Sebutkan dan jelaskan aksesoris pada pakaian kebaya putih lengan panjang

Jakarta -

Pakaian adat adalah busana yang menggambarkan identitas atau ciri khas masyarakat tertentu di setiap daerahnya. Termasuk pakaian adat daerah Maluku yang mencirikan latar belakang peradaban suatu masyarakat setempat.


Dikutip dari buku "Ensiklopedia Pelajar dan Umum" oleh Gamal Komandoko, pakaian adat Maluku dibedakan berdasarkan pria dan wanita.


Pakaian adat untuk pria di Maluku sendiri terdiri dari setelan kemeja renda dan jas berwarna merah dan hitam, yang dipadankan dengan celana panjang model 'cutbray' dan juga ikat pinggang.

Sedangkan, untuk para wanitanya terdiri dari baju cele dengan perhiasan berupa anting-anting, kalung, dan cincin yang berwarna perak atau emas untuk memberi kesan kemewahan.

5 Pakaian Adat Maluku:

1. Baju Cele

Pertama ada baju cele yang menjadi salah satu pakaian adat asal Maluku. Pakaian adat ini banyak didasarkan dari adat Ambon.


Baju cele ini biasanya dipakai dalam upacara-upacara adat di Maluku, seperti acara pelantikan raja, acara cuci negeri, acara pesta negeri, acara panas pela dan lain-lain.


Baju cele adalah kain kebaya yang dikombinasikan dengan kain salele di pinggang. Motif baju cele bisa berupa garis-garis geometris atau berkotak-kotak kecil. Umumnya busana ini memiliki corak warna merah yang dengan nilai kecerian, berani, dan cekatan.


Baju cele biasa dikombinasi dengan kain yang pelekat yang disalele atau disarung dari luar dilapisi hingga batas lutut, dengan lenso (sapu tangan yang diletakan di pundak), dan biasa dipakai tanpa pengalas kaki atau boleh juga pakai selop.


Berdasarkan jurnal berjudul "Busana Tradisional Daerah Maluku Dan Masa Depannya" oleh Marthen M. Pattipeilohy, setiap pemakaian baju cele memiliki penyebutan yang berbeda-beda, tergantung dari status wanita yang memakainya.


Misalnya, apabila yang memakainya adalah para jujaro (gadis), maka diberi istilah nona baju cele kaeng/kain salele. Kalau seorang ibu (sudah kawin), maka penyebuatan adalah nyora baju cele kain salele.


Pemakaian baju ada untuk wanita sendiri biasanya ditambah dengan sanggul atau konde. Konde yang dipakai yakni konde bulan beserta tusukan konde (haspel) yang terbuat dari emas atau perak yang terkesan mewah.

2. Kebaya Dansa

Pakaian adat kebaya dansa biasanya dipakai pada waktu pesta rakyat oleh lelaki, sedangkan wanita memakai pakaian rok. Bentuknya seperti kemeja leher bundar yang tidak memakai kancing.


Baju motif cele leher bundar terbelah pada leher, di bagian tangan kancing dari baju tersebut alam ditutup dengan band tangan variasi manik-manik warna emas.


Pada bagian kiri pakaian tersebut akan disisipkan lenso pinggang yang terbuat dari sisa kain jenis brokar tadi dan divariasi dengan renda sedang (lenso), untuk bagian tangan terbuat dari kain putih yang dibordir. Jenis kain boleh polos tapi boleh juga jenis kembang kecil.

3. Pakaian Nona Rok

Pakaian nona rok dari Maluku Tenggara ini berupa kebaya putih tangan panjang dengan lengan kancing dari jenis kain brokat halus dengan motif kembang kecil-kecil warna merah atau oren.


Pengikat pinggangnya disebut dengan pending, yang terbuat dari perak. Untuk laki-laki akan dilengkapi dengan pemakaian sepatu pantofel hitam dan kaos kaki putih. Jika, rok maka akan dibuat dan lipit kecil.

4. Manteren Lamo

Manteren Lamo merupakan pakaian adat dari Maluku Utara yang khusus digunakan oleh keturunan kerajaan atau para sultan kerajaan.


Menariknya, pakaian ini juga merupakan salah satu peninggalan dari kerajaan Ternate dan Tidore.


Untuk pemakaian pada laki-laki, terdiri atas jas tertutup dengan warna merah, dengan kancing besar dari perak. Hiasan utama pada pakaian ini adalah bordiran berwarna emas yang terletak di bagian ujung tangan, leher dan saku.

5. Busana Mustiza

Pakaian adat pengantin ini merupakan hasil akulturasi budaya orang Ambon dan Portugis. Pencampuran pakaian adat tersebut diberi nama oleh orang-orang Portugis dengan nama Mustiza/Mestiezen.


Begitu pula dengan pakaian pengantin nona canela yang diberi nama baju mustiza, baju pono atau baju basumpa. Bentuk Mistiza seperti huruf U dengan panjang sekitar 60 cm, dipakai dari depan ke belakang, berwarna merah diberi manik-manik dan diberi renda emas.


Biasanya, dua hari sebelum perkawinan ada prosesi antar pakaian kawin yang disebut Masuk Minta Nona. Baju pengantin ini berwarna putih, berlengan panjang dari kain brokat dengan variasi motif renda kecil.


Seorang jujaro (anak gadis) yang ditemani oleh mata ina (seorang ibu) dari pihak lelaki, akan mengantarkan baju mustiza atau baju basumpa, yang akan dibalas oleh keluarga perempuan dengan mengantarkan seperangkat pakaian kawin, berupa celana panjang dan baniang untuk calon mempelai lelaki.


Saat ini, pakaian daerah Maluku terus berkembang, sehingga mendapat banyak modifikasi di demi keindahan, kenyamanan, kepraktisan, hingga keinginan si pemakai dan lain sebagainya.


Nah, itulah penjelasan mengenai baju cele dan beberapa busana lainya yang merupakan pakaian adat daerah Maluku. Semoga bisa menambah pengetahuan detikers, ya!

Simak Video "Geger Sejoli Berpakaian Adat Bali Mesum di Mobil Usai Melukat"



(faz/faz)

Pakaian Adat Jawa Timur – Halo Grameds, kali ini kita akan membahas pakaian adat jawa timur. Secara budaya, provinsi ini tidak jauh berbeda dengan provinsi Jawa Tengah. Maka tidak mengherankan jika pakaian adat kedua provinsi ini relatif cenderung ada kemiripan.

Namun, dari segi penampilan, pakaian adat Jawa Timur terkesan lebih menampilkan ketegasan namun menjunjung ketinggian nilai etika. Seperti karakter orang-orangnya yang memang tegas, bicara apa adanya, namun masih menjunjung tinggi kesopanan sikap dan tutur kata.

Jenis-jenis, Keunikan, dan Kegunaan Pakaian Adat Jawa Timur

Ada banyak jenis pakaian adat beserta perlengkapannya yang digunakan di provinsi bagian paling timur Pulau Jawa ini. Masing-masing jenis pakaian dan perlengkapan tersebut tentunya memiliki fungsi dan maksud berbeda-beda. Misalnya pakaian untuk acara pertunjukan, pernikahan, dan festival beda jenisnya. Tidak hanya itu, banyaknya jenis pakaian adat di provinsi ini juga menyesuaikan budaya kota, kabupaten, atau daerah yang ditinggali.

Dan yang perlu menjadi catatan untuk kita adalah, perbedaan pakaian adat dan budaya selayaknya menjadi sarana bagi kita untuk saling menghormati, bukan untuk saling menertawakan atau merendahkan satu sama lain.

Ada pakaian adat yang terkesan mewah, ada yang menampakkan kesederhanaan. Namun yang pasti, pakaian adat Jawa Timur menampilkan kebanggaan masyarakat Jawa Timur. Yuk Grameds, kita langsung bahas apa saja pakaian adat Jawa Timur.

1. Baju Pesa’an Madura dan Kebaya Rancongan

Baju adat Jawa Timur ini tentu sudah sangat familiar buat Grameds. Baju ini seringkali dipajang sebagai pakaian adat masyarakat Jawa Timur, baik untuk kaum laki-laki maupun perempuannya. Grameds pasti sering menjumpai baju ini terpajang di buku-buku ensiklopedia tentang adat-adat di Indonesia, buku pelajaran sekolah, berita, bahkan saat googling di internet. Tak ayal hal ini membuat pakaian ini begitu familiar untuk masyarakat Indonesia, bahkan mancanegara.

Baju ini berasal dari Pulau Madura. Pasangan pakaian atas dan bawah serta kelengkapannya sangat sederhana. Karena kesederhanaan tersebut, baju ini menjadi unik dan mudah dikenali. Baju ini seringkali digunakan dalam kegiatan sehari-hari hingga acara resmi seperti wisuda, upacara adat, peringatan Hari Kartini, dan Dirgahayu Republik Indonesia.

Contoh yang paling banyak kita saksikan dalam kegiatan sehari-hari, pakaian ini kerap kali kita temui digunakan oleh pedagang sate Madura. Tidak jarang kita temui pakaian Pesa’an Madura ini tidak jauh dari harumnya asap dari bakaran sate Madura.

Untuk pria, pakaian terdiri dari kaos warna cerah mencolok dan celana hitam longgar. Ukurannya serba besar dan tidak pas di badan. Sementara wanitanya menggunakan kebaya cerah dan jarik sebagai pasangan dari pria. Hal ini mengisyaratkan kesederhanaan pakaian adat ini.

Pakaian Pesa’an Madura data dikenali dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Warna baju dan kebaya

Untuk pria berwarna lorek-lorek merah putih. Untuk wanita berwarna cerah mencolok. Mencolok dan kontrasnya warna merah putih ini untuk menggambarkan karakter orang Madura yang tegas, keras, tidak kenal ragu, berani, dan terbuka dalam menyampaikan pemikirannya kepada orang lain.

Sementara untuk wanita, berwarna cerah dan mencolok. Warna yang sering dipilih adalah merah, hijau, atau biru dengan ukuran yang ketat di badan. Konon, penggunaan baju ini biasanya menggunakan kain kebaya yang agak transparan dan wanita menggunakan dalaman yang berwarna kontras dengan warna kebaya. Seringkali dinamakan kebaya rancongan.

Padu padan tersebut bermaksud untuk menunjukkan bagian tubuh wanita Madura yang rajin mengkonsumsi jamu tradisional sehingga memiliki tubuh yang dianggap relatif bagus. Selain itu, kain yang agak transparan tersebut untuk menunjukkan bahwa wanita Madura menghargai tubuh mereka, bagaimanapun bentuknya.
Namun demikian, adanya perkembangan zaman saat ini, banyak modifikasi pada baju kebaya wanita ini. Terlebih banyaknya muslimah yang memilih untuk menutup bagian tubuh membuat kebaya wanita tidak lagi menggunakan kain yang tembus pandang.

Celana yang digunakan oleh pria pada pakaian ini merupakan celana yang berbentuk gombrang dan diberi kolor di pinggangnya. Agar dapat dipakai dengan nyaman, celana ini dilengkapi dengan ikat pinggang.

Ukuran pinggang dan pipa celananya lebar, bahkan terkadang mirip seperti sarung hitam yang dibentangkan. Sementara bagian luar celana dilapisi oleh sarung.

Untuk pakaian wanita, setelan baju bagian bawah menggunakan jarik batik. Desain dan motifnya pun sederhana. Jarik batik yang memiliki motif beragam dijadikan pilihan setelan baju adat wanita Madura. Motif yang banyak digunakan untuk jarik batik adalah Tabiruan, Storjan, atau Lasem.

c. Aksesoris

1) Sabuk

Sabuk digunakan oleh pria ini biasanya berbahan kulit sapi. Sabuk ini dinamakan sabuk Katemang. Sabuk ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu sabuk Katemang Raja dan sabuk Katemang Kalep.

Sabuk Katemang memiliki ciri-ciri bermotif polos dan berwarna gelap seperti coklat atau hitam. Bentuknya cukup lebar dan ada kantung yang digunakan untuk menyimpan uang di dalamnya.

2) Sarung

Sarung yang berfungsi sebagai pelapis bagian luar celana ini dipergunakan oleh kaum pria. Biasanya bahan yang digunakan adalah bahan sarung Samarinda, yakni bahan sutra. Motif yang dipilih untuk sarung pelapis celana ini kotak-kotak berukuran besar atau batik. Warna sarung cukup mencolok dan benang yang digunakan berwarna emas.

3) Jas Tutup

Jas tutup polos ini berwarna hitam dan berlengan panjang. Pada umumnya dibiarkan terbuka di bagian tengah untuk menampakkan kaos lorek merah putih (kaos sakera).

4) Odheng

Odheng merupakan penutup kepala dalam setelah pakaian adat ini. Berbahan kain dan umumnya bermotif batik dengan warna coklat-hitam, merah marun-hitam, atau merah soga. Odheng ini menandakan derajat kebangsawanan seorang pria di Madura.

5) Stagen

Stagen digunakan oleh wanita Madura dengan cara dilingkarkan mengelilingi perut. Fungsi stagen untuk menguatkan lilitan jarik. Ukuran stagen panjangnya sekitar 1,5 meter dan lebarnya 15 cm. Stagen dipadukan dengan kebaya dan jarik.

6) Cucuk sisir atau cucuk dinar

Aksesoris yang berupa hiasan rambut ini berwarna emas karena pada awalnya terbuat dari bahan emas. Bentuknya seperti busur yang terdiri dari kepingan logam kecil seperti uang logam yang ditata berjajar secara berantai. Aksesoris ini digunakan oleh wanita.

7) Leng Oleng

Berupa tutup kepala wanita yang terbuat dari bahan kain yang tebal.

8) Antheng atau Shentar Penthol

Anting atau giwang yang dikenakan oleh wanita di bagian telinga.

9) Kalung Brondong

Kalung emas ini memiliki bentuk bulat sebesar biji jagung dan dilengkapi dengan liontin sebagai hiasan. Liontin yang ada pada kalung ini bermotif bunga matahari atau uang logam.

10) Gelang, cincin, dan hiasan pergelangan kaki.

2. Baju Mantenan

Pakaian adat Jawa Timur yang kedua adalah Baju Mantenan. Dalam bahasa Jawa, manten memiliki arti pengantin. Sesuai namanya, baju ini digunakan oleh pasangan pengantin laki-laki dan perempuan. Model pakaian ini dulunya sering dipakai oleh para raja Jawa kuno.

Baju Mantenan untuk pria terbuat dari kain beludru hitam dan berupa beskap (jas resmi dalam tradisi Jawa Mataraman) yang bagian depan dan belakangnya tidak sama panjangnya. Kalau ingin tahu beskap itu seperti apa, Grameds bisa mengingat-ingat baju yang sering dikenakan oleh Legenda Campur Sari Indonesia, Didi Kempot.

Beskap tersebut didominasi oleh motif berwarna emas yang terbuat dari kawat. Konon, dulunya kawat tersebut terbuat dari emas, namun seiring dengan waktu dan mengingat harga emas yang tinggi, bahan kawat bisa dimodifikasi.

Pada wanita, kemben merupakan pakaian yang pertama kali digunakan. Kemben sendiri merupakan kain yang digunakan untuk melilit tubuh wanita bagian dada dan perut. Setelah kemben, baru pakaian manten dikenakan untuk menutupi bagian tubuh yang masih terbuka. Baju Manten berbahan sama dengan pakaian pria namun motif yang dipilih terkesan lebih feminim.

Untuk bawahan Baju Manten, baik pria maupun wanita, menggunakan jarik bermotif batik. Motif batik yang dipilih seragam untuk menguatkan kesamaan sebagai pasangan.

Pengantin pria mengenakan kalung yang terbuat dari bunga melati. Sementara mempelai wanita menggunakan rantai melati yang diikat di belakang kepala dan dibiarkan menjuntai ke depan pundak sampai ke perut.

Untuk penutup kepala sendiri bermacam-macam. Ada yang mengenakan blangkon, odheng, peci, dan topi sultan. Sementara untuk wanitanya menggunakan mahkota yang diberi melati. Selain penutup kepala, dapat ditemui beberapa aksesoris lain seperti senjata, sepatu, dan lain-lain sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak mempelai.

Dengan satu set pakaian tersebut, mempelai pria dan wanita diharapkan memiliki aura raja dan ratu. Cantik dan tampan, mempesona, dan berwibawa.

3 Pakaian Cak dan Ning

Pakaian adat Jawa Timur yang ketiga adalah baju Cak dan Ning. Jika di Jakarta ada festival Abang dan None, maka di Jawa Timur dapat ditemui festival serupa dengan nama Cak dan Ning. Festival ini merupakan ajang kompetisi unjuk prestasi pemuda-pemudi di Surabaya. Cak merupakan panggilan untuk laki-laki dan Ning merupakan panggilan untuk perempuan.

Baju untuk Cak berupa beskap lengan panjang yang dihiasi dengan beberapa aksesoris terutama di depan dada sebelah kanan. Cak mengenakan odheng sebagai penutup kepala. Bagian bawahan ada yang mengenakan celana panjang yang dibungkus kain batik pendek di atas lutut dan ada juga yang mengenakan jarik panjang bermotif batik hingga mata kaki. Dengan demikian, Cak yang mengenakan setelan baju ini diharapkan tampak cerdas, tampan, kekinian, dan intelek.

Baju untuk Ning berupa pakaian kebaya dengan warna yang beragam dengan paduan bawahan berupa kain jarik bermotif batik. Pada awalnya, rambut pada Ning menggunakan bun (sanggul). Karena itu kain yang digunakan untuk menutup kepala (dengan membiarkan sebagian rambut terlihat) seperti kerudung namun berbeda dengan jilbab.

Namun saat ini ada beberapa modifikasi seperti penggunaan jilbab atau syal yang dibentangkan melalui bahu. Dengan demikian, Ning yang mengenakan setelan baju ini diharapkan tampak sederhana, cantik, cerdas, dan merakyat.

4. Baju Gothil dan Celana Komprang

Baju Ghotil merupakan kaos polos berwarna hitam dan berlengan panjang. Kaos ini memiliki ukuran yang longgar jika dipakai. Sederhana memang. Kaos ini seringkali dipakai oleh pria warok Ponorogo. Pakaian ini juga bisa Grameds temukan saat menonton pertunjukan Reog Ponorogo.

Sementara itu, Celana Komprang merupakan pasangan dari Baju Gothil. Ukurannya yang besar dan longgar saat dipakai seolah memberi ruang pada penggunanya untuk menikmati ruang gerak. Bentuk celana ini cukup unik, ditambah lagi celana ini dijahit dengan teknik khusus.

Di bagian pinggang, celana diberi kolor yang terbuat dari bahan lawe dengan ujungnya yang menjuntai ke bawah. Bentuk ini dapat menambah kesan gagah dan sangar bagi pemakainya.

5. Batik

Jangan dikira bati hanya ada di Jawa Tengah. Di Jawa Timur juga terdapat banyak pengrajin batik. Salah satunya adalah batik Madura memiliki nilai seni yang tinggi di kalangan wisatawan mancanegara.

6. Odheng

Odheng merupakan ikat kepala yang digunakan oleh kaum laki-laki di Jawa Timur, dan seringkali digunakan sebagai aksesoris pelengkap agar tampak lebih sedap dipandang mata. Odheng seringkali digunakan dalam acara adat, festival, karnaval, upacara, peringatan hari kemerdekaan, wisuda, welcome party, dan lain-lain.

Odheng biasanya terbuat dari kain batik dan berbentuk segitiga. Jika dilihat sekilas, odheng tampak mirip dengan blangkon meski sebenarnya keduanya berbeda. Ukuran peci pada odheng dapat diatur sesuai dengan lingkar kepala pemakainya.

Motif yang seringkali digunakan pada odheng adalah santapan dan tapoghan. Odheng santapan memiliki motif storjoan atau telaga biru yang memiliki warna merah soga. Sementara odheng tapoghan berwarna merah soga dengan motif lidah api atau bunga. Saat menggunakan odheng santapan, rambut Anda tertutup oleh bagian penutup kepala sementara saat menggunakan odheng tapoghan, rambut Anda tidak tertutup oleh kain.

7. Katemang

Katemang merupakan ikat pinggang atau sabuk yang bisa disebut dengan Katemang Kalep. Bentuknya berbeda dengan sabuk pada umumnya. Sabuk ini memiliki sisi yang lebih lebar dan memiliki kantong di bagian depan untuk menyimpan uang. Bahan katemang terbuat dari kulit sapi polosan tanpa desain, motif, ataupun pola.

8. Keris dan Clurit

Keris merupakan aksesoris tambahan yang biasa digunakan oleh pria dalam budaya masyarakat Jawa Timur. Biasanya keris digunakan saat acara formal yang berhubungan adat istiadat, misalkan saja saat menikah. Tujuan pengantin pria membawa keris agar tampak berani, gagah, dan tegas sebagai kepala rumah tangga.

Sementara Clurit merupakan senjata khas orang Madura yang digunakan sebagai senjata carok. Clurit telah melegenda di Madura karena identik dengan perjuangan tokoh dari Madura yang bernama Sakera.

9. Tarompah

Tarompah merupakan alas kaki yang banyak digunakan oleh masyarakat Jawa Timur ketika mengenakan pakaian adat mereka. Umumnya, tarompah terbuat dari bahan kulit sapi kualitas pilihan. Tarompah berbentuk seperti sandal jepit pada umumnya hanya saja tampak lebih kokoh dan kuat karena bahan dan penggunaannya disesuaikan dengan pakaian adat.

10. Penadhon

Penadhon merupakan pakaian adat Jawa Timur yang secara khusus digunakan oleh masyarakat Ponorogo. Sekilas pakaian yang bermodel kaos ini mirip dengan baju sakera pada setelan baju Pesa’an Madura. Bedanya pada bagian depan, pada kaos ini terdapat gambar reog atau barong yang menjadi ikon kesenian dari kota Ponorogo.

11. Sarong Bahan

Sarong bahan merupakan salah satu aksesoris lainnya yang dipakai bersamaan dengan pakaian utama adat Jawa Timur. Kain yang sering digunakan dalam pembuatannya adalah kain katun, kain sutra, atau juga kain satin yang nyaman digunakan karena berkualitas tinggi.

Warna yang seringkali digunakan adalah warna mencolok dan beragam seperti hijau kotak-kotak, biru kotak-kotak, atau kuning keemasan. Cara menggunakan sarong bahan diselempangkan pada bahu di salah satu bahu. Untuk wanita, sarong bahan dapat digunakan secara khusus sebagai kerudung.

Grameds, kurang lebih demikianlah pembahasan kita mengenai pakaian adat Jawa Timur. Gramedia selalu siap menjadi #SahabatTanpaBatas dengan menyajikan buku-buku terbaik kami untuk Anda.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien


Page 2

Upacara Adat Sunda – Terdapat berbagai upacara adat Sunda yang masih sering dijalankan hingga saat ini. Salah satunya ialah upacara adat Seren Taun yang banyak dilakukan di daerah Kuningan, Jawa Barat.

Upacara adat ini sendiri dilakukan sebagai bentuk rasa syukur terhadap hasil panen yang diperoleh. Selain menjadikan acara penyampaian rasa syukur, upacara adat ini juga kemudian akan dilakukan sebagai bentuk menyampaikan permohonan kepada Tuhan.

Simak penjelasan lebih lengkapnya mengenai upacara adat Sunda berikut ini.

Upacara Adat Sunda untuk Pernikahan

Pernikahan, sebagai suatu upacara sakral untuk mengikat janji nikah di hadapan hukum, agama, serta sosial. Dengan banyaknya adat serta kebudayaan di Indonesia, kemudian menjadikan Indonesia dengan beragam pernikahan adat.

Pernikahan adat Sunda sendiri termasuk yang memiliki prosesi cukup panjang. Pasalnya, rangkaian prosesi pernikahan kemudian tak hanya dijalankan di hari H pernikahan, tapi dalam kurun waktu beberapa hari sampai seminggu sebelum hari pernikahan dan sudah dibuka melalui beberapa prosesi pranikah adat Sunda.

Berikut rangkaian upacara, ritual, dan prosesi lengkap pernikahan adat Sunda.

1. Neundeun Omong (Menyimpan Janji)

Prosesi pernikahan adat Sunda pertama disebut juga sebagai Neundeun Omong atau menyimpan janji atau ucapan. Prosesi ini sendiri kemudian dapat dilakukan untuk memastikan sang calon pengantin wanita belum menerima lamaran dari orang lain. Kedua orang tua dari pihak pria kemudian akan menghampiri kedua orang tua dari pihak wanita dalam menanyakan hal ini.

Ritual ini sesungguhnya lebih sering dilakukan pada pernikahan zaman dahulu sebab pada zaman tersebut terdapat banyak anak yang belum akan dinikahkan padahal telah terjadi kesepakatan antara kedua pihak orang tua sebelumnya.

2. Narosan atau Nyeureuhan (Lamaran)

Dalam menindaklanjuti Neundeun Omong, prosesi lamaran pun kemudian dilakukan. Pada prosesi pernikahan adat Sunda ini, pihak keluarga dari calon mempelai pria kemudian akan menyerahkan Sirih lengkap beserta dengan uang pengikat sebagai isyarat bahwa pihak pria kemudian bersedia ikut membiayai pernikahan.

Selain itu, pihak calon pengantin pria juga akan memberikan cincin meneng atau cincin belah rotan sebagai tanda ikatan.

3. Nyanggakeun (Seserahan)

Prosesi selanjutnya ialah Nyandakeun atau seserahan di mana pihak calon mempelai pria kemudian menyerahkan beberapa perlengkapan untuk pernikahan seperti di antaranya uang, pakaian, perabotan rumah tangga, makanan, dan lain sebagainya.

Begitu pula dari pihak calon mempelai Wanita yang akan membalas dengan seserahan yang diberikan kepada pihak laki-laki.

Prosesi seserahan pada pernikahan adat Sunda biasanya juga dilakukan tujuh sampai satu hari sebelum hari pernikahan dilangsungkan. Dekorasi yang tepat kemudian akan membuat suasana pernikahan menjadi lebih romantis dan hangat.

Prosesi Ngeuyeuk Seureuh yang dipimpin oleh Pangeuyeuk. Pangeuyeuk kemudian akan mempersilahkan kedua calon pengantin saat meminta izin serta doa restu dari orang tua yang diiringi oleh lagu kidung Pangeuyeuk.

Calon pengantin kemudian akan disawer beras yang bermakna hidup sejahtera. Lalu digeprek dengan menggunakan sapu lidi yang disertai dengan nasehat, kain putih penutup Pangeuyeuk pun dibuka.

Kemudian dilanjutkan dengan pembelahan mayang jambe serta buah pinang oleh calon mempelai pria. Prosesi ini kemudian akan diakhiri dengan menumbukkan alu ke dalam lumpang sebanyak tiga kali oleh calon mempelai pria.

5. Membuat Lungkun

Ngeuyeuk Seureuh dapat dilakukan dalam waktu sehari sebelum acara pernikahan dilangsungkan. Prosesi ini kemudian hanya boleh dihadiri oleh orang tua kedua calon mempelai serta keluarga terdekat saja.

Kedua mempelai ini akan dihadapkan dengan dua lembar sirih yang bertangkai serta digulung memanjang. Setelah itu, akan diikat dengan benang kanteh, serta diikuti oleh kedua orang tua dan tamu undangan.

Prosesi pernikahan adat Sunda ini kemudian memiliki makna agar kelak dapat mendapatkan rezeki berlebihan yang akan dibagi kepada sanak saudara.

Prosesi kemudian dilanjutkan dengan Berebut Uang. Tata cara prosesi pernikahan adat Sunda yang satu ini sendiri dilaksanakan di bawah tikar dengan sambil disawer. Maknanya sendiri adalah berlomba-lomba dalam mencari rezeki serta disayang oleh keluarga.

7. Ngebakan atau Siraman Pernikahan

Mendekati pernikahan, prosesi siraman pun dilakukan. Prosesi ini bertujuan agar menyucikan calon mempelai wanita secara lahir dan batin. Biasanya acara berlangsung siang hari di kediaman calon mempelai wanita.

Prosesi ini kemudian akan dimulai dengan keluarnya calon mempelai wanita dari kamar dan digendong secara simbolis oleh sang ibu. Sementara sang ayah kemudian berjalan di depan dengan membawa lilin menuju tempat sungkeman.

9. Ngaras

Ngaras sebagai suatu permohonan izin dari calon mempelai wanita yang kemudian dilanjutkan dengan cara sungkem serta mencuci kaki kedua orang tua.

10. Pencampuran air siraman

Kemudian proses dilanjutkan dengan kedua orang tua yang mencampur air yang berasal dari tujuh macam bunga wangi atau disebut juga dengan bunga setaman.

11. Siraman

Proses ini akan diiringi oleh musik kecapi dan suling, calon mempelai wanita akan menuju tempat siraman dengan sebelumnya menginjak 7 helai kain. Prosesi siraman juga akan dimulai dengan ibu, ayah, untuk kemudian dilanjutkan oleh para sesepuh. Jumlah penyiram sendiri haruslah ganjil dan berkisar antara 7, 9, sampai 11 orang.

12. Ngerik atau Potong rambut

Pada prosesi pernikahan adat Sunda ini, rambut dari calon mempelai wanita akan dipotong sedikit sebagai lambang untuk mempercantik diri secara lahir dan batin untuk kemudian dilanjutkan dengan prosesi Ngeningan, yaitu dengan menghilangkan semua bulu-bulu halus pada area wajah, kuduk, membentuk sinom, serta membuat godeg dan kembang turi.

Upacara Adat Sunda untuk Kelahiran

Indonesia sebagai suatu negara kepulauan terbesar di dunia dengan keragaman suku serta kekayaan khasanah budaya nusantara. Meski perkembangan serta kemajuan teknologi kian meningkat, ternyata beberapa masyarakat masih tetap melestarikan serta menjunjung tinggi adat istiadat sebagai warisan nenek moyang.

Tak terkecuali juga pada suku Sunda yang berasal dari Jawa Barat. Masyarakat Sunda sendiri kemudian melaksanakan upacara adat istiadat dengan cara mengungkapkan rasa syukur serta memohon kesejahteraan serta keselamatan dunia akhirat.

Biasanya, prosesi adat istiadat ini akan dilakukan pada momen-momen terpenting dalam hidup, salah satunya adalah pada momen-momen kelahiran bayi. Terdapat 7 upacara adat Sunda usai menyambut kelahiran sang buah hati ke dunia. Apa sajakah itu? Berikut beberapa di antaranya.

1. Upacara Memelihara Tembuni

Upacara adat yang pertama ialah dengan merawat tembuni atau usai persalinan agar bayi selamat serta berbahagia. Tembuni sendiri berarti plasenta bayi atau biasa juga disebut dengan ari-ari.

Menurut kepercayaan masyarakat Sunda, tembuni merupakan saudara bayi sehingga tak boleh dibuang secara sembarangan dan harus dilakukan melalui ritual khusus saat mengubur atau Ketika menghanyutkannya.

Bersamaan dengan kelahiran bayi, tembuni kemudian dibersihkan serta diletakan ke dalam pendil atau kendi untuk kemudian diberi bumbu-bumbu yakni garam, asam, serta gula merah. Terakhir, pendil ditutup dengan kain putih serta diberi bambu kecil agar kemudian tetap menerima udara.

Paraji (dukun bersalin) kemudian akan menggendong serta memayungi pendil hingga dikuburkan di area halaman rumah atau dihanyutkan ke sungai secara adat. Upacara penguburan tembuni ini sendiri disertai pembacaan doa untuk memohon keselamatan.

Di dekat kuburan tembuni akan diberikan pelita atau penerang yang terus menyala hingga tali pusat bayi lepas dari area perutnya

2. Upacara Nenjrag Bumi

Upacara nenjrag bumi merupakan adat memukulkan alu, atau tongkat tebal dari kayu ke arah bumi. Ritual ini sendiri dilakukan agar bayi kemudian kelak menjadi pemberani, tak mudah takut dan terkejut.

Terdapat dua cara yang dapat dipilih, yaitu memukulkan alu sebanyak tujuh kali ke bumi di dekat bayi atau dengan membaringkan bayi di atas pelupuh (lantai bambu yang dibelah-belah), dan dilanjutkan dengan sang ibu untuk menghentakkan kakinya ke pelupuh di dekat bayi.

3. Upacara Puput Puseur

Upacara puput puseur ini diawali dengan memotong tali pusar bayi. Setelah lepas, sang ibu atau indung kemudian akan meletakan tali pusar ke dalam kanjut kundang atau tas kain dan ditutup dengan bungkusan kasa berisi uang logam serta diikatkan pada perut bayi, maksudnya agar pusar tidak menyembul ke luar.

Upacara ini sendiri diadakan bersamaan dengan memberikan nama, membaca doa selamat, serta membagikan bubur merah dan bubur putih ke warga sekitarnya.

4. Upacara Ekahan

Mungkin kamu sudah tidak asing lagi dengan upacara adat Ekahan atau aqiqah. Upacara ini sendiri dilakukan untuk memanjakan rasa syukur kepada Tuhan sebagai ungkapan rasa syukur telah dikaruniai buah hati. Pada pelaksanaannya, upacara ini umumnya dilakukan setelah bayi berusia 7 hari, 14 hari, ataupun 21 hari.

Orang tua sang anak harus menyediakan domba atau kambing untuk kemudian disembelih dengan ketentuan dua ekor domba jika anak laki-laki serta seekor domba jika anak perempuan.

Prosesi penyembelihan ini juga disertai dengan pembacaan doa selamat serta pengharapan agar kelak anak tersebut menjadi orang saleh yang dapat menolong orang tuanya di akhirat. Seusai penyembelihan, daging kemudian akan dimasak dan dibagikan.

5. Upacara nurunkeun

Upacara nurunkeun merupakan suatu upacara mengenalkan bayi pada lingkungan sekitarnya. Paraji kemudian akan membawa bayi ke halaman rumah untuk kemudian untuk pertama kalinya sekaligus memberitahu tetangga bahwa bayi telah bisa dibawa ke luar rumah ataupun diajak berjalan-jalan.

Upacara ini juga dilaksanakan pada hari ketujuh setelah upacara puput puseur. Tak hanya itu, tuan rumah juga akan menyediakan berbagai masakan. Makanan ringan serta buah-buahan akan dibungkus dan digantung pada bambu melintang, sementara makanan berat diletakkannya di bawahnya.

Di bambu yang sama, dibuat pula ayunan kain untuk dapat menimang bayi selagi paraji membacakan doa. Seusai prosesi berakhir, tuan rumah kemudian akan mempersilahkan tamu menyantap makanan yang tersedia serta makanan ringan yang digantung pun dibagikan ke tamu anak-anak.

6. Upacara Cukuran

Mencukur rambut bayi kemudian dilakukan saat bayi memasuki usia 40 hari untuk membersihkan atau menyucikan rambut dari segala najis.

Sang bayi akan dibaringkan di tengah-tengah para tamu, kemudian disediakan pula wadah berisi air kembang dan gunting yang digantung perhiasan emas, seperti kalung, cincin dan gelang. Seraya para tamu bersholawat serta berdoa, beberapa dari mereka juga akan menggunting sedikit rambut bayi.

Buku-Buku Terkait

1. Tata Rias, Busana, dan Adat Pernikahan Sunda – Salamina

Seringkali modernisasi menjadi alasan kepraktisan dan menggusur nilai luhur budaya, sehingga sebuah pernikahan jadi kehilangan makna. Padahal prosesi pernikahan penuh arti untuk membekali calon mempelai mewujudkan niat suci diwariskan oleh budaya yang sangat tinggi dan adiluhung.

Tata rias pengantin dan tata cara pernikahan adat Sunda adalah salah satu rangkaian kebudayaan yang perlu ditularkan maknanya.

Buku ini memuat beragam wujud ‘kerja sama’ antara tradisi dan modernisasi sehingga tercipta suatu kolaborasi yang sangat kini, namun tetap sakral. Mulai dari konsep tata rias wajah, sanggul, busana, hingga tata upacara khas Sunda dikemas dengan unik di dalam setiap halaman.

Semoga buku ini menjadi wacana yang membuka wawasan bahwa warisan kebudayaan luar biasa ini harus tetap lestari. Sekalipun penerapannya disesuaikan dengan laju perkembangan zaman”.

2. Kuliner Populer Khas Sunda

Indonesia, kaya ragam budaya dan adat istiadat. Demikian juga dengan dunia kuliner. Dari Sabang sampai Merauke, beragam masakan khas daerah memperkaya kebudayaan Indonesia. Salah satunya adalah masakan khas Sunda.

Berbicara tentang masakan khas Sunda, tidak akan jauh-jauh dari beragam sayur lalapan dan sambal yang pedas membangkitkan selera. Tetapi masakan Sunda bukan hanya itu, ada banyak ragam jenis bahan dan olahan yang lezat dan membangkitkan selera.

Sumber daya alam yang melimpah membuat dunia kuliner masyarakat Sunda sangat kaya. Selain di-makan mentah seperti lalapan, masakan Sunda biasa dimasak dengan berbagai cara seperti digoreng, dibakar dibeuleum, direbus ikulub, dikuku siseupan, dan pepes/pais. Semua dapat Anda temui di buku ini.

3. Airbrush Make-up Part Two: for Traditional Brides Betawi Rias Besar

Tidak sekadar digunakan untuk merias pengantin internasional, atau make-up panggung nan heboh. Airbrush make-up sangat bisa digunakan untuk merias pengantin tradisional maupun tradisional modifikasi.

Kemampuan alat untuk berinovasi memberikan manfaat besar dalam merias pengantin tradisional yang sering serba menyeluruh, dari wajah hingga tubuh.

Chenny Han, beberapa tahun belakangan ini begitu serius menekuni teknik rias airbrush. Salah satu teknik rias yang memberikan kemampuan lebih pada setiap perias dalam menuangkan kreativitasnya tanpa batas.

Teknik yang kelihatannya sulit bagi orang awam ini, ternyata mampu dikuasai dalam tempo beberapa jam saja. Dengan demikian tidak ada alasan untuk tidak menguasai ilmu merias dengan teknologi modern.

Dalam buku ini dapat dilihat kecanggihan teknik airbrush make-up dalam mengaplikasi kreativitas pada riasan pengantin tradisional modifikasi. Hasilnya, ide-ide baru mengalir deras, membuat dunia rias merias wajah pengantin semakin kaya dalam penampilan. Khususnya pengantin tradisional modifikasi yang selama ini terikat pada satu pola yang sama.

Saatnya untuk terus berkreasi.Buku ini merupakan lanjutan dari buku Airbrush Make-up Part One for Traditional Brides: Solo Basahan, Solo Putri, Jogja Paes Ageng, Yogya Puteri. Kali ini Chenny Han berkreasi dengan tata rias pengantin Betawi dan Sunda.

Demikian ulasan mengenai upacara adat Sunda dan hal-hal terkait yang bisa kamu baca di buku-buku yang tersedia di Gramedia.com. Gramedia selalu memberikan produk-produk terbaik agar kamu memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Sofyan

BACA JUGA:

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien