Rumusan Masalah apa yang akan Ananda dibuktikan dengan percobaan tersebut

Lihat Foto

KOMPAS.com/ARUM SUTRISNI PUTRI

Ilustrasi teks laporan percobaan.

KOMPAS.com - Teks laporan percobaan adalah teks berisi proses dan hasil percobaan. Berikut ini pengertian, tujuan dan fungsi, struktur, serta contoh teks laporan percobaan:

Di sekolah kita pasti pernah melakukan percobaan, baik yang rumit maupun sederhana. Segala proses dan hasil dari percobaan dituangkan dalam bentuk laporan.

Menurut Yusuf Tapehe dalam Statistika dan Rancangan Percobaan (2014), percobaan adalah penyelidikan terencana untuk mendapatkan fakta baru atau untuk memperkuat atau menolak hasil-hasil percobaan terdahulu.

Percobaan juga berkaitan dengan penelitian.

Dalam Keterampilan Menulis (2016) karya H Dalman, laporan penelitian adalah hal untuk menuangkan hasil kerja setelah dilaksanakan penelitian, serta keadaan, dan kondisi yang terjadi ketika penelitian itu berlangsung dalam bentuk dokumen.

Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa laporan percobaan adalah teks yang berisi seluruh proses, kondisi, dan hasil penyelidikan terencana.

Baca juga: Teks Laporan Hasil Observasi

Laporan percobaan memilihi tujuan sekaligus fungsi. Berikut ini penjelasan singkat mengenai tujuan dan fungsi laporan percobaan.

  • Sarana untuk mendokumentasikan hasil kegiatan observasi.
  • Menyusun secara sistematis inovasi terbaru dengan teknik atau cara yang belum dilakukan pada percobaan sebelumnya.
  • Memperlihatkan lebih jelas fakta obyektif dalam sebuah percobaan.
  • Menambah dan memperkaya pengetahuan. Percobaan yang telah dilakukan dapat menambah pilihan atau alternatif solusi lain yang bisa digunakan untuk percobaan yang akan datang.
  • Menyempurnakan atau mencari tahu kesalahan yang terjadi pada percobaan sebelumnya.
  • Menjadi referensi atau sumber informasi yang akurat karena disusun berdasarkan dengan data dan fakta.
  • Memberi uraian detail dengan efisien mengenai kondisi atau keadaan yang terjadi dalam suatu percobaan.
  • Menjadi bentuk tanggung jawab dari dari sebuah tugas, kegiatan observasi, atau penelitian.

Agar lebih memahami mengenai laporan percobaan, perhatikan struktur teks laporan percobaan disertai dengan contoh berikut.

Baca juga: Pengertian Teks Laporan Hasil Observasi dan Contohnya

Menyebutkan secara lengkap obyek penelitian dengan metode atau teori yang dipakai. Contohnya: Percobaan Rangkaian Listrik Seri dan Paralel

Berisi latar belakang percobaan dan pengertian-pengertian dari obyek atau subyek yang dibahas. Contohnya:

Ketika kita melakukan penelitian atau percobaan, tentu salah satu produk yang harus kita hasilkan adalah laporan hasil percobaan. Dengan begitu, orang lain mengetahui latar belakang, tujuan, metode, hingga hasil yang kita dapatkan setelah melakukan percobaan tersebut. Kita dapat menyusun hasil percobaan dalam bentuk teks laporan percobaan.

Beberapa tujuan dari teks laporan percobaan adalah untuk memaparkan tujuan, proses, dan hasil dari percobaan yang telah dilakukan. Dengan begitu, penulis maupun pembaca dapat mengevaluasi kebenaran hasil eksperimen dari proses pembuatan hingga alat dan bahan yang digunakan dalam eksperimen.

Teks laporan percobaan juga disusun untuk mengetahui hasil dari percobaan, bahkan sebelum dilakukan. Hal ini karena kita telah mengkaji teks-teks percobaan terdahulu, sehingga kita dapat membayangkan hasil dari eksperimen yang akan kita lakukan. Selain itu, studi terdahulu juga membantu kita untuk menyusun hipotesis yang akan diuji kebenarannya dalam eksperimen.

Ciri-ciri laporan hasil percobaan

Ciri-ciri teks laporan ini adalah memuat teks observasi dan latar belakang dari pengujian atau percobaan atas subjek atau objek penelitian. Kemudian, teks juga memaparkan tujuan percobaan serta bahan dan alat yang digunakan. Proses pelaksanaan percobaan dan pengamatan juga dijelaskan di dalam teks. Pencatatan hasil percobaan serta pemaparan kesimpulan. Beberapa contoh teks ini adalah teks eksperimen, karya ilmiah, dan laporan praktikum.

(Baca juga: Jenis-Jenis Paradigma dalam Penelitian Sosial)

Ketika menyusun laporan ini, kita perlu menuliskan proses dan hasil pengamatan sesuai fakta yang kita temukan di lapangan. Jangan mengada-ada hasil eksperimen hanya supaya hipotesis yang kita ajukan benar. Dalam penelitian, hipotesis yang salah pun bukan berarti eksperimen kita salah. Hipotesis yang salah juga menunjukkan informasi baru bahwa eksperimen yang kita lakukan rupanya tidak memberikan hasil yang kita duga atau inginkan.

Selain itu, teks laporan percobaan harus bersifat objektif dan tidak mengandung kalimat-kalimat prasangka atau pemihakan. Perhatikan pula tata bahasa yang digunakan dan susunan kata dalam kalimat karena kompetensi kita dapat dilihat dari penulisan laporan.

Ada beberapa langkah yang dapat kita lakukan untuk memudahkan kita menyusun teks laporan percobaan. Pertama, kita perlu menulis struktur atau gambaran kasar dari teks. Struktur tersebut akan membantu kita dalam menulis laporan yang rapi dan sistematik. Kita dapat memulainya dengan menulis judul, tujuan dari percobaan, alat dan bahan yang digunakan, serta langkah-langkah yang dilakukan.

Kedua, akan lebih menarik jika proses dan hasil percobaan kita sajikan dalam bentuk grafik, tabel, bagan, maupun gambar. Dengan begitu, pembaca akan lebih mudah memahami isi teks kita. Ketiga, setelah kita selesai menyusun kerangka, jangan lupa untuk mengembangkannya ke dalam teks atau paragraf yang lebih rinci. Perhatikan tata bahasa dan penulisan yang kita gunakan. Jangan lupa untuk membaca kembali teks yang telah kita tulis supaya tidak ada kesalahan pengetikan ataupun kalimat-kalimat yang tidak logis.

Hipotesis atau anggapan dasar adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.[1] Dugaan jawaban tersebut merupakan kebenaran yang sifatnya sementara, yang akan diuji kebenarannya dengan data yang dikumpulkan melalui penelitian.

Hubungan antara hipotesis dan teori

Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti.[2] Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut.[2] Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala.[2] Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen.[2] Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori.[2]

Contoh:

Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa (karena langit mendung, maka...) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila ternyata beberapa saat kemudian hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis. Namun, apabila ternyata tidak turun hujan, maka hipotesisnya dinyatakan keliru.

Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo = di bawah;thesis = pendirian, pendapat yang ditegakkan, kepastian.[3]

Artinya, hipotesis merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti kaidah-kaidah berpikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah.[3] Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesis ini sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan makna di dalamnya.[3]

Ketika berpikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya.[3] Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atau proposisi yang mengatakan bahwa di antara sejumlah fakta ada hubungan tertentu.[3] Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu di antaranya, yaitu penelitian sosial.[4]

Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu.[3] Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah.[3] Sehingga, dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.[4]

Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah, khususnya penelitian kuantitatif.[2] Terdapat tiga alasan utama yang mendukung pandangan ini, di antaranya:[5]

  1. Hipotesis dapat dikatakan sebagai peranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat dijelaskan melalui teori mengenai konflik.
  2. Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar atau di falsifikasi.
  3. Hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.

Hipotesis dalam penelitian

Walaupun hipotesis penting sebagai arah dan pedoman kerja dalam penelitian, tidak semua penelitian mutlak harus memiliki hipotesis.[6] Penggunaan hipotesis dalam suatu penelitian didasarkan pada masalah atau tujuan penelitian.[2] Dalam masalah atau tujuan penelitian tampak apakah penelitian menggunakan hipotesis atau tidak.[2] Contohnya yaitu Penelitian eksplorasi yang tujuannya untuk menggali dan mengumpulkan sebanyak mungkin data atau informasi tidak menggunakan hipotesis.[2] Hal ini sama dengan penelitian deskriptif, ada yang berpendapat tidak menggunakan hipotesis sebab hanya membuat deskripsi atau mengukur secara cermat tentang fenomena yang diteliti,[7] tetapi ada juga yang menganggap penelitian deskriptif dapat menggunakan hipotesis.[8] Sedangkan, dalam penelitian penjelasan yang bertujuan menjelaskan hubungan antar-variabel adalah keharusan untuk menggunakan hipotesis.[9]

Fungsi penting hipotesis di dalam penelitian, yaitu:[10]

  1. Untuk menguji teori,
  2. Mendorong munculnya teori,
  3. Menerangkan fenomena sosial,
  4. Sebagai pedoman untuk mengarahkan penelitian,
  5. Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang akan dihasilkan.

Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar.[2] Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian.[2] Meskipun hipotesis telah memenuhi syarat secara proporsional, jika hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga sukar diuji secara nyata.[4]

Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni:[11]

  1. Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.
  2. Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empiris adalah harus mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
  3. Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi, ukuran, atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.
  4. Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan preferensi subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.
  5. Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik metode pengamatan, pengumpulan data, analisis data, maupun generalisasi.
  6. Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan yang sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan eksplisit yang diharapkan di antara variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan negatif). Satu hipotesis menyatakan bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan antara X dan Y dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari waktu, ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan hubungan yang diharapkan di antara variabel, sebagaimana kondisi di bawah hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan hal tersebut, teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan hipotesis yang dapat diteliti karena dalam teori dijelaskan arah hubungan antara variabel yang akan dihipotesiskan.
  7. Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara variabel dibuat secara eksplisit.

Tahap-tahap pembentukan hipotesis pada umumnya sebagai berikut:

  1. Penentuan masalah.[3]Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat diterangkan berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang sudah diketahui.[3] Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan perumusan yang tepat.[3] Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah.[3]
  2. Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis).[4]Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan.[4] Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah.[3] Tanpa hipotesis preliminer, pengamatan tidak akan terarah.[4] Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan dengan masalah yang dihadapi.[3] Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian, hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian, namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.[4]
  3. Pengumpulan fakta.[3]Dalam penalaran ilmiah, di antara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis preliminer yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.[3]
  4. Formulasi hipotesis.[3]Pembentukan hipotesis dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata apa-apa tentang hal ini.[3] Hipotesis diciptakan saat terdapat hubungan tertentu di antara sejumlah fakta.[3] Sebagai contoh sebuah anekdot yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesis, diceritakan bahwa sebuah apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal dengan hukum gravitasi.[3]
  5. Pengujian hipotesis Artinya, mencocokkan hipotesis dengan keadaan yang dapat diamati[3] dalam istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi(pembenaran).[3] Apabila hipotesis terbukti cocok dengan fakta maka disebut konfirmasi.[3] Falsifikasi(penyalahan) terjadi jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesis tidak sesuai dengan hipotesis. Bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesis tidak terbantah oleh fakta yang dinamakan koroborasi (corroboration).[3] Hipotesis yang sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.[3]
  6. Aplikasi/penerapan.[3]Apabila hipotesis itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan (dalam istilah ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta.[3] Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.[3]

Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris.[12] Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis.[12] Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.[12] Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian.[12] Sebab, teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian.[12] Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.[12]

Agar teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan diukur dalam kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam bentuk yang nyata yang dapat diamati dan diukur.[12] Cara yang umum digunakan ialah melalui proses operasionalisasi, yaitu menurunkan tingkat keabstrakan suatu teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang menunjuk fenomena empiris atau ke dalam bentuk proposisi yang dapat diamati atau dapat diukur.[12] Proposisi yang dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan antar-variabel.[12] Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis.[12]

Jika teori merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-konsep (pada tingkat abstrak atau teoritis), hipotesis merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-variabel (dalam tingkat yang konkret atau empiris).[12] Hipotesis menghubungkan teori dengan realitas sehingga melalui hipotesis dimungkinkan dilakukan pengujian atas teori dan bahkan membantu pelaksanaan pengumpulan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian.[12] Oleh sebab itu, hipotesis sering disebut sebagai pernyataan tentang teori dalam bentuk yang dapat diuji (statement of theory in testable form), atau kadang-kadang hipotesis didefinisikan sebagai pernyataan tentatif tentang realitas (tentative statements about reality).[12]

Oleh karena teori berhubungan dengan hipotesis, merumuskan hipotesis akan sulit jika tidak memiliki kerangka teori yang menjelaskan fenomena yang diteliti, tidak mengembangkan proposisi yang tegas tentang masalah penelitian, atau tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan teori yang ada.[13] Kemudian, karena dasar penyusunan hipotesis yang reliabel dan dapat diuji adalah teori, tingkat ketepatan hipotesis dalam menduga, menjelaskan, memprediksi suatu fenomena atau peristiwa atau hubungan antara fenomena yang ditentukan oleh tingkat ketepatan atau kebenaran teori yang digunakan dan yang disusun dalam kerangka teoritis.[12] Jadi, sumber hipotesis adalah teori sebagaimana disusun dalam kerangka teoritis. Karena itu, baik-buruknya suatu hipotesis bergantung pada keadaan relatif dari teori penelitian mengenai suatu fenomena sosial disebut hipotesis penelitian atau hipotesis kerja.[12] Dengan kata lain, meskipun lebih sering terjadi bahwa penelitian berlangsung dari teori ke hipotesis (penelitian deduktif), kadang-kadang sebaliknya yang terjadi.[12]

  1. ^ Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Hal.10
  2. ^ a b c d e f g h i j k (Inggris) Uma Sakaran, Research Methods for Business: A Skill Building Approach, second edition, New York: John Wiley& Sons, Inc, 1992, page. 7-19
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif. Soekadijo.R.G. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1993
  4. ^ a b c d e f g (Inggris) Paul.D. Leedy and Jeanne.E. Ormrod. Practical Research: Planning and Design Research Edisi 8 [2005]. Ohio: Pearson Merrill Prentice Hall. Page 156-209
  5. ^ (Inggris) Fred N. Kerlinger. 1995. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Diterjemahkan oleh Landung R. Simatupang. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hal. 30
  6. ^ (Inggris) James A. Black dan Dean J. Champion. 1992. Metoda dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung, Eresco, hal.121.
  7. ^ Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, penyunting. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES, hal. 5.
  8. ^ (Inggris) L.R. Gay and P.L. Diehl.1992. Research Methods for Bussiness and Management. New York: MacMillan Publishing Company, page. 65
  9. ^ Suharsimi Arikunto.1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara, hal. 64.
  10. ^ Kenneth D. Bailey. 1986. Methods of Social Research, 3rd ed. Free Press: London, Page. 41
  11. ^ (Inggris) Creswell, John W. 2003. Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, Second Edition. California: Sage Publication, page. 73
  12. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p (Inggris) Robert B. Burns. 2000. Introduction to Research Methods. 4th Edition. French Forest NSW: Longman, page. 106-116.
  13. ^ (Inggris) Nan Lin. 1976. Foundations of Social Research. New York: MacGraw-Hill Book Company, page. 8-25

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hipotesis&oldid=18948838"

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA