Sebutkan syarat-syarat mendapatkan warisan

Apa saja syarat ahli waris dalam hukum waris di Indonesia? Perencana keuangan independen Finansialku akan membahas mengenai ahli waris dan siapa yang tidak boleh menjadi ahli waris.

Mengenal Hukum Waris di Indonesia

Berdasarkan hukum waris di Indonesia, waris dilaksanakan ketika pemilik harta meninggal dunia. Jadi waris bisa dibagikan kepada ahli waris kalau pemilih harta meninggal dunia. Walaupun pemilik waris telah membuat surat wasiat (testamen), tetap saja waris hanya dapat dilaksanakan ketika pemilik harta meninggal. Menurut hukum waris di Indonesia, seseorang boleh membagikan harta saat pemilik harta masih hidup dengan hibah. 

[Baca Juga: Merencanakan Distribusi Kekayaan di Indonesia]

Syarat Ahli Waris menurut Hukum Waris di Indonesia

Ternyata tidak semua orang boleh menjadi ahli waris. Berikut ini syarat-syarat menjadi ahli waris, menurut hukum waris di Indonesia:

  1. Mempunyai hak terhadap peninggalan waris, misal hubungan keluarga atau tertulis dalam surat wasiat (testamen).
  2. Ahli waris sudah ada saat pewaris (pemilik harta) meninggal.
  3. Seseorang yang sudah meninggal dunia dan digantikan oleh keturunannya. Misal seorang kakek dapat mewariskan ke cucu, karena si anaknya sudah meninggal terlebih dahulu.
  4. Cakap untuk menerima warisan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

[Baca Juga: Rencana Waris Penyelamat Keluarga]

Satu hal yang harus Anda ketahui, jika ahli waris menerima harta dari pewaris, maka ahli waris juga otomatis menerima kewajiban (utang) dari pewaris. Waris itu satu paket: aset (harta) dan kewajiban (utang).

Selain syarat-syarat di atas, juga terdapat tambahan siapa saja yang tidak berhak untuk menerima waris. Berdasarkan KUHP pasal 838, pihak-pihak yang tidak berhak menerima waris adalah:

  1. Orang yang dihukum karena telah membunuh atau mencoba membunuh pemilik harta.
  2. Orang yang pernah dipersalahkan karena fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap pemilik harta. Putusan hakim harus putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
  3. Orang yang telah mencegah pemilik harta dengan kekerasan, untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.
  4. Orang yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat pemilik harta.

Kesimpulan

Jadi menurut hukum waris di Indonesia, sebuah warisan dapat dijalankan setelah pemilik harta (pewaris) meninggal dunia. Seorang ahli waris ketika menerima harta, berarti juga menerima utang.

Masih ada masalah keuangan yang belum bisa diatasi? Perencana Keuangan Finansialku siap membantu! Langsung konsultasikan keuangan Anda dengan Perencana Keuangan Finansialku yang sudah bersertifikat.

Hubungi kami melalui Menu Konsultasi Keuangan di aplikasi Finansialku atau melalui link berikut ini Konsultasi Keuangan.

Anda juga dapat menjadwalkan konsultasi melalui WhatsApp.

Menurut Anda apakah ahli waris boleh menolak warisan?

Sumber Berita:

  • Risen Yan Piter – Prinsip-Prinsip Hukum dalam Perencanaan Distribusi Kekayaan (Hibah, Pewarisan dan Perkawinan).J.Wang. 1 Des 2015. Keranjang Mata Uang IMF. Harian Bisnis dan Investasi Kontan, edisi Rabu, 2 Desember 2015.
  • Harun, Badriyah. 2009. Panduan Praktis Pembagian Waris. Pustaka Yustisia: Yogyakarta.Image Credit:

keyboard_arrow_leftPrevious

Inilah penjelasan tentang sebab dan syarat mendapatkan waris.

Selasa , 24 Mar 2020, 12:41 WIB

pxhere

Ilustrasi Sebab dan Syarat Mendapatkan Waris.

Rep: Ali Yusuf Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peluang ijtihad di dalam masalah waris (faraidh) bisa dikatakan sedikit sekali. Hal itu ditegaskan Ustaz Ahmad Zarkasih dalam bukunya, Ahli Waris Pengganti Pasal Waris Bermasalah dalam Kompilasi Hukum Islam.

Baca Juga

Sebab, lanjut dia, Allah SWT telah menetapkan jatah masing-masing ahli waris. Bahkan, bukan hanya soal jatah berapa yang ditentukan. Siapa saja yang mendapatkan jatah-jatah itu pun dijelaskan dengan detail dalam Alquran, khususnya surah al-Nisa ayat 11 sampai 13. Kemudian, pengujung surah al-Nisa’ yakni ayat 176.

Lalu apa sebab dan syarat untuk mendapatkan waris.? Dalam kitab Mughni al-Muhtaj, Imam al-Syirbini mengatakan, waris itu bergantung kepada tiga hal: sebab, syarat dan bebas dari penghalang.

Sementara Imam Nawawi dalam kitabnya Raudhah al-Thalibin menjelaskan, ada empat hal yang menyebabkan seseorang mendapatkan jatah warisan. Pertama, karena ada kerabat atau nasab. Kedua, karena pernikahan. Ketiga, pembebasan budak. Keempat, adanya pihak Islam.

Yang dimaksud dengan "pihak Islam", lanjut Zarkasih, ialah siapa yang wafat dan tidak meninggalkan ahli waris dari tiga sebab di atas, dan ada harta yang ditinggal, maka hartanya itu diberikan kepada baitul-mal untuk kemaslahatan Muslimin.

Penghalang waris

Penghalang waris, Zarkasih menjelaskan, adalah sesuatu yang membuat seseorang terhalang untuk mendapatkan jatah warisan. Berikut tiga hal yang disepakati oleh ulama tentang penghalang waris.

Pertama, pembunuhan. Orang yang terbukti secara nyata atau hukum sebagai pembunuh pewarisnya, maka ia tidak mendapatkan jatah warisan.

Kedua, perbedaan agama. Perbedaan agama antara pewaris dan ahli waris membuat keduanya tidak bias saling mewarisi.

Ketiga, perbudakan. Artinya budak tidak bisa mendapatkan warisan dari ayah atau kerabat yang merdeka. Sementara itu, Prof. Dr. Wahbah al-Zuhailiy dalam kitabnya al-Fiqh al-islami wa Adillatuhu menyebutkan. "Ulama bersepakat tentang tiga hal yang menjadi penghalang waris; perbudakan, pembunuhan dan perbedaan agama," katanya.

  • waris
  • faraidh
  • hukum waris
  • islam
  • fatwa

Sebagaimana permasalahan-permasalahan lainnya di dalam warisan juga ada beberapa syarat dan rukun yang mesti dipenuhi. Tidak terpenuhinya salah satu syarat atau rukun menyebabkan harta warisan tidak dapat dibagi kepada ahli waris.

Dr. Musthafa Al-Khin dalam kitab al-Fiqhul Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2013, jil. II, hal. 274) menyebutkan ada 4 (empat) syarat yang mesti dipenuhi dalam warisan. Keempat syarat tersebut adalah:

1. Orang yang mewariskan harta nyata-nyata telah meninggal dunia.

Bila orang yang hartanya akan diwaris belum benar-benar meninggal, umpamanya dalam keadaan koma yang berkepanjangan, maka harta miliknya belum dapat diwarisi oleh ahli waris yang berhak menerimanya. Ini dikarenakan adanya warisan itu karena adanya kematian.

Selain nyata-nyata telah meninggal harta warisan juga bisa dibagi bila seseorang dinyatakan meninggal secara hukum oleh hakim. Umpamanya dalam kasus seorang yang telah lama hilang tanpa diketahui kabarnya kemudian atas ajuan pihak keluarga hakim memutuskan bahwa orang tersebut telah meninggal dunia. Dengan putusan hakim tersebut maka harta milik orang tersebut bisa dibagi kepada ahli waris yang ada.

2. Ahli waris yang akan mendapat warisan nyata-nyata masih hidup ketika orang yang akan diwarisi hartanya meninggal, meskipun masa hidupnya hanya sebentar saja.

Artinya ketika orang yang akan diwarisi hartanya meninggal maka yang berhak menerima warisan darinya adalah orang yang nyata-nyata masih hidup ketika si mayit meninggal. Meskipun tak lama setelah meninggalnya si mayit, dalam hitungan menit misalnya, ahli warisnya kemudian menyusul meninggal, maka si ahli waris ini berhak mendapatkan bagian warisan dari si mayit.

Sebagai contoh kasus, pada saat Fulan meninggal dunia ada beberapa orang keluarga yang masih hidup yaitu seorang anak laki-laki, seorang anak perempuan, seorang istri, dan seorang ibu. Namun lima menit kemudian istri si fulan menyusul meninggal dunia. Dalam kasus seperti ini maka istri si Fulan tetap menjadi ahli waris yang berhak mendapatkan harta peninggalannya si Fulan meskipun ia menyusul meninggal tak lama setelah meninggalnya si Fulan. Ini dikarenakan pada saat si Fulan meninggal sang istri nyata-nyata masih hidup.

3. Diketahuinya hubungan ahli waris dengan si mayit; karena hubungan kekerabatan, pernikahan, atau memerdekakan budak (walâ’).

4. Satu alasan yang menetapkan seseorang bisa mendapatkan warisan secara rinci.

Syarat keempat ini dikhususkan bagi seorang hakim untuk menetapkan apakah seseorang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan atau tidak. Seorang saksi yang menyatakan pada hakim bahwa “orang ini adalah ahli warisnya si fulan” tidak bisa diterima kesaksiannya dengan ucapan begitu saja. Dalam kesaksiannya itu ia mesti menjelaskan alasan kepewarisan orang tersebut terhadap si mayit.

Adapun rukun warisan disebutkan oleh Dr. Musthafa Al-Khin  ada 3 (tiga) yakni:

1. Orang yang mewariskan (al-muwarrits), yakni mayit yang diwarisi oleh orang lain yang berhak mewarisinya.

2. Orang yang mewarisi (al-wârits), yaitu orang yang bertalian dengan mayit dengan salah satu dari beberapa sebab yang menjadikan ia bisa mewarisi.

3. Harta warisan (al-maurûts), yakni harta warisan yang ditinggalkan mayit setelah kematiannya.

Wallâhu a’lam. (Yazid Muttaqin)

Kumpulan Artikel tentang Ibadah Kurban

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA