Rasa syukur harus diawali dengan sikap qanaah yang berarti

A.           Syukur

1.             Pengertian Syukur beserta dalilnya

Kata syukur diambil dari kata syakara, syukuran, wa syukuran,dan wa syukuran yang berarti berterima kasih kepada-Nya. Menurut Kamus Arab – Indonesia, kata syukur diambil dari kata syakara, yaskuru, syukran dan tasyakkara yang berarti mensyukuri-Nya, memuji-Nya.

Syukur berasal dari kata syukuran yang berarti mengingat akan segala nikmat-Nya. Menurut bahasa, syukur adalah suatu sifat yang penuh kebaikan dan rasa menghormati serta mengagungkan atas segala nikmat-Nya. Sedangkan menurut istilah, syukur adalah berterima kasih kepada Allah, atas perasaan lega, senang dan menyebut nikmat yang diberikan kepadanya dimana rasa senang, lega itu terwujud pada lisan, hati maupun perbuatan.

Allah menggantungkan tambahan nikmat dengan syukur. Dan tambahan nikmat dari-Nya itu tiada batasnya, sebagaimana syukur kepada-Nya. Allah berfirman dalam surah ibrahim ayat 7 :

øŒÎ)ur šc©Œr's? öNä3š/u ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyƒÎV{ ( ûÈõs9ur ÷LänöxÿŸ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓƒÏt±s9 ÇÐÈ  

Artinya : “dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."

Firman Allah dalam surah al-Furqan ayat 62 :

uqèdur Ï%©!$# Ÿ@yèy_ Ÿ@øŠ©9$# u$yg¨Y9$#ur Zpxÿù=Åz ô`yJÏj9 yŠ#ur& br& tž2¤tƒ ÷rr& yŠ#ur& #Yqà6ä© ÇÏËÈ  

Artinya : “Dan dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.

Ayat ini ditafsirkan oleh al-Maragi sebagai berikut, bahwa Allah telah menjadikan malam dan siang silih berganti, agar hal itu dijadikan pelajaran bagi orang yang hendak mengambil pelajaran dari pergantian keduanya, dan berpikir tentang ciptaan-Nya, serta mensyukuri nikmat tuhannya untuk memperoleh buah dari keduanya. Sebab, jika dia hanya memusatkan kehidupan akhirat maka dia akan kehilangan waktu untuk melakukan-Nya.

Jadi, syukur menurut al-Maragi adalah mensyukuri nikmat Tuhan-Nya dan berpikir tentang cipataan-Nya dengan mengingat limpahan karunia-Nya.

Beberapa hadist tentang syukur.

3.   من قال سبحان الله فله عشر حسنات ومن قال لا اله الا الله فله عشرون حسنة ومن قالاحمد لله فله ثلا ثون حسنة

Artinya: “Barang siapa yang membaca “Subhana’llaah, maka baginya sepuluh kebaikan. Dan barang siapa membaca “Laa illaha illal-lah, maka baginya dua puluh kebaikan. Dan barang siapa membaca “Alhamdu li’llah, maka baginya tiga puluh kebaikan.”

4.     افضل الد كرلا اله الا الله و افضل الد عاء الحمد الله

Artinya: “Dzikir yang lebih utama, ialah: “Laa ilaaha I’lla’llaah” dan doa yang lebih utama, ialah: “Alhamdu li’llaah”.

2.             Cara Bersyukur

Ada dua cara yang ditawarkan Rasulullah dalam hal ini, yaitu:

a.             Setiap hari hendaklah manusia menunaikan shalat Dhuha

 Terkait hal ini beliau bersabda, "Semua itu cukup tergantikan dengan dua rakaat Dhuha” (HR Muslim, hadits no. 720). Maksudnya, shalat Dhuha bernilai cukup untuk menggantikan kewajiban setiap ruas tulang belulang manusia dalam menunaikan kewajibannya untuk bersyukur.

b.             Hendaklah seorang manusia merutinkan membaca dzikir pagi dan sore

Para ulama mengemukakan tiga cara bersyukur kepada Allah. Pertama, bersyukur dengan hati nurani. Kata hati alias nurani selalu benar dan jujur. Untuk itu, orang yang bersyukur dengan hati nuraninya sebenarnya tidak akan pernah mengingkari banyaknya nikmat Allah. Dengan detak hati yang paling dalam, kita sebenarnya mampu menyadari seluruh nikmat yang kita peroleh setiap detik hidup kita tidak lain berasal dari Allah. Hanya Allahlah yang mampu menganugerahkan nikmat-Nya.

Kedua, bersyukur dengan ucapan. Lidahlah yang biasa melafalkan kata-kata. Ungkapan yang paling baik untuk menyatakan syukur kita kepada Allah adalah hamdalah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa mengucapkan subhana Allah, maka baginya 10 kebaikan. Barangsiapa membaca la ilaha illa Allah, maka baginya 20 kebaikan. Dan, barangsiapa membaca alhamdu li Allah, maka baginya 30 kebaikan.”

Ketiga, bersyukur dengan perbuatan, yang biasanya dilakukan anggota tubuh. Tubuh yang diberikan Allah kepada manusia sebaiknya dipergunakan untuk hal-hal yang positif.

3.             Cara Menumbuhkan Rasa Syukur Kepada Allah

Mengapa ada orang yang merasa sudah bersyukur tetapi merasa tidak mendapatkan nikmat tambahan? Karena janji Allah tidak mungkin salah, artinya ada yang salah dengan diri kita. Ada tiga kemungkinan: Pertama, cara kita bersyukur yang salah. Kedua, kita kurang peka terhadap nikmat yang sebenarnya sudah Allah berikan kepada kita. Ketiga, Allah memberikan nikmat lain yang terbaik bagi kita, tapi kita tidak menyadarinya.

Cara menumbuhkan rasa syukur adalah : Luangkan waktu untuk merenungkan nikmat-nikmat yang sudah Allah berikan kepada kita. Nikmat itu sangat banyak, bahkan tidak akan terhitung. Lalu mengapa banyak orang yang merasa tidak mendapatkan nikmat? Karena mereka kurang memberikan perhatian terhadap nikmat-nikmat yang sudah Allah berikan. Allah mengulang-ngulang ayat “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” dalam surah ar Rahmaan, dimana salah satu hikmahnya adalah agar kita lebih memperhatikan nikmat-nikmat. Saat kita memberikan perhatian terhadap nikmat, kita akan melihat bahwa nikmat Allah yang kita terima sangat banyak.

Setelah kita mengetahui bahwa nikmat Allah begitu banyaknya, maka langkah selanjutnya ialah memasukan pengetahuan ini ke dalam hati. Agar melekat dengan diri kita sehingga rasa syukur kita akan bertambah. Caranya ialah terus menerus mengingat nikmat dalam berbagai kesempatan. Semakin sering kita mengingat nikmat, akan semakin tertancap dalam hati, maka rasa syukur pun akan meningkat.

Jadi cara menumbuhkan rasa syukur diawali dengan pengetahuan akan nikmat yang telah kita terima. Namun tidak cukup hanya pengetahuan saja, karena banyak orang yang tahu tetapi kurang bersyukur. Pengetahuan akan nikmat ini harus tertanam dalam hati kita.

4.             Hikmah Syukur

a.             Akan dilipatgandakan nikmat-nikmat yang lain.

b.             Nikmat atau rizki yang diterimanya adalah barakah dari Allah.

c.             Hidup menjadi tenang, tentram dan bahagia.

d.            Terhindar dari fitnah dan adzab dunia dan akhirat.

e.             Merasa cukup dan tidak kekurangan ( Qana’ah) .

f.              Supaya rahmat dan nikmat berumur panjang.

g.             Supaya mendapat kasih sayang Allah dan terhindar dari Azab Allah.

h.             Supaya tidak sombong dengan keberhasilan.

i.               Syukur itu adalah merupakan kebutuhan.

B.            Qana’ah

1.             Pengertian Qana’ah beserta dalilnya

Qana’ah menurut bahasa adalah ridho, sedangkan menurut istilah ialah menerima ketika dalam ketiadaan. Sesungguhnya Allah telah menjadikan bumi ini sebagai tempat tinggal bagi kita selaku hamba Allah. Dan apa yang ada diatas bumi ini seperti pakaian, makanan, minuman, pernikahan dan lain-lain merupakan santapan badan kita yang sedang berjalan kepada Allah. Barangiapa di antara manusia yang memanfaatkan semua itu menurut kemaslahatannya dan sesuai dengan yang diperintahkan Allah, maka itu adalah perbuatan yang terpuji. Dan barangsiapa yang memanfaatkannya melebihi apa yang dia butuhkan karena tuntutan kerakusan dan ketamakan maka dia pantas untuk dicela.

Dapat disimpulkan, Qana’ah adalah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Orang yang memiliki sifat qana’ah memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada didirinya adalah kehendak allah .

Syaikh Taj Al-Din Al-Dzakir berkata, “Tidak disebut qana’ah orang yang rakus dalam makanan. Orang yang qana’ah memiliki cukup harta, tetapi hemat dalam belanja dan makannya sedikit.” Rabi’ bin Anas berkata, “Sesungguhnya nyamuk dapat hidup karena lapar. Apabila kenyang, tubuhnya bertambah gemuk dan cepat mati. Begitu pula manusia. Jika terlalu banyak makan, hatinya akan mati”. Ini adalah perumpamaan dalam bersikap qana’ah.

Sifat qana’ah harus kita tanamkan sejak dini, karena janji Allah SWT bahwa Dia telah menjamin rezeki kepada semua makhluk-Nya. Sebagaimana firman-Nya:

 $tBur `ÏB 7p­/!#yŠ Îû ÇÚöF{$# žwÎ) n?tã «!$# ... $ygè%øÍ ÇÏÈ  

Artinya : “dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya...” (Q.S. Huud: 6)

Yang dimaksud binatang melata di sini ialah segenap makhluk Allah yang bernyawa.

Abdullah bin Amru r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya beruntung orang yang masuk Islam dan rizqinya cukup dan merasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah berikan kepadanya. (H.R.Muslim)

2.             Contoh Sikap Qana’ah

Sebagai seorang muslim, kita harus mengenali contoh perilaku qana’ah sebagai berikut:

a.             Sering memperhatikan orang-orang yang lebih miskin daripada kita.

b.             Tidak sering memperhatikan orang yang lebih kaya agar kita tidak merasa kurang.

c.             Membiasakan diri bersikap ikhlas dan berlaku hemat.

d.            Hindari kebiasaan berangan-angan.

3.             Cara Menumbuhkan Sikap Qana’ah

a.             Memperkuat Keimanan kepada Allah subhanahu wata’ala.

Membiasakan hati untuk menerima apa adanya dan merasa cukup terhadap pemberian Allah swt, karena hakikat kaya itu ada di dalam hati. Barangsiapa yang kaya hati maka dia mendapatkan nikmat kebahagiaan dan kerelaan meskipun dia tidak mendapatkan makan di hari itu. Sebaliknya siapa yang hatinya fakir maka meskipun dia memilki dunia seisinya kecuali hanya satu dirham saja, maka dia memandang bahwa kekayaannya masih kurang sedirham, dan dia masih terus merasa miskin sebelum mendapatkan dirham itu.

b.             Yakin bahwa Rizki Telah Tertulis.

Didalam hadits dari Ibnu Mas’ud ra, telah disebutkan sabda Rasulullah saw: “Kemudian Allah mengutus kepadanya (janin) seorang malaikat lalu diperintahkan menulis empat kalimat (ketetapan), maka ditulislah rizkinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya.” (HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Seorang hamba hanya diperintahkan untuk berusaha dan bekerja dengan keyakinan bahwa Allah SWT. yang memberinya rizki dan bahwa rizkinya telah tertulis.

c.             Memikirkan Ayat-ayat al-Qur’an yang Agung

Terutama sekali ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah rizki dan bekerja (usaha). ‘Amir bin Abdi Qais pernah berkata, “Empat ayat di dalam Kitabullah apabila aku membacanya di sore hari maka aku tidak peduli atas apa yang terjadi padaku di sore itu, dan apabila aku membacanya di pagi hari maka aku tidak peduli dengan apa aku akan berpagi-pagi, (yaitu):  “Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. “Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathiir:2)

“Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.” (QS.Yunus:107)

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud:6)

“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. ath-Thalaq:7)

d.            Ketahui Hikmah Perbedaan Rizki

Di antara hikmah Allah swt. menentukan perbedaan rizki dan tingkatan seorang hamba dengan yang lainnya adalah supaya terjadi dinamika kehidupan manusia di muka bumi, saling tukar manfaat, tumbuh aktivitas perekonomian, serta agar antara satu dengan yang lainnya saling memberikan pelayanan dan jasa. “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. az-Zukhruf:32)

“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS.Al an’am 165)

e.             Banyak Memohon Qana’ah kepada Allah

Rasulullah saw adalah manusia yang paling qana’ah, ridha dengan apa yang ada dan paling banyak zuhudnya. Beliau juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun demikian beliau masih meminta kepada Allah SWT.  agar diberikan qana’ah, beliau bedoa, “Ya Allah berikan aku sikap qana’ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi)

f.              Menyadari bahwa Rizki Tidak Diukur dengan Kepandaian

Kita harus menyadari bahwa rizki seseorang itu tidak tergantung kepada kecerdasan akal semata, kepada banyaknya aktivitas, keluasan ilmu, meskipun dalam sebagiannya itu merupakan sebab rizki, namun bukan ukuran secara pasti. Kesadaran tentang hal ini akan menjadikan seseorang bersikap qana’ah, terutama ketika melihat orang yang lebih bodoh, pendidikannya lebih rendah dan tidak berpengalaman mendapatkan rizki lebih banyak daripada dirinya, sehingga tidak memunculkan sikap dengki dan iri.

g.             Melihat ke Bawah dalam Hal Dunia

Dalam urusan dunia hendaklah kita melihat kepada orang yang lebih rendah, jangan melihat kepada yang lebih tinggi, sebagaimana sabda Nabi saw.  “Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat kepada orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah.” (HR.al-Bukhari dan Muslim).

h.             Membaca Kehidupan Salaf

Yakni melihat bagaimana keadaan mereka dalam menyikapi dunia, bagaimana kezuhudan mereka, qana’ah mereka terhadap yang mereka peroleh meskipun hanya sedikit. Di antara mereka ada yang memperolah harta yang melimpah, namun mereka justru memberikannya kepada yang lain dan yang lebih membutuhkan.

i.               Menyadari Beratnya Tanggung Jawab Harta

Bahwa harta akan mengakibatkan keburukan dan bencana bagi pemiliknya jika dia tidak mendapatkannya dengan cara yang baik serta tidak membelanjakannya dalam hal yang baik pula.

Ketika seorang hamba ditanya tantang umur, badan, dan ilmunya maka hanya ditanya dengan satu pertanyaan yakni untuk apa, namun tentang harta maka dia dihisab dua kali, yakni dari mana memperoleh dan ke mana membelanjakannya. Hal ini menunjukkan beratnya hisab orang yang diberi amanat harta yang banyak sehingga dia harus dihisab lebih lama dibanding orang yang lebih sedikit hartanya.

j.               Melihat Realita bahwa Orang Fakir dan Orang Kaya Tidak Jauh Berbeda.

Sungguh indah apa yang diucapkan Abu Darda’ ra, “Para pemilik harta makan dan kami juga makan, mereka minum dan kami juga minum, mereka berpakaian kami juga berpakaian, mereka naik kendaraan dan kami pun naik kendaraan. Mereka memiliki kelebihan harta yang mereka lihat dan dilihat juga oleh selain mereka, lalu mereka menemui hisab atas harta itu sedang kita terbebas darinya.”

4.             Hikmah Qona’ah

a.             Terhindar dari sifat tamak.

b.             Dapat merasakan ketenteraman hidup karena merasa cukup atas karunia Allah yang dianugerahkan kepada dirinya.

c.             Mendapat jaminan tambahan nikmat dari Allah dan terhindar dari ancaman siksa yang berat.


Hidayat, Junaidi, Ayo Memahami Akidah dan Akhlak untuk MTs/ SMP Islam       Kelas VIII, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009), hal. 29.

Page 2

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA