dengan patut dan juga tidak mengirim kuasanya yang sah, sedangkan tergugat atau ku asanya yang sah datang, maka gugatan digugur kan dan penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara. Penggugat dapat mengajukan gu gatan tersebut sekali lagi dengan membayar panjar biaya perkara lagi. Apabila telab dilakukan sita jaminan, sita tersebut ikut gugur.

Dalam hal-hal yang tertentu, misalnya apabila penggugat tempat tinggalnya jauh atau ia benar mengirim kuasanya, namun surat kuasanya tidak memenuhi syarat, Hakim boleh mengundurkan dan menyuruh memanggil penggugat sekali lagi. Kepada pihak yang datang diberitahukan agar ia menghadap lagi tanpa panggilan.

Jika penggugat pada hari sidang pertama tidak datang, meskipun ia telah dipanggil dengan patut, tetapi pada hari kedua ia datang dan pada hari ketiga penggugat tidak hadir lagi, perkara nya tidak bisa digugurkan (pasal 124 HIR).

Putusan Verstek :

Apabila pada hari sidang pertama dan pada hari sidang kedua tergugat atau semua tergugat tidak datang padahal telah dipanggil dengan patut dan juga tidak mengirim kuasanya yang sah, sedangkan penggugat/para penggugat selalu datang, maka perkara akan diputus verstek.

Meskipun tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama atau tidak mengirim kuasanya yang sah, tetapi’jlka ia mengajukan jawaban tertulis beru pa tangkisan tentang tidak berwenang mengadili, maka perkara tidak diputus dengan verstek.

Tangkisan / Eksepsi :

Tangkisan atau eksepsi yang diajukan oleh tergugat, diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkaranya, kecuali jika eksepsi itu mengenai tidak berwenangnya Pengadilan Negeri untuk memeriksa perkara tersebut.

Apabila diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara, dalam pertimbangan hukum dan dalam diktum putusan, tetap disebutkan :

Dalam eksepsi : ……. (pertimbangan lengkap).

pokok perkara : …….(pertimbangan lengkap).

Pencabutan Surat Gugatan :

Gugatan dapat dicabut secara sepihak jika perkara belum diperiksa. Tetapi jika perkara sudah diperiksa dan tergugat telah memberi jawabannya, maka pencabutan perkara harus mendapat persetujuan dari tergugat (pasal 271, 272 RV).

Perubahan / Penambahan Gugatan :

Pembahan dan/atau penambahan gugatan diperkenankan, asal diajukan pada hari sidang pertama dimana para pihak hadir, tetapi hat tersebut harus ditanyakan pada pihak lawannya guna pembelaan kepentingannya.

Penambahan dan/atau penambahan gugatan tidak boleh sedemikian rupa, sehingga dasar pokok gugatan menjadi lain dari materi yang menjadi sebab perkara antara kedua belah pihak tersebut. Dalam hal demikian, maka surat gugat harus dicabut.

Perdamaian :

Jika kedua beIah pihak hadir dipersidangan, Hakim harus berusaha mendamaikan mereka. Usaha tersebut tidak terbatas pada hari sidang pertama saja, melainkan dapat dilakukan meskipun taraf pemeriksaan telah lanjut (pasal 130 HIR).

Jika usaha perdamaian berhasil, maka dibuatlah akta perdamaian, yang harus dibacakan terlebih dahulu oleh Hakim dihadapan para pihak, sebelum Hakim menjatuhkan putusan yang meng hukum kedua belah pihak untuk mentaati isi perdamaian tersebut.

Akta perdamaian mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan Hakim yang berkuatan hukum tetap dan apabila tidak dilaksanakan, eksekusi dapat dimintakan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

Terhadap putusan perdamaian tidak dapat diajukan upaya hukum banding.

Jika usaha perdamaian tidak berhasil, hal mana harus dicatat dalam berita acara persidangan, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan dalam bahasa yang dimengerti oleh para pihak, jika perlu dengan menggunakan penerjemah (pasal 131 HIR).

Khusus untuk gugat cerai:

  • Apabila dalam perkawinan tersebut ada anak, agar berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak dan sedapat mungkin suami-isteri harus datang sendiri;
  • Apabila usaha perdamaian berhasil, gugatan harus dicabut. Sehubungan dengan perdamaian ini tidak bisa dibuat akta perdamaian;
  • Apabila usaha perdamaian gagal, gugat cerai diperiksa dengan sidang tertutup.

Penggugat / Tergugat Meninggal Dunia :

Jika Penggugat atau tergugat setelah mengajukan gugatan meninggal dunia, maka ahliwarisnya dapat melanjutkan perkara.

Biaya Yang Timbul Dalam Persidangan :

Jika selama pemeriksaan perkara atas permohonan salah satu pihak ada hal-hal/perbuatan yang barus dilakukan, maka biaya dibebankan kepada pemohon dan dianggap sebagai persekot biaya perkara, yang dikemudian hari akan diperhitungkan dengan biaya perkara yang harus dibayar oleh pihak yang dengan putusan Hakim dihukum untuk membayar biaya perkara, biasanya pihak yang dikalahkan.

Pihak lawan, apabila ia mau, dapat membayarnya jika kedua belah pihak tidak mau membayar biaya tersebut, maka hal/perbuatan yang barus dilakukan itu tidak jadi dilakukan, kecuali jika hal/perbuatan itu menurut Hakim memang sangat diperlukan. Dalam hal itu, biaya tersebut sementara akan diambil dari uang panjar biaya perkara yang telah dibayar oleh Penggugat (pasal 160 HIR).

Penggabungan Perkara :

Beberapa gugatan dapat digabungkan menjadi satu, apabila antara gugatan-gugatan yang digabungkan itu, terdapat hubungan erat atau ada koneksitas. Hubungan erat ini harus dibuktikan berdasarkan faktanya.

Penggabungan gugatan diperkenankan apabila menguntungkan proses, yaitu apabila antara gugatan yang gabungkan itu ada koneksitas dan penggabungan akan memudahkan pemeriksaan, serta akan dapat mencegah kemungkinan adanya putusan-putusan yang saling bertentangan.

C. Proses Acara Permohonan

Permohonan harus diajukan dengan surat permohonan yang ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri, tempat tinggal pemohon.

Permohonan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian didaftarkan dalam buku Register dan diberi Nomor urut, setelah pemohon membayar persekot biaya perkara, yang besarnya sudah ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR).

Bagi pemohon yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana harus dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat mengajukan permohonannya secara prodeo.

Pemohon yang tidak bisa menulis dapat mengajukan permohonannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat permohonan tersebut (pasal 120 HIR).

Perkara permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi volunter. Berdasarkan permohonan yang diajukan itu, Hakim akan memberi suatu penetapan.

Ada permohonan tertentu yang harus dijatuhkan berupa putusan oleh Pengadilan Negeri, misalnya dalam hal diajukan permohonan pe­ngangkatan anak oleh seorang Warga Negara Asing (WNA) terhadap anak Warga Negara Indonesia (WNI), atau oleh seorang Warga Negara Indonesia (WNI) terhadap anak Warga Negara Asing (WNA). (SEMA No. 6/1983).

Tidak semua permohonan dapat diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan permohonan, apabila hal itu ditentukan oleh suatu peraturan perundang-undangan atau yurisprudensi.

Contoh permohonan yang dapat diajukan dan ditetapkan oleh Pengadilan Negeri yaitu :

  • Permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum dewasa;
  • Permohonan pengangkatan pengampu bagi orang dewasa yang kurang ingatannya atau orang dewasa yang tidak bisa mengurus hartanya lagi, misalnya karena pikun;
  • Permohonan dispensasi nikah bagi pria yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16 tahun, yang dapat diajukan kepada Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri (pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974);
  • Permohonan izin nikah bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun (pasal 6 ayat (5) Undang-undang No. I tahun 1974);
  • Permohonan pembatalan perkawinan (pasal 25, 26 dan 27 Undang -undang No.1 tahun 1974);
  • Permohonan pengangkatan anak (diperhatikan SEMA No. 6/1983);
  • Permohonan untuk memperbaiki kesalahan dalam akta catatan sipil, misalnya apabila nama anak secara salah disebutkan dalam akta tersebut;
  • Permohonan untuk menunjuk seorang atau beberapa orang wasit, oleh karena para pihak tidak bisa atau tidak bersedia untuk menunjuk wasit.

Permohonan untuk menetapkan, bahwa sebidang tanah adalah milik pemohon tidak dapat dikabulkan oleh Pengadilan Negeri. Hak Milik atas sebidang tanah harus dibuktikan dengan sertifikat tanah atau apabila dipermasalahkan dalam suatu gugatan, dibuktikan dengan alat bukti lain dipersidangan.

Demikian juga permohonan untuk rnenetapkan seseorang atau beberapa orang adalah ahli waris almarhum, tidak dapat diajukan. Penetapan ahli waris dapat dikabulkan dalam suatu gugatan mengenai warisan almarhum.

Untuk mengalihkan hak atas tanah, menghibahkan, mewakafkan, menjual, membaliknama sebidang tanah dan rumah, yang semula tercatat atas nama almarhum atau almarhumah, cukup dilakukan :

  • Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris BW, dengan surat keterangan hak waris, yang dibuat oleh Notaris;
  • Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris Adat dengan surat keterangan ahliwaris yang dibuat oleh ahli waris yang bersangkutan sendiri, yang disaksikan oleh Lurah dan diketahui Camat dari desa dan kecamatan tempat tinggal almarhum;
  • Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris lain-lainnya, misalnya Warga Negara Indo nesia keturunan India, dengan surat ke terangan ahliwaris yang dibuat oleh Balai Harta Peninggalan (perhatikan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri, Direktur Jenderal Agraria, Kepala Direktorat Pendaftaran Tanah, u.b. Kepala Pembinaan Hukum, R. Soepandi, tertanggal 20 Desember 1969, No. Dpt/I12/63/12/69, yang terdapat dalarn buku Tuntunan bagi Pejabat Pembuat Akte Tanah, Dep. Dalam Negeri, Ditjen.-Agraria, halaman 85).

Tidak dibenarkan untuk mengabulkan suatu permohonan dan menetapkan seorang atau beberapa orang sebagai pemilik atau mempunyai hak atas suatu barang. Tidaklah pula dapat dikeluarkan penetapan atas surat permohonan untuk menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah.

Akta Dibawah Tangan Mengenai Keahliwarisan :

Akta ini dibuat oleh ahli waris almarhum. Mereka membuat suatu surat pemyataan bahwa diri mereka adalah ahli waris, dan dengan menyebutkan kedudukan masing-masing dalam hubungan keluarga yang telah meninggal. Pernyataan yang dibuat tersebut dapat dimintakan untuk disahkan tanda tangannya oleh Notaris atau Ketua Pengadilan Negeri.

Setelah dibacakan dan dijelaskan dihadapan para pihak oleh Ketua Pengadilan Negeri atau Hakim yang ditunjuk, tanda tangan mereka disyahkan dengan mendasarkan ketentuan pasal 2 (1) Stbld. 1916-46 dengan cara, dibawah pernyataan tersebut dibubuhi :

Yang bertanda tangan dibawah ini, Ketua/Hakim Pengadilan Negeri Mentok menerangkan, bahwa orang bernama_________ telah saya kenal atau telah diperkenalkan kepada saya, dan kepadanya/mereka telah saya jelaskan isi pernyataan dalam akta tersebut diatas, dan setelah itu ia/mereka membubuhkan tanda tangannya di hadapan saya.

Surat keterangan ahli waris tersebut hanya berlaku untuk suatu keperluan tertentu, karena itu agar di ba wahnya dicantumkan dengan huruf-huruf besar sebagai berikut (sebagai contoh):

CATATAN :

AKTA DI BAWAH TANGAN INI YANG TELAH DISAHKAN INI KHUSUS BERLAKU UNTUK MENGAMBIL UANG DEPOSITO DI BANK __________ ATAS NAMA _____________

Dan kemudian dibubuhi cap Pengadilan Negeri.

Sesuai dengan pasal 3 ayat (1), akta tersebut dicatat dalam Buku Register yang khusus disediakan untuk itu.

D. Proses Acara Perlawanan

Perlawanan Terhadap Putusan Verstek :

Pasal 129 HIR/153 Rbg memberi kemungkinan bagi tergugat/para tergugat, yang dihukum dengan verstek untuk mengajukan verzet atau perlawanan. Kedua perkara tersebut dijadikan satu dan diberi satu nomor. Sedapat mungkin perkara tersebut dipegang oleh Majelis Hakim yang sama. yaitu yang telah menjatuhkan putusan verstek. Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara verzet atas putusan verstek harus memeriksa gugatan yang telah diputus verstek tersebut secara keseluruhan. Pembuktiannya agar mengacu pada SEMA No.9 Tahun 1964.

Perlawanan Tereksekusi Terhadap Sita Eksekusi :

Perlawanan tereksekusi terhadap sita eksekusi barang bergerak dan barang yang tidak bergerak, diatur dalam pasal 207 HIR atau pasal 225 RBg. Perlawanan ini pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi (Pasal 207 ayat (3) HIR atau 227 RBg). Namun, eksekusi harus ditangguhkan, apabila segera nampak, bahwa perlawanan tersebut benar dan beralasan, paling tidak sampai dijatuhkannya putusan oleh Pengadilan Negeri. Terhadap putusan dalam perkara ini, permohonan banding diperkenankan.

Perlawanan Pihak Ketiga Terhadap Sita Conservatoir, Sita Revindicatoir, Dan Sita Eksekusi :

Perlawanan pihak ketiga terhadap sita conservatoir, sita revindicatoir, dan sita eksekusi, hanya dapat diajukan atas dasar hak milik, jadi hanya dapat diajukan oleh pemilik atau orang yang merasa bahwa ia adalah pemilik barang yang disita dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dari Pengadilan Negeri yang secara nyata menyita (pasal 195 (6) HIR, pasal 206 (6) RBg). Jelaslah bahwa penyewa, pemegang hipotik atau credietverband, pemegang hak pakai atas tanah, tidak dibenarkan untuk mengajukan per lawanan semacam ini. Pemegang hipotik atau credietverband, apabila tanah/tanah dan rumah yang dijaminkan kepadanya itu disita, berdasarkan klausula yang selalu terdapat dalam perjanjian yang dibuat dengan debiturya langsung dapat minta eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala PUPN. Pemegang gadai tanah, yang kedudukannya sama dengan pemilik tanah, sebelum adanya Perpu No. 56 Tabun 1960, dapat mengajukan perlawanan pihak ketiga. Sekarang, karena gadai tanah terbatas sampai paling lama 7 (tujuh) tahun, pemegang gadai tanah tidak dibenarkan untuk mengajukan perlawanan pihak ketiga lagi. Agar pelawan berhasil, maka ia harus membuktikan, bahwa barang yang disita itu adalah miliknya. Apabila ia berhasil, maka ia akan dinyatakan sebagai pelawan yang benar dan sita akan diperintahkan untuk diangkat. Apabila pelawan tidak dapat membuktikan, bahwa ia adalah pemilik dari barang yang disita itu, pelawan akan dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar atau pelawan yang tidak jujur, dan sita akan dipertahankan. Dalam praktek banyak sekali diajukan perlawanan pihak ketiga oleh isteri atau suami dari tersita. Perlawanan pihak ketiga yang diajukan oleh isteri atau suami, dalam hal harta bersama yang disita, sudah barang tentu tidak dapat dibe­narkan oleh karena harta bersama selalu merupakan jaminan untuk pembayaran hutang isteri atau suami yang terjadi dalam perkawinan, yang memang harus ditanggung bersama. Apabila yang disita adalah harta bawaan atau harta asal suami atau isteri, maka isteri atau suami bisa mengajukan perlawanan pihak ketiga dengan sukses, artinya ia dapat dinyatakan sebagai pelawan yang benar, kecuali :

  • Mereka yang menikah berdasarkan BW dengan persatuan harta atau membuat perjanjian perkawinan berupa persatuan hasil dan pendapatan;
  • Suami atau isteri tersebut telah ikut menandatangani surat perjanjian hutang, sehingga ia ikut bertanggungjawab.

Perlawanan pihak ketiga adalah upaya hukum luar biasa dan oleh karenanya pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi. Eksekusi mutlak harus ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang memimpin eksekusi yang bersangkutan, apabila perlawanan tersebut segera nampak, bahwa benar-benar beralasan, misalnya, apabila sertifikat tanah yang akan dilelang sejak semula jelas tercatat atas nama orang lain, atau dari BPKB yang diajukan, jelas terbukti, bahwa mobil yang akan dilelang itu, sejak lama adalah milik pelawan. Apabila tanah atau mobil tersebut baru saja tercatat atas nama pelawan, harap hati-hati, karena mungkin saja tanah atau mobil itu diperoleh, oleh pelawan, setelah tanah atau mobil itu disita, sehingga perolehan itu tidak syah. Sehubungan dengan diajukannya perlawanan pihak ketiga ini, Ketua Majelis yang memeriksa perkara tersebut, selalu harus melaporkan perkembangan perkara itu kepada Ketua Pengadilan Negeri. Laporan tersebut diperlukan oleh Ketua Penga dilan Negeri untuk menentukan kebijaksanaan mengenal diteruskannya atau ditangguhkannya eksekusi yang dipimpin olehnya.

Perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan, yaitu sita conservatoir dan sita revindicatoir, tidak diatur baik dalam HIR, RBg atau R V, namun dalam praktek menurut yurisprudensi, perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga selaku pemilik barang yang disita dapat diterima, juga dalam hal sita conservatoir ini belum disyahkan. (putusan Mahkamah Agung tanggal 31-10-1962, No. 306K/Sip/1962. Rangkuman Yurisprudensi II halaman 270).

Page 2

HUBUNGI KAMI

Silakan hubungi Meja Informasi Pengadilan Negeri Mentok Kelas II, kami melayani para pencari keadilan dengan sepenuh hati :

Jalan H.O.S. Cokroaminoto, Kelurahan Sungai Daeng, Kecamatan Muntok Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 33313


Telepon :0716-7321254
Fax : 0716-7321254


 

Pengadilan Negeri Mentok

  www.pn-mentok.go.id  

@pn.mentok

pn mentok

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA