Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
27
Dengan demikian, pembuat undang-undang menghendaki agar mata kuliah Pendidikan Pancasila berdiri sendiri sebagai mata kuliah wajib di perguruan
tinggi.
Aktivitas: Anda dipersilakan untuk mencari informsi dari berbagai sumber tentang
dinamika Pendidikan Pancasila di universitasperguruan tinggi Anda, apakah terjadi pasang surut pelaksanaan pendidikan Pancasila.
Kemudian Anda dipersilakan untuk mendiskusikan dengan teman sekelompok dan menyusunbuat kesimpulan secara tertulis untuk diserahkan kepada dosen.
2. Tantangan Pendidikan Pancasila
Menurut Abdulgani 1979:14 “Pancasila adalah leitmotive dan leitstar,
dorongan pokok dan bintang penunjuk jalan. Tanpa adanya leitmotive dan leitstar Pancasila ini, kekuasaan negara akan menyeleweng. Dan penyelewengan harus
dicegah. Karena itu Pancasila Dasar Filsafat dan Dasar Moral harus didahulukan
.” Agar Pancasila menjadi dorongan pokok dan bintang penunjuk jalan bagi generasi penerus pemegang estafet kepemimpinan nasional, maka nilai-
nilai Pancasila harus dididikkan kepada para mahasiswa melalui mata kuliah Pendidikan Pancasila.
Tantangannya ialah bagaimana agar mata kuliah Pendidikan Pancasila dapat diselenggarakan di berbagai program studi dengan menarik dan efektif.
Tantangan ini dapat berasal dari internal perguruan tinggi misalnya faktor ketersediaan sumber daya, dan spesialisasi program studi yang makin tajam
yang menyebabkan kekurangtertarikan sebagian mahasiswa terhadap Pendidikan Pancasila. Sedangkan tantangan yang bersifat eksternal antara lain adalah krisis
keteladanan dari para elite politik, dan maraknya gaya hidup hedonistik di dalam masyarakat.
Setelah memperhatikan uraian di atas, Anda diminta untuk menganalisis penggalan-penggalan pidato kebangsaan yang disampaikan oleh mantan Presiden
dan Presiden Republik Indonsia untuk lebih memahami dinamika dan tantangan Pancasila pada era globalisasi seperti berikut ini
28
Pidato Presiden Ketiga RI, BJ Habibie tanggal 1 juni 2011
….Sejak 1998, kita memasuki era reformasi. Di satu sisi, kita menyambut gembira munculnya fajar reformasi yang diikuti gelombang demokratisasi di berbagai
bidang. Namun bersamaan dengan kemajuan kehidupan demokrasi tersebut, ada sebuah pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan bersama: Di manakah
Pancasila kini berada? Pertanyaan ini penting dikemukakan karena sejak reformasi 1998, Pancasila
seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila seolah hilang dari
memori kolektif bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun
kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan
demokrasi dan kebebasan berpolitik. Mengapa hal itu terjadi? Mengapa seolah kita melupakan Pancasila?
Para hadirin yang berbahagia, Ada sejumlah penjelasan, mengapa Pancasila seolah lenyap dari kehidupan
kita. Pertama, situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah berubah baik di tingkat domestik, regional maupun global. Situasi dan lingkungan kehidupan
bangsa pada tahun 1945 -- 66 tahun yang lalu -- telah mengalami perubahan yang amat nyata pada saat ini, dan akan terus berubah pada masa yang akan
datang. Beberapa perubahan yang kita alami antara lain: 1 terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya;
2 perkembangan gagasan hak asasi manusia HAM yang tidak diimbangi dengan kewajiban asasi manusia KAM;
3 lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, di mana informasi menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam berbagai aspek
kehidupan, tapi juga yang rentan terhadap manipulasi informasi dengan segala dampaknya.
Ketiga perubahan tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa Indonesia, sebagaimana terlihat dalam pola hidup masyarakat
pada umumnya, termasuk dalam corak perilaku kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini. Dengan terjadinya perubahan tersebut diperlukan
reaktualisasi nilai-nilai pancasila agar dapat dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam menjawab berbagai persoalan yang dihadapi saat ini dan yang
akan datang, baik persoalan yang datang dari dalam maupun dari luar. Kebelum- berhasilan kita melakukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila tersebut
menyebabkan keterasingan Pancasila dari kehidupan nyata bangsa Indonesia. Kedua, terjadinya euphoria reformasi sebagai akibat dari traumatisnya
29
masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu yang mengatasnamakan Pancasila. Semangat generasi reformasi untuk menanggalkan
segala hal yang dipahaminya sebagai bagian dari masa lalu dan menggantinya dengan sesuatu yang baru, berimplikasi pada munculnya ‘amnesia nasional
tentang pentingnya kehadiran Pancasila sebagai grundnorm norma dasar yang mampu menjadi payung kebangsaan yang menaungi seluruh warga yang
beragam suku bangsa, adat istiadat, budaya, bahasa, agama dan afiliasi politik. Memang, secara formal Pancasila diakui sebagai dasar negara, tetapi tidak
dijadikan pilar dalam membangun bangsa yang penuh problematika saat ini. Sebagai ilustrasi misalnya, penolakan terhadap segala hal yang berhubungan
dengan Orde Baru, menjadi penyebab mengapa Pancasila kini absen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Harus diakui, di masa lalu memang terjadi
mistifikasi dan ideologisasi Pancasila secara sistematis, terstruktur dan massif yang tidak jarang kemudian menjadi senjata ideologis untuk mengelompokkan
mereka yang tak sepaham dengan pemerintah sebagai tidak Pancasilais atau anti Pancasila . Pancasila diposisikan sebagai alat penguasa melalui monopoli
pemaknaan dan penafsiran Pancasila yang digunakan untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan. Akibatnya, ketika terjadi pergantian rezim di era
reformasi, muncullah demistifikasi dan dekonstruksi Pancasila yang dianggapnya sebagai simbol, sebagai ikon dan instrumen politik rezim sebelumnya. Pancasila
ikut dipersalahkan karena dianggap menjadi ornamen sistem politik yang represif dan bersifat monolitik sehingga membekas sebagai trauma sejarah yang harus
dilupakan. Pengaitan Pancasila dengan sebuah rezim pemerintahan tententu, menurut saya,
merupakan kesalahan mendasar. Pancasila bukan milik sebuah era atau ornamen kekuasaan pemerintahan pada masa tertentu. Pancasila juga bukan representasi
sekelompok orang, golongan atau orde tertentu. Pancasila adalah dasar negara yang akan menjadi pilar penyangga bangunan arsitektural yang bernama
Indonesia. Sepanjang Indonesia masih ada, Pancasila akan menyertai perjalanannya. Rezim pemerintahan akan berganti setiap waktu dan akan pergi
menjadi masa lalu, akan tetapi dasar negara akan tetap ada dan tak akan menyertai kepergian sebuah era pemerintahan
www.republika.co.idberitanasionalumum110601lm43df-ini-dia-pidato- lengkap-presiden-ketiga-ri-bj-habibie
30
PIDATO KEBANGSAAN Presiden Republik Indonesia ke-5 Megawati Soekarnoputri
…. Saudara-saudara, Penerimaan atas pidato 1 Juni 1945 oleh keseluruhan anggota BPUPK sangat
mudah dimengerti, mengapa Pancasila diterima secara aklamasi. Hal ini bukan saja karenaintisari dari substansi yang dirumuskan Bung Karno memiliki akar
yang kuat dalam sejarah panjang Indonesia, tapi nilai-nilai yang melekat di dalamnya melewati sekatsekatsubyektifitas dari sebuah peradaban dan waktu.
Oleh karenanya, Pancasila dengan spirit kelahirannya pada tanggal 1 Juni 1945, bukan sebatas konsep ideologis,tetapi ia sekaligus menjadi sebuah konsep etis.
Contoh pesan etis ini terlihat jelas,dalam pelantikan Menteri Agama, tanggal 2 Maret 1962, Bung Karno memberikan wejangan pada KH. Saifuddin Zuhri yang
menggantikan KH. Wahib Wahab sebagai Menteri agama
, “Saudara adalah bukan saja tokoh dari masyarakat agama Islam, tetapi saudara adalah pula tokoh
dari bangsa Indonesia seluruhnya…..” Pesan etis ini menjadi sangat penting guna mengakhiri dikotomi Nasionalisme dan Islam yang telah berjalan
lama dalam politik Indonesia. Demikian juga, Pancasila pernah disalahtafsirkan semata-mata sebagai suatu
konseppolitik dalam kerangka membangun persatuan nasional. Padahal persatuan nasionalyang dimaksudkan oleh Bung Karno adalah untuk menghadapi
kapitalisme dan
imperialisme sebagai penyebab dari “kerusakan yang hebat pada kemanusiaan”.Kerusakan yang hebat pada kemanusiaan tersebut pernah
disampaikan oleh BungKarno sebagai manusia yang berada di abad 20. Bayangkan, kini yang berada di abad21, dan terbukti, bahwa apa yang
diprediksikan ternyata sangat visioner dan jauh kedepan, kini menjadi kebenaran dan fakta sejarah.
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, Dari sinilah kita mengerti, dalam suatu alur pikir Bung Karno yang termaktub di
dalam Trisakti 1964, yang digagas melalui perjuangan untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdiri di atas kaki sendiri di bidang
ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan. Apakah cita-cita di atas terlampau naif untuk dapat dicapai bangsa ini? Apakah kita tidak boleh bercita-
cita seperti itu? Salahkah jika sebagai bangsa memiliki cita-cita agar berdaulat secara politik? Saya merasa pasti dan dengan tegas mengatakan bahwa kita
semua akan menyatakan tidak. Bukankah sekarang kita merasakan adanya kebenarannya, bahwa dalam mencukupi kebutuhanpangan, energi, dan di dalam
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, kita merasa tidak lagi berdaulat sepenuhnya? Karena itulah, hal yang lebih penting melalui
peringatan Pancasila 1 Juni ini, bukanlah terletak pada acara seremoni belaka, tetapi kita letakkan pada hikmah dan manfaat bagibangsa kedepan untuk
menghadapi berbagai tantangan jaman yang kian hari semakin kompleks. Bagi saya peringatan kali ini mestinya merupakan jalan baru, jalan ideologis,
untuk mempertegas bahwa tidak ada bangsa besar jika tidak bertumpu pada ideologi yangmengakar pada nurani rakyatnya. Kita bisa memberikan contoh
31
negara seperti Jepang,Jerman, Amerika, Inggris, dan RRT, menemukan kekokohannya pada fondasi ideologi yang mengakar kuat dalam budaya
masyarakatnya. Sebab ideologi menjadi alasan,sekaligus penuntun arah sebuah bangsa dalam meraih kebesarannya. Ideologilah yang menjadi motif sekaligus
penjaga harapan bagi rakyatnya.Memudarnya Pancasila di matadan hati sanubari rakyatnya sendiri, telah berakibat jelas, yakni negeri ini kehilangan
orientasi, jatidiri, dan harapan. Tanpa harapan negeri ini akan sulit menjadi bangsa
yang besar karena harapan adalah salah satu kekuatan yang mampu memelihara daya
juang sebuah bangsa. Harapan yang dibangun dari sebuah ideologi akan mempunyai kekuatan yang maha dahsyat bagi sebuah bangsa, dan harapan
merupakan pelita besardalam jati diri bangsa. Guna menjawab harapan di atas, masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita
selesaikan. Sebab Pancasila akan dinilai, ditimbang, dan menemukan jalan kebesarannya melalui jejak-jejak tapak perjuangan. Perjuangan setiap pemimpin
danrakyat Indonesia sendiri. Perjuangan agar Pancasila bukan saja menjadi bintang penunjuk, tetapi menjadi kenyataan yang membumi. Tanpa itu kita akan
terus membincangkan Pancasila, tetapi tidak mampu membumikan dan melaksanakannya hingga akhirnya kita terlelap dalam pelukan Neo-kapitalisme
dan Neoimperialisme serta terbangunnya Fundamentalisme yang saat ini menjadi ancaman besar bagi bangsa dannegara kita. Demikian pula, Pancasila tidak akan
pernah mencapai fase penerimaan sempurna secara sosial, politik, dan budaya oleh rakyatnya, justru ketika alur benang merah sejarah bangsa dalam
perjalanan Pancasila dilupakan oleh bangsanya, dandipisahkan dengan penggalinya sendiri. Inilah salah satu tugas sejarah yang harus segera
diselesaikan. Demikian pula halnya dengan persoalan sumber rujukan, ketika kita menyatakan
Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum negara. Pertanyaan yang menohok bagi kita adalah, ketika para penyelenggara negara dan pembuat
Undang-undang harus merujuk, dokumen apakah yang bisa digunakan oleh mereka sebagai referensi tentang Pancasila? Pancasila yang bukan terus
diperbincangkan, tetapi referensi Pancasila yang membumi. Pertanyaan tersebut sangat sederhana, tetapi saya berkeyakinan dalam kurun 13 tahun reformasi,
menunjukkan kealpaan kita semua terhadap dokumen penting sebagai rujukan Pancasila dalam proses ketatanegaraan kita. Bukan Pancasila yang harus
diperbincangkan,
tetapi referensi
Pancasila yangmembumi.
beritasore.com20110601pidato-kebangsaan-presiden- republik-indonesia-ke-5-megawati-soekarnoputri
Pidato Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono 1 Juni 2011 Makna memperingati pidato bung Karno 1 Juni 1945 yang banyak dimaknai
sebagai hari Kelahiran Pancasila, menurut pendapat saya ada dua, pertama,adalah sebuah refleksi kesejarahan dan kontemplasi untuk mengingat
kembali gagasan cemerlang dan pemikiran besar bung Karno yang disampaikan
32
oleh beliau pada tanggal 1 Juni 1945. Ingat, pada saat itu para founding fathers kita tengah merumuskan dasar-dasar dari Indonesia merdeka. Memang berkali-
kali bung Karno mengatakan bahwa beliau bukan pembentuk atau pencipta Pancasila, melainkan penggali Pancasila, namun sejarah telah menorehkan tinta
emas, bahwa dijadikannya Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sangat terkait erat dengan peran dan pemikiran besar bung Karno.
Yang kedua,memperingati pidato 1 Juni 1945 adalah menjadi misi kita kedepan ini melakukan aktualisasi agar pikiran-pikiran besar dan fundamental itu terus
dapat diaktualisasikan guna menjawab tantangan dan persoalan yang kita hadapi di masa kini dan masa depan.
Hadirin yang saya muliakan, Namun disamping dua hal tadi yang mencerminkan pidato refleksi kesejarahan
pada kesempatan yang mulia ini, sekali lagi disamping kontemplasi dan aktualisasi,saya juga ingin menyampaikan tentang satu hal penting, yaitu sebuah
pemikiran tentang perlunya revitalisasi Pancasila, sebagai dasar dan ideologi negara dan sekaligus sebagai rujukan dan inspirasi bagi upaya menjawab
berbagai tantangan kehidupan bangsa. Saya yakin,yang ada di ruangan ini bahkan rakyat kita di seluruh tanah air bersetuju,Pancasila harus kita
revitalisasikan dan aktualisasikan. Pertanyaannya, bagaimana cara mengaktualisasikan yang efektif sehingga rakyat
kita bukan hanya menghayati tetapi juga mengamalkan nilai-nilai Pancasila?
….Sekali lagi saudara-saudara,ini sangat fundamental yaitu dasar dari Indonesia merdeka, dasar dari negara kita adalah ideologi Pancasila. Saudara-saudara,
akhir-akhir ini saya menangkap kegelisahan dan kecemasan banyak kalangan, melihat fenomena dan realitas kehidupan masyarakat kita termasuk alam pikiran
yang melandasinya. Apa yang terjadi pada tingkat publik kita ada yang cemas jangan-jangan dalam era reformasi demokratisasi dan globalisasi ini sebagian
kalangan tertarik dan tergoda untuk menganut ideologi lain, selain Pancasila. Ada juga yang cemas dan mengkhawatirkan jangan-jangan ada kalangan yang
kembali ingin menghidupkan pikiran untuk mendirikan negara berdasarkan agama.
Terhadap godaan, apalagi gerakan nyata dari sebagian kalangan yang memaksakan dasar negara selain Pancasila, baik dasar agama ataupun ideologi
lain sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, saya harus mengatakan dengan tegas bahwa, niat dan gerakan politik itu bertentangan dengan semangat
dan pilihan kita untuk mendirikan negara berdasarkan Pancasila. Gerakan dan paksaan semacam itu tidak ada tempat dibumi Indonesia. Jika gerakan itu
melanggar hukum tentulah tidak boleh kita biarkan, namun satu hal, cara-cara menghadapi dan menangani gerakan semacam itu haruslah tetap bertumpu pada
nilai-nilai demokrasi dan aturan hukum atau rule of law. Tidak boleh main tuding dan main tuduh, karena akan memancing aksi adu domba yang akhirnya
menimbulkan perpecahan bangsa. Disamping itu, negara tidak dapat dan tidak seharusnya mengontrol pandangan
dan pendapat orang seorang. We cannot and we should not control the mind of the people, kecuali apabila pemikiran itu dimanifestasikan dalam tindakan nyata
33
yang bertentangan dengan konstitusi, Undang-Undang dan aturan hukum lain, negara harus mencegah dan menindaknya.
Kuncinya saudara-saudara,negara mesti bertindak tegas dan tepat,tetapi tidak menimbulkan iklim ketakutan serta tetap dalam cara-cara yang demokratis dan
berlandaskan kepada rule of law. Negara harus membimbing dan mendidik warganya untuk tidak menyimpang dari konstitusi dan perangkat perundang-
undangan lainnya…. ….Akhirnya,saya telah menyampaikan dua substansi utama dalam pidato ini,
yang pertama tadi adalah refleksi dan kontempelasi pikiran-pikiran besar bung Karno, kemudian yang kedua adanya keperluan bagi kita untuk melakukan
revitalisasi nilai-nilai Pancasila melalui cara-cara yang efektif dan perlu kita garis bawahi melalui edukasi,sosialisasi dan keteladanan.
Dan pada kesempatan yang baik ini hadirin yang saya muliakan,saya ingin mengingatkan kembali bahwa Pancasila bukanlah doktrin yang dogmatis, tetapi
sebuah living ideology, sebuah working ideology. Sebagai ideologi yang hidup dan terbuka,Pancasila akan mampu melintasi dimensi ruang dan waktu.
setkab.go.idberita-1927-pidato-presiden-ri-1-juni-2011.html
Selain pidato dari 3 orang Presiden sebagaimana tersebut di atas coba Anda telusuri dari berbagai sumber tentang pidato Presiden RI yang lainnya yang
berkaitan dengan pentingnya pendidikan Pancasila dalam rangka membina karakter bangsa Indonesia.
E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pendidikan Pancasila untuk Masa
Video yang berhubungan