Perempuan toh akhirnya ke dapur juga, adalah pandangan gender berdasarkan faktor

Perempuan toh akhirnya ke dapur juga, adalah pandangan gender berdasarkan faktor

Oleh: Alfred Ena Mau

Antara Jenis Kelamin (Seks) dan Pembagian Peran (Gender)

Keberadaan Laki-laki dan Perempuan merupakan dua entitas yang sering dibedakan dalam kondisi Jenis Kelamin (seks) dan peran yang harus dilakukan (gender). Namun seringkali kedua konsep ini (seks dan gender) sering dimaknai sebagai ciri khas yang sama bagi seorang laki-laki atau seorang perempuan. Pemahaman yang seperti itu sering menempatkan laki-laki dan perempuan dalam situasi yang tidak seimbang atau menimbulkan ketidakadilan.

Seks merujuk  pada  perbedaan  jenis kelamin  yang  pada  akhirnya  menjadikan  perbedaan  kodrati antara laki-laki dan perempuan berdasar pada jenis kelamin yang dimilikinya, bersifat  biologis, berlaku universal dan tidak dapat diubah (misalnya organ tubuh laki-laki dan perempuan)

Tetapi Gender merupakan perbedaan jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh perbedaan biologis dan bukan kodrat Tuhan, melainkan diciptakan baik oleh laki-laki maupun perempuan melalui proses sosial budaya yang panjang. Perbedaan perilaku antara pria dan wanita, selain disebabkan oleh faktor biologis, juga sebagian besar justru terbentuk melalui proses sosial dan budaya.

Perbedaan Konsep Gender dan Jenis Kelamin

Gender

Jenis Kelamin

§ Menyangkut pembedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil kesepakatan atau hasil bentukan masyarakat

§ Menyangkut perbedaan organ biologis laki-laki dan perempuan, khususnya pada bagian-bagian alat reproduksi.

§ Sebagai konsekuensi dari hasil kesepakatan masyarakat, maka pembagian peran laki-laki adalah mencari nafkah dan bekerja di sektor publik, sedangkan peran perempuan di sektor domestik dan bertanggung jawab  masalah rumah tangga

§ Sebagai konsekuensi dari fungsi alat-alat reproduksi, maka perempuan mempunyai  fungsi reproduksi seperti menstruasi, hamil, melahirkan & menyusui; sedangkan laki-Iaki  mempunyai fungsi membuahi (spermatozoid).

§ Peran sosial dapat berubah: Peran istri sebagai ibu rumah tangga dapat berubah menjadi pencari nafkah, disamping menjadi istri juga

§ Peran reproduksi tidak dapat berubah: Sekali menjadi perempuan dan mempunyai rahim, maka selamanya akan menjadi perempuan dan sebaliknya.

§ Peran sosial dapat dipertukarkan: Untuk saat-saat tertentu, bisa saja suami tidak memiliki pekerjaan sehingga tinggal di rumah mengurus rumah tangga, sementara istri bertukar peran untuk bekerja mencari nafkah bahkan sampai ke luar negeri.

§ Peran reproduksi tidak dapat dipertukarkan: tidak mungkin laki-laki melahirkan dan perempuan membuahi.

(diambil dari beberapa sumber)

Namun dalam perkembangan kehidupan manusia, perbedaan  jenis  kelamin  tersebut  ternyata  bergeser  pemaknaanya  oleh  masyarakat.  Masyarakat memposisikan perempuan sebagai seorang yang lemah lembut, berperan  sebagai  ibu  rumah  tangga  yang  membesarkan  anak-anaknya,  menjadi pelayan  yang  baik  kepada  suami  (laki-laki)  mulai  melayani  makan,  minum  dan di tempat  tidur.  Sebaliknya  laki-laki  berperan  sebagai  kepala  rumah  tangga  yang kuat, melindungi keluarga serta memiliki banyak hak istimewa dalam keluarga. Padahal pandangan tersebut merupakan situasi yang berkaitan dengan apa yang disebut dengan Gender.

Peran Gender

Dalam keluarga di Indonesia pada umumnya, orangtua atau lingkungan, secara langsung maupun tidak langsung telah mensosialisasikan peran anak laki-laki dan perempuannya secara berbeda. Anak laki-laki diminta membantu orang tua dalam hal-hal tertentu saja, bahkan seringkali diberi kebebasan untuk bermain dan tidak dibebani tanggung jawab tertentu. Anak perempuan sebaliknya diberi tanggung jawab untuk membantu pekerjaan yang menyangkut urusan rumah (membersihkan rumah, memasak, dan mencuci).

Peran gender terbentuk melalui berbagai sistem nilai termasuk nilai-nilai adat, pendidikan, agama, politik, ekonomi, dan sebagainya. Sebagai hasil bentukan sosial, peran gender dapat berubah-ubah dalam waktu, kondisi, dan tempat yang berbeda sehingga peran laki-laki dan perempuan mungkin dapat dipertukarkan.  Mengurus anak, mencari nafkah, mengerjakan pekerjaan rumah tangga (memasak, mencuci, dan lain-lain) adalah peran yang bisa dilakukan oleh laki-laki maupun  perempuan,  sehingga  bisa  bertukar  tempat tanpa  menyalahi kodrat. 

Dengan  demikian,  pekerjaan-pekerjaan  tersebut  bisa  kita istilahkan sebagai peran gender. Jika  peran gender dianggap  sebagai  sesuatu  yang  bisa berubah dan  bisa disesuaikan dengan kondisi yang dialami seseorang, maka tidak ada alasan lagi  bagi  kita  untuk  menganggap  aneh  seorang  suami  yang  pekerjaan sehari-harinya memasak dan mengasuh anak-anaknya, sementara istrinya bekerja di luar rumah. Karena di lain waktu dan kondisi, ketika sang suami memilih bekerja di luar rumah dan istrinya memilih untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga, juga bukan hal yang dianggap aneh

Kesetaraan dan Keadilan Gender

Kesetaraan gender adalah kondisi dimana perempuan dan laki-laki menikmati status yang setara dan memiliki kondisi yang sarna untuk mewujudkan secara penuh hak-hak asasi dan potensinya bagi pembangunan di segala bidang kehidupan. Dengan kata lain, ini berarti semua manusia punya akses dan kontrol yang wajar dan adil  terhadap sumber daya dan manfaatnya, agar semua orang dapat berpartisipasi di dalamnya, serta memutuskan dan memperoleh manfaat dari pembangunan yang ada.

Kesetaraan gender memiliki kaitan dengan keadilan gender. Keadilan gender merupakan suatu proses dan perlakuan adil terhadap laki – laki dan perempuan. Sebagaimana  ditegaskan oleh ILO (2000) bahwa keadilan gender sebagai keadilan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki, berdasarkan kebutuhan masing-masing. Ini mencakup perlakuan sama atau perlakuan yang berbeda tapi dianggap setara dalam hal hak, keuntungan, kewajiban dan kesempatan. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.

Dalam beberapa situasi, masih ada orang  yang  masih  berpikir bahwa  membicarakan kesetaraan gender adalah  sesuatu  yang  mengada-ada atau hal  yang  terlalu dibesar-besarkan. Kelompok orang yang berpikir seperti ini menganggap bahwa kedudukan perempuan dan laki-laki dalam keluarga maupun dalam masyarakat memang harus berbeda. Misalnya saja anggapan bahwa “Perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh nantinya akan kembali juga masuk dapur”. Dari  ungkapan tersebut sudah dapat kita lihat ada dua hal yang mencerminkan tidak adanya kesetaraan Gender dimana perempuan tidak diberikan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang berguna bagi dirinya.

Pemikiran  seperti  ini  umumnya  muncul  terutama  pada  kelompok masyarakat yang masih menganggap bahwa sudah kodratnya perempuan untuk melakukan pekerjaan di dapur. Kita perlu ingat bahwa bukan kodratnya perempuan  untuk  masuk  dapur,  karena  kegiatan  memasak  di  dapur tidak ada kaitannya dengan ciri-ciri biologis yang ada pada perempuan. Kegiatan  memasak  di  dapur  (atau  kegiatan  rumah tangga lainnya)  adalah suatu bentuk pilihan pekerjaan dari sekian banyak jenis pekerjaan yang bisa dilakukan oleh  perempuan  ataupun  laki-laki (misalnya guru, dokter, pegawai negeri, sopir, pedagang, dan lainnya). 

Selain itu, terminologi kesetaraan gender seringkali  disalahartikan dengan mengambil alih pekerjaan dan tanggung jawab laki-laki. Misalnya bekerja untuk mengangkat barang-barang yang berat, mengganti atap rumah, menjadi nelayan atau berburu di hutan dan lainnya.

Kesetaraan Gender bukan  berarti  memindahkan  semua  pekerjaan  laki-laki  ke tangan perempuan,  bukan  pula  mengambil  alih  tugas  dan  kewajiban seorang suami oleh istrinya. Jika hal ini yang terjadi, bukan ‘kesetaraan’ yang  tercipta  melainkan  penambahan  beban  dan  penderitaan  pada perempuan. 

Penutup

Pada prinsipnya bahwa kesetaraan gender merupakan anggapan terhadap semua orang pada kedudukan yang sama dan sejajar (adil), baik itu laki-laki maupun perempuan. Dengan mempunyai kedudukan yang sama, maka setiap individu mempunyai hak-hak yang sama, menghargai fungsi dan tugas masing-masing, sehingga tidak ada salah satu pihak yang mereka berkuasa, merasa lebih baik atau lebih tinggi kedudukannya dari pihak lainnya.

Kesetaraan gender, atau kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, mengacu pada kesetaraan hak, tanggung-jawab, kesempatan, perlakuan dan penilaian atas perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki dalam kehidupan maupun di tempat kerja.  Kesetaraan Gender adalah  kebebasan  memilih peluang-peluang  yang  diinginkan  tanpa  ada  tekanan  dari  pihak  lain, kedudukan dan kesempatan yang sama di dalam pengambilan keputusan dan  di  dalam  memperoleh  manfaat  dari  lingkungan. Dalam situasi yang setara ini tidak adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin seseorang dalam memperoleh kesempatan dan alokasi sumber daya, manfaat atau dalam mengakses pelayanan.