Pihak yang Terlibat dalam penyusunan UUD sebagai penjabaran dari UUD 1945 adalah

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran pertama kali dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Ilman Hadi, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 10 Oktober 2012.

Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”), kekuasaan untuk membentuk Undang-Undang (“UU”) ada pada Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”).

Selanjutnya, di dalam Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 diatur bahwa setiap Rancangan Undang-Undang (“RUU”) dibahas oleh DPR dan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.

Proses pembentukan UU diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 15/2019”).

Selain itu, proses pembentukan UU juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“UU MD3”) dan perubahannya.

Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU 12/2011, materi muatan yang harus diatur melalui UU adalah:

  1. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945;

  2. perintah suatu UU untuk diatur dengan UU;

  3. pengesahan perjanjian internasional tertentu;

  4. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau

  5. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Dalam UU 12/2011 dan perubahannya, proses pembuatan undang-undang diatur dalam Pasal 16 UU 12/2011 s.d. Pasal 23 UU 15/2019, Pasal 43 UU 12/2011 s.d. Pasal 51 UU 12/2011, dan Pasal 65 UU 12/2011 s.d. Pasal 74 UU 12/2011.

Sedangkan, dalam UU MD3 dan perubahannya, pembentukan UU diatur dalam Pasal 162 UU MD3 s.d. Pasal 173 UU MD3.

Berdasarkan kedua undang-undang tersebut, dapat kami sarikan proses pembentukan undang-undang sebagai berikut:

  1. Perencanaan penyusunan UU dilakukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang disusun oleh DPR, Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”), dan pemerintah untuk jangka menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas pembentukan RUU.[1]

  2. RUU dapat berasal dari DPR, presiden, atau DPD.[2]

  3. Setiap RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan naskah akademik, kecuali untuk RUU anggaran pendapatan dan belanja negara, RUU penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (“Perpu”) menjadi UU, serta RUU pencabutan UU atau pencabutan Perpu.[3]

  4. RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau Badan Legislasi.[4]

  5. RUU yang diajukan oleh presiden diajukan dengan surat presiden kepada pimpinan DPR dan usulannya berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.[5]

  6. Materi muatan RUU yang diajukan oleh DPD serupa dengan yang dapat diajukan oleh presiden yang telah diterangkan di atas. RUU tersebut beserta naskah akademiknya diajukan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR.[6]

  7. Selanjutnya RUU ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan.[7]

  8. Pembicaraan tingkat I dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus.[8]

  9. Kegiatan dalam pembicaraan tingkat I meliputi pengantar musyawarah, pembahasan daftar inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat mini.[9]

  10. Pembicaraan tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna DPR yang berisi:[10]

    1. penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I;

    2. pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota DPR secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan

    3. pendapat akhir presiden yang disampaikan oleh menteri yang ditugaskan.

  11. Bila tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah mufakat, keputusan diambil dengan suara terbanyak.[11]

  12. RUU yang telah mendapat persetujuan bersama DPR dengan presiden diserahkan kepada presiden untuk disahkan menjadi UU dengan dibubuhkan tanda tangan, ditambahkan kalimat pengesahan, serta diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.[12]

  13. Apabila pembahasan RUU telah memasuki pembahasan daftar inventarisasi masalah pada periode masa keanggotaan DPR saat itu, hasil pembahasan RUU tersebut disampaikan kepada DPR periode berikutnya dan berdasarkan kesepakatan DPR, presiden, dan/atau DPD, RUU tersebut dapat dimasukkan kembali ke dalam daftar Prolegnas jangka menengah dan/atau Prolegnas prioritas tahunan.[13]

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana yang telah diubah pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pihak yang terlibat dalam penyusunan UU sebagai penjabaran dari UUD 1945 adalah?

  1. presiden dan wakil presiden
  2. presiden dan para menteri
  3. presiden dan DPR
  4. Para ahli hukum dasar negara
  5. Semua jawaban benar

Berdasarkan pilihan diatas, jawaban yang paling benar adalah: C. presiden dan DPR.

Dari hasil voting 987 orang setuju jawaban C benar, dan 0 orang setuju jawaban C salah.

Pihak yang terlibat dalam penyusunan UU sebagai penjabaran dari UUD 1945 adalah presiden dan dpr.

Pembahasan dan Penjelasan

Jawaban A. presiden dan wakil presiden menurut saya kurang tepat, karena kalau dibaca dari pertanyaanya jawaban ini tidak nyambung sama sekali.

Jawaban B. presiden dan para menteri menurut saya ini 100% salah, karena sudah melenceng jauh dari apa yang ditanyakan.

Jawaban C. presiden dan DPR menurut saya ini yang paling benar, karena kalau dibandingkan dengan pilihan yang lain, ini jawaban yang paling pas tepat, dan akurat.

Jawaban D. Para ahli hukum dasar negara menurut saya ini salah, karena dari apa yang ditanyakan, sudah sangat jelas jawaban ini tidak saling berkaitan.

Jawaban E. Semua jawaban benar menurut saya ini salah, karena setelah saya cari di google, jawaban tersebut lebih tepat digunkan untuk pertanyaan lain.

Kesimpulan

Dari penjelasan dan pembahasan diatas, bisa disimpulkan pilihan jawaban yang benar adalah C. presiden dan DPR

Jika masih punya pertanyaan lain, kalian bisa menanyakan melalui kolom komentar dibawah, terimakasih.

Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Proses Pembuatan Perundang-Undangan
Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 mengamanatkan suatu hal bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum. Landasan konstitusional dan hukum dasar tertinggi di Indonesia adalah UUD 1945 dengan ketentuan-ketentuan bahwa perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan perundangan yang lebih tinggi. Berbagai perundangan yang telah dibahas tersebut tentunya ada lembaga yang berwenang membuat dan menetapkannya. Untuk lebih jelasnya, kamu dapat menyimak lembaga-lembaga negara berikut.
Pasal 3 ayat 1 UUD 1945 menyebutkan bahwa lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Pasal tersebut menegaskan bahwa MPR adalah satusatunya lembaga yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD.

Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Proses Pembuatan Perundang-Undangan.
Dalam hal pembentukan perundang-undangan, UUD 1945 menegaskan wewenang presiden, antara lain sebagai berikut.
Presiden berhak untuk mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk men jelaskan undang-undang sebagaimana mestinya.
Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.
Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.
Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden ber hak untuk menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
DPR memiliki kekuasaan membentuk undang-undang sesuai Pasal 20 ayat 1 UUD 1945. Undang-Undang dibuat atas per setujuan bersama presiden dan DPR. Kekuasaan DPR untuk membentuk undang-undang disebut kekuasaan legislatif. DPR juga berhak mengajukan rancangan undang-undang yang terdapat dalam Pasal 21 UUD 1945, hak tersebut disebut hak inisiatif.
Menyusun Perundang-Undangan
Pemerintah adalah presiden dibantu oleh para menteri. Presiden sebagai kepala pemerintahan memiliki wewenang untuk menetapkan Peraturan Presiden (Perpres). Di samping itu, Pasal 5 ayat 2 juga memberikan suatu kewenangan kepada presiden untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, dibantu oleh para menteri. Menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden dan setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (Pasal 17 UUD 1945). Menteri memiliki hak mengeluar kan Keputusan Menteri (Kepmen).
  • c. Lembaga Pemerintah Nondepartemen
Lembaga pemerintah nondepartemen memiliki wewenang meng eluarkan peraturan-peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu melaksanakan kebijaksanaan yang digariskan oleh presiden. Lembaga pemerintah nondepartemen, antara lain sebagai berikut.
  1. Badan Kepegawaian Negara (BKN)
  2. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
  3. Badan Urusan Logistik (BULOG)
  4. Badan Pusat Statistik (BPS)
  5. Badan Intelijen Negara (BIN)
  • d. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Badan-badan negara dibentuk dan disesuaikan dengan kebutuhan dalam penyelenggaraan negara. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan lembaga pemerintah yang dibentuk dengan suatu undang-undang dan berfungsi menciptakan kesejahteraan masyarakat. Contoh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah Pertamina, Bank Indonesia (BI), Perusahaan Listrik Negara (PLN).
  • e. Direktorat Jenderal Departemen
Direktorat Jenderal Departemen adalah lembaga di bawah menteri yang bertugas menjabarkan lebih lanjut keputusan menteri. Keppres No. 44 Tahun 1974 menyatakan bahwa Direktorat Jenderal Departemen menyelenggarakan fungsi perumusan kebijaksanaan peraturan-peraturan atas namanya sendiri, yang isinya memberikan rincian yang bersifat teknis dan ke bijaksanaan bidang pemerintahan yang digariskan oleh menteri. Direktorat Jenderal Departemen berhak membuat Surat Keputusan Direktorat Jenderal.
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 10 Tahun 2003 tentang Pembentukan Perundang-Undangan, menegas kan bahwa Peraturan Daerah dibentuk oleh gubernur, bupati, atau walikota bersama dengan DPRD provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Sekian pembahasan Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Proses Pembuatan Perundang-Undangan semoga bermanfaat.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA