Perbedaan etika, moral, dan akhlak. Sebagai makhluk sosial, manusia tentunya harus memiliki tiga hal tersebut yang dilakukan dalam kehidupan atau kesehariannya. Sebab, akhlak, moral, dan etika harus senantiasa beriringan dan seimbang, agar tidak terjadi perpecahan atau hal lain yang tidak diinginkan. Ditambah, negara Indonesia yang memiliki banyak keragaman, mulai dari agama, suku, ras, dll menuntut warganya menghargai perbedaan. Tentunya di internet banyak makalah etika, moral, dan akhlak dalam Islam yang dapat dijadikan sebagai referensi. Baca: Contoh pertanyaan tentang etika, moral, dan akhlak Perbedaan Etika, Moral, dan AkhlakAgama Islam sendiri, mengatur umatnya sampai pada banyak aspek dalam kehidupan, sebagaimana tertuang dalam Alquran dan hadis yang mendetailkannya. Secara sederhana, perbedaannya adalah terletak pada sumbernya yang dijadikan acuan atau patokan dalam menentukan baik atau buruknya sesuatu.
Baca: Menurut pengertiannya Etika, Moral, dan Akhlak, adalah: Pengertian AkhlakAkhlak adalah budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat, kata ini berasal dari bahasa arab atau bentuk jamak dari kata khulq. Akhlak mengacu pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Pengertian MoralMoral adalah suatu istilah yang mengacu pada kebiasaan besifat lokal atau khusus, dalam menentukan:
Baca: Cerita kejujuran dalam kehidupan sehari-hari Nah teman, berikut ini adalah Perbedaan Etika, Moral, dan Akhlak yang bisa aku tuliskan pada website penulis cilik. Terima kasih sudah membaca dan membagikannya. Koreksi aku jika ada kesalahan ya!
Akhlaq, Etika, Moral , dan Susila secara konseptual memiliki makna yang berbeda, namun pada aras praktis, memiliki prinsip-prinsip yang sama, yakni sama-sama berkaitan dengan nilai perbuatan manusia. Seseorang yang sering kali berkelakuan baik kita sebut sebagai orang yan berakhlaq, beretika, bermoral, dan sekaligus orang yang mengerti susila. Sebaliknya, orang yang perilakunnya buruk di sebut orang yang tidak berakhlaq, tidak bermoral, tidak tahu etika atau orang yang tidak berasusila. Konotasi baik dan buruk dalam hal ini sangat bergantung pada sifat positif atau negative dari suatu perbuatan manusia sebagai makhluk individual dalam komunitas sosialnya. Dalam perspektif agama, perbuatan manusia didunia ini hanya ada dua pilihan yaitu baik dan benar. Jalan yang di tempuh manusia adalah jalan lurus yang sesuai dengan petunjuk ajaran agama dan keyakinannya, atau sebaliknya, yakni jalan menyimpang atau jalan setan, kebenaran atau kesesatan. Itu sebuah logika binner yang tidak pernah bertemu dan tidak pernah ada kompromi. Artinya, tidak boleh ada jalan ketiga sebagai jalan tengah antara keduanya. Keempat istilah tersebut sama-sama mengacu pada perbuatan manusia yang selanjutnya ia diberikan kebebasan untuk menentukan apakah mau memilih jalan yang berniai baik atau buruk, benara atau salah berdasarkan kepeutusannya. Tentu saja, masing-masing pilihan mempunyai konsekuensi berbeda. Ditinjau dari aspek pembentukan karakter, keempat istilah itu merupakan suatu proses yang tidak pernah ada kata berhenti di dalamnya. Proses itu harus terus-menerus di dorong untuk terus menginspirasi terwujudnya manusia –manusia yang memiliki karakter yang baik dan mulia, yang kemudian terefleksikan ke dalam bentuk perilaku pada tataran fakta empiric di lapangan sosial dimana manusia tinggal. Kesadaran terhadap arah yang positif ini menjadi penting ditanamkan, agar supaya tugas manusia sebagai khalifatullah fi al-ardi menjadi kenyataan sesuai titah Allah swt. Bukankah Allah telah membekali manusia berupa sebuah potensi fitri, jika manusia mampu memeliharanya, maka ia akan mencapai drajad yang lebih mulia dari pada malaikat. Sebaliknya, jika tidak mampu, maka ia akan jatuh ke posisi drajad binatang dan bahkan lebih sesat lagi. Inilah di antara argumentasinya, bahwa betapa perilaku manusia itu harus senatiasa dibina, di bombing, di arahkan bahkan harus di control melalui regulasi-regulasi, agar supaya manusia selalu berada di jalan yang benar dan lurus. Untuk mewujudkan cita-cita luhur itu, memang dibutuhkan suatu proses yang panjang sekaligus dengan cost yang tidak sedikit. Berdasarkan paparan di atas, maka secara formal perbedaan keempat istilah tersebut adalah antara lain sebagai berikut:
[1] https://angomi.wordpress.com/2016/06/12/akhlak-tasawuf/
|