Refleksi tentang menghargai hidup dengan menghindari kekerasan dan membudayakan sikap cinta kasih

Academia.edu no longer supports Internet Explorer.

To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.

Refleksi tentang menghargai hidup dengan menghindari kekerasan dan membudayakan sikap cinta kasih

Refleksi tentang menghargai hidup dengan menghindari kekerasan dan membudayakan sikap cinta kasih
Lihat Foto

SHUTTERSTOCK

Ilustrasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pernahkah Anda bayangkan sebuah kehidupan antar manusia tanpa rasa cinta dan kasih sayang?

Psikolog Bona Sardo mengatakan, cinta dan kasih sayang merupakan salah satu kebutuhan yang sangat mendasar dalam hidup manusia.

"Manusia secara psikologis, antara lain juga memiliki kebutuhan untuk diterima, diakui, mencintai dan dicintai, merupakan salah satu dari beberapa kebutuhan mendasar," kata Bona saat dihubungi Kompas.com.

Sejak lahir, manusia bahkan sudah seharusnya mendapat cinta dan kasih sayang yang berkaitan dengan relasi atau interaksi manusia. Misalnya, bayi baru lahir mendapatkan cinta kasih dari orangtuanya yang merawatnya.

Tanpa cinta dan kasih sayang, hal-hal negatif dapat terus mengintai kehidupan. Hal yang bersifat negatif lebih banyak merugikan manusia itu sendiri.

Bona mengatakan, berdasarkan sebuah penelitian, orang-orang yang mengumbar kebencian, termasuk di media sosial, cederung lebih depresif dan secara kepribadian lebih banyak mengalami kecemasan dan kebencian.

Kebencian itu tak hanya terhadap orang lain, tetapi bisa juga terhadap dirinya sendiri.

"Kalau orang-orang yang lebih dominan menebarkan kata-kata atau hal yang sifatnya positif, netral, dan penuh cinta kasih, secara kepribadian lebih terbuka dengan pengalaman, tidak kaku, jadi terbuka dengan berbagai hal yang berbeda," tutur Bona.

Untuk itu, lanjut Bona, menumbuhkan cinta dan kasih sayang bisa dimulai dari keluarga. Caranya harus sangat konkret, misalnya makan bersama-sama di meja makan sambil membicarakan hal yang positif.

Bisa juga dengan mengungkapkan rasa cinta dan kasih dengan kata-kata dari orangtua ke anak dan sebaliknya.

Pada orang dewasa, menumbukan cinta dan kasih sayang bisa dimulai dengan berbuat baik dan menebar hal positif. Cobalah bertanya pada diri sendiri, adakah gunanya saling membenci sehingga kurang rasa cinta dan kasih sayang?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Jakarta -

Visi jihad di dalam Al-Quran sangat tegas menentang kekerasan. Untuk tujuan apapun, atas nama apa dan siapapun, serta kepada siapapun, bahkan untuk kepentingan agama Allah pun, cara-cara kekerasan harus tetap dihindari, sebagaimana ditegaskan di dalam ayat: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). (Q.S. al-Baqarah/2:256). Jihad, sekali lagi, pada hakikatnya bertujuan untuk menghidupkan orang dan mengangkat martabat kemanusiaan.

Allah juga dengan tegas melarang melakukan tindakan pembunuhan kepada orang yang tak berdosa: Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara lalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. (Q.S. al-Isra'/17:13).

Siapapun tidak boleh memandang enteng sebuah jiwa, karena Allah menegaskan: Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (Q.S. al-Maidah/5:32).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Begitu indahnya ayat tersebut sehingga Barack Obama dalam pidato ilmiahnya di Universitas Kairo Mesir pernah mengutip ayat itu. Menurut Obama sedemikian besar perhatian Tuhan terhadap nyawa dan jiwa setiap orang sehingga pernyataan ayat tersebut tidak pernah ditemukan di dalam kitab suci mana pun.

Jihad sesungguhnya untuk mewujudkan kedamaian makrokosmos (alam raya) dan mikrokosmos (manusia). Keseimbangan antara alam dan manusia serta makhluk hidup lainnya hanya bisa diwujudkan jika sesama umat manusia saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Persaudaraan antarsesama salah satu hal yang diobsesikan di dalam Al-Quran, sebagaimana ditegaskan: Innamal mu'minuna ikhwah --Sesungguhnya orang-orang yang memiliki keimanan (kepada Tuhan) adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (jika terjadi konflik). (Q.S. al-Hujurat/49:10).

Jika seorang sudah beriman kepada Tuhan, seperti apapun keimanannya, harus diperlakukan secara terhormat. Allah juga menyatakan: Dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang beriman. (Q.S. al-Syu'ara/26:114).

Allah menegaskan agar sesama manusia saling memuliakan; menyerukan kepada semua umat manusia untuk saling memuliakan satu sama lain: Walaqad karramna Bani Adam --Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. (Q.S. Al-Isra'/17:70). Siapapun yang merasa anak cucu Adam tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, agama, dan kepercayaannya, wajib menghormati satu sama lain. Kita wajib memuliakan umat manusia sebagaimana Sang Penciptanya memuliakannya.

Bukan hanya kepada orang lain, tetapi terhadap diri sendiri pun Allah melarang untuk mencelakakan diri, sebagaimana ditegaskan: Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. al-Baqarah/2:195).

Memang kita berkewajiban untuk menyampaikan kebenaran, sepahit apapun risikonya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad: Katakanlah kebenaran itu sekalipun pahit akibatnya. Namun dalam menyampaikannya kita tetap diminta melakukannya dengan penuh kebijakan: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. al-Nahl/16:125).

Dalam ayat lain ditegaskan: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. (Q.S. al-Qashash/28:56). Subhanallah, sedemikian mulia dan agung nilai-nilai kemanusiaan di dalam Al-Quran; sayang segelintir orang memperatasnamakan diri-Nya menodai nilai-nilai keagungan itu.

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

(mmu/mmu)

Refleksi tentang menghargai hidup dengan menghindari kekerasan dan membudayakan sikap cinta kasih

Oleh : Prof. Dr. H. Zainal Abidin, M.Ag.

“Damai itu indah” selogan ini seringkali kita dengar bahkan dijadikan motto untuk mendorong terciptanya keharmonisan antar sesama. Damai memiliki banyak arti. Damai dapat berarti sebuah keadaan tenang. Damai dapat juga menggambarkan keadaan emosi dalam diri. Damai dapat pula diartikan sebuah harmoni dalam kehidupan alami antar manusia di mana tidak ada perseturuan ataupun konflik,dan akhirnya damai juga dapat berarti kombinasi dari definisi-definisi di atas.
Konsepsi damai setiap orang berbeda sesuai dengan budaya dan lingkungan. Orang dengan budaya berbeda kadang-kadang tidak setuju dengan arti dari kata tersebut, dan juga orang dalam suatu budaya tertentu. Namun, secara sederhana, damai dalam kehidupan sosial dapat diartikan tidak adanya kekerasan atau perang dan sistem keadilan yang berlaku baik untuk pribadi maupun dalam sistem keadilan sosial politik secara menyeluruh.

Memelihara perdamaian tidak semudah membalikan telapak tangan. Butuh beberapa aspek,baik dari dalam maupun dari luar. Dari dalam meliputi dorongan diri sendiri untuk berperilaku damai, sedangkan dari luar adalah hal-hal yang mempengaruhi. Mengapa demikian? Ada faktor-faktor yang berpotensi dapat mempengaruhi seseorang bersikap anarkis dan radikal. Seperti pemberitaan-pemberitaan yang tidak independen dan akurat, kecanggihan teknologi untuk memprovokasi dan lain sebagainya.

Akhir-akhir ini, kekerasan tampaknya kian akrab dalam kehidupan masyarakat kita. Hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya beragam bentuk kekerasan, mulai dari konflik sosial,tawuran antar kampung atau antarsuku, geng motor,perkelahian pelajar hingga kekerasan dalam rumah tangga. Kenyataan ini menandakan semakin memudarnya semangat perdamaian dalam kehidupan.

Ada banyak faktor yang menjadi penyebab, tergantung dari sudut pandang mana yang dipergunakan untuk memahaminya. Tidak mudah untuk mengurai dari berbagai faktor yang ada karena masing-masing faktor saling memiliki keterkaitan. Namun satu hal mendasar yang harus dilakukan adalah bagaimana menghentikan, atau paling tidak mengurangi, agar kekerasan tidak semakin berkembang. Tanpa adanya usaha pencegahan, kekerasan akan semakin meluas dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan sosial kemasyarakatan.

Membangun Budaya Damai Sejak Dini harus diciptakan. Ingat pepatah “bisa karena terbiasa”, jika selalu berupaya menciptakan kedamaian dan menjaganya maka ia akan menjadi suatu budaya. Memang untuk memulai suatu kebiasaan sangat sulit, harus dengan dipaksa-terpaksa-biasa-terbiasa dan akhirnya membudaya.

Membangun perdamaian sejati mesti sampai pada menciptakan budaya damai. Budaya damai itu menyangkut pola pikir, cara bersikap, perilaku, karakter, mentalitas, keyakinan, pola hubungan dengan pihak lain, tata kehidupan bersama yang ditandai dengan nilai-nilai luhur seperti keadilan, kesetaraan, demokrasi, dan solidaritas. Budaya damai itu menyangkut bagaimana kita menata suatu kehidupan bermasyarakat baru yang bebas dari kekerasan, penindasan, monopoli, dan peminggiran.

Singkatnya, budaya damai itu adalah damai yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Mengenai budaya damai itu Deklarasi PBB (1998) menyatakan: budaya damai adalah seperangkat nilai, sikap, tradisi,cara-cara berperilaku dan jalan hidup yang merefleksikan dan menginspirasi :
Pertama, Respek terhadap hidup dan hak asasi manusia. Kedua, Penolakan terhadap semua kekerasan dalam segala bentuknya dan komitmen untuk mencegah konflik kekerasan dengan memecahkan akar penyebab melalui dialog dan negosiasi. Ketiga, Komitmen untuk berpartisipasi penuh dalam proses pemenuhan kebutuhan untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Keempat, Menghargai dan mengedepankan kesetaraan hak dan kesempatan bagi kaum perempuan dan laki-laki. Kelima, Penerimaan atas hak-hak asasi setiap orang untuk kebebasan berekspresi,opini dan informasi. Keenam, Penghormatan terhadap prinsip-prinsip kebebasan, keadilan, demokrasi,toleransi, solidaritas, kerjasama, pluralisme, keanekaragamanbudaya, dialog dan saling pengertian antar bangsa-bangsa, antar etnik,agama, budaya, dan kelompok-kelompok lain dan serta individuindividu.

Oleh karena itu, untuk membangun budaya damai harus dilakukan sejak dini melalui pembentukan karakter generasi muda. Dalam hal ini, tri pusat pendidikan (keluarga, lembaga pendidikan dan lingkungan) harus berjalan seiring dan saling mendukung dalam membangun budaya damai.Keluarga adalah tempat dimana generasi berkembang. Di keluarga itulah, secara berangsur-angsur anak-anak membentuk sikap hidup. Di sana pula merupakan tempat pembibitan dasar-dasar kebudayaan yang kelak akan
mampu dianut oleh generasi tersebut.Oleh karena itu, keluarga merupakan tempat yang paling tepat untuk membangun budaya damai. Sebab, keluarga memiliki peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak.

Jika ditelusuri secara mendalam, budaya kekerasan dapat tumbuh berkembang dalam keluarga. Kekerasan dalam rumah tangga, misalnya, memiliki andil dalam mewariskan budaya kekerasan kepada anak-anak. Bahkan, mungkin tidak pernah kita sadari bahwa memaksakan kehendak secara semena-mena kepada anak, tanpa mendengar apa kehendak dan keinginan sang anak, adalah juga bagian dari pola pembudayaan kekerasan (non-fisik). Dalam pemilihan sekolah anak misalnya, sangat besar kemungkinan terjadi kekerasan non fisik ini. Anak-anak bersekolah hampir selalu atas keinginan orangtuanya. Akibatnya, anak diharuskan untuk patuh dan tunduk kepada sekolah pilihan orang tua tanpa dapat ditawar lagi.

Di era sekarang ini, terutama di daerah perkotaan, peran keluarga semakin berkurang karena masing-masing orang tua sibuk dengan pekerjaan. Akibatnya, anak-anak tidak memperoleh kasih sayang dan perhatian yang cukup. Belum lagi media massa, khususnya televisi,banyak mempertontonkan tayangan berbau kekerasan. Singkat kata, televisilah yang lebih banyak menanamkan nilai-nilai perilaku kepada anak dibanding orang tua.
Selanjutnya, lembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi) juga memilikan peran signifikan dalam membentuk budaya damai. Hal ini karena sebagai proses dan kondisi yang dihasilkan melalui praktik sosial,maka budaya damai hanya mungkin terjadi melalui pendidikan perdamaian,yaitu suatu pendidikan yang menekankan anak untuk hidup secara damai dengan lingkungan hidup dan sesama manusia. Dalam pendidikan perdamaian, sejak dini anak-anak diajarkan untuk tidak melakukan diskriminasi dan penghinaan terhadap orang lain. Sebaliknya anak-anak didorong untuk memiliki rasa toleransi dan mencintai sesama manusia dan lingkungannya.

Dalam konteks Indonesia, yang sangat majemuk, maka pendidikanberbasis multikultural menjadi sangat strategis. Dengan pendidikan semacam ini maka peserta didik dapat mengelola kemajemukan secara kreatif. Melalui pendidikan multikultural diharapkan konflik yang muncul sebagai dampak dari transformasi dan reformasi sosial dapat dikelola secara cerdas dan menjadi bagian dari pencerahan kehidupan bangsa di masa depan.

Pendidikan berbasis multikultural layak dikembangkan dalam pendidikan sekolah, dari tingkat pendidikan dasar sampai denganpendidikan menengah. Pendidikan berbasis Multikultural sebaiknya dapat dikembangkan ke dalam kurikulum sekolah, dan pelaksanaannya dapat dilakukan sebagai pelajaran ekstra-kurikuler atau menjadi bagian dari kurikulum sekolah (khususnya untuk daerah-daerah rawan konflik sosial). Pendidikan berbasis multikultural akan menjadi sangat penting diterapkan guna meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik dalam kehidupan masyarakat secara luas. Melalui pendidikan berbasis multikultural,sikap dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untukmemahami dan menghargai keberagaman. Pertama, pendidikan berbasis multikultural selayaknya dipandangsebagai program pendidikan, dalam makna pendidikan (education) bukan kegiatan persekolahan (schooling) atau sekedar menjadi program-program sekolah formal. Kedua, selayaknya pendidikan berbasis multikultural ini jangan sampai menyamakan pandangan bahwa kebudayaan sebagai kelompok etnik. Oleh karena individu-individu memiliki berbagai tingkat kompetensi dalam berbagai dialek atau bahasa, dan berbagai pemahaman mengenai situasi-situasi dimana setiap pemahaman tersebut sesuai, maka individu-individu memiliki berbagai tingkat kompetensi dalam sejumlah kebudayaan.

Ketiga, dengan pengembangan pendidikan berbasis multicultural pada pendidikan di Indonesia, diharapkan dapat meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi seseorang pada suatu waktu ditentukan oleh situasinya. Meski jelas berkaitan, harus dibedakan secara konseptual antara identitas-identitas yang disandang individu dan identitas sosial dalam kelompok etnik tertentu.