Perbedaan dismissal proses dan pemeriksaan persiapan

PROSES DISMISSAL DAN UPAYA HUKUMPERLAWANAN

Oleh Kadar Slamet, SH., M.Hum.

1. PENDAHULUAN

Proses dismissal merupakan proses penelitian terhadap gugatan yang masuk di Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Ketua Pengadilan. Dalam proses penelitian itu, Ketua Pengadilan dalam rapat permusyawaratan memutuskan dengan suatu Penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (dan untuk memudahkan penyebutannya selanjutnya disebut UU PERATUN), dan juga di dalam penjelasannya, istilah proses dismissal tidak dikenal, akan tetapi substansi dari makna tersebut diatur dalam Pasal 62 UU PERATUN.

Istilah prosedur dismissal atau proses dismissal hanya dapat ditemui dalam keterangan Pemerintah di hadapan siding paripurna DPR-RI yang mengantarkan RUU tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang disampaikan oleh Menteri Kehakiman Ismail Saleh, S.H., pada tanggal 29 April 1986.

2. PROSES DISMISSAL

Pasal 62 UU PERATUN tidak mengatur secara terperinci bagaimana mekanisme pemeriksaan terhadap gugatan yang masuk dalam proses dismissal. Untuk mengisi kekosongan hukum acaranya, Mahkamah Agung dalam SEMA No.2 Tahun 1991 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Di Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Romawi II, antara lain mengatur sebagai berikut :

a. Prosedur dismissal dilaksanakan oleh Ketua dan dapat juga menunjuk seorang Hakim sebagai reporteur (raportir).

b. Pemeriksaan dilaksanakan dalam rapat permusyawaratan (di dalam kamar Ketua) atau dilaksanakan secara singkat.

c. Ketua Pengadilan berwenang memanggil dan mendengarkan keterangan para pihak sebelum menentukan Penetapan Dismissal apabila dianggap perlu.

d. Penetapan Dismissal berisi gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dan Penetapan tersebut ditandatangani oleh Ketua dan Panitera Kepala/Wakil Panitera. Wakil Ketua Pengadilan dapat pula menandatangani Penetapan Dismissal dalam hal Ketua Pengadilan berhalangan.

e. Penetapan Dismissal diucapkan dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan, dengan memanggil kedua belah pihak untuk mendengarkan.

f. Dalam hal ada petitum gugatan yang nyata-nyata tidak dapat dikabulkan, maka dimungkinkan ditetapkan dismissal terhadap bagian petitum gugatan tersebut (dismissal parsial).

g. Dalam hal ditetapkan dismissal parsial, ketentuan perlawanan terhadap Penetapan Dismissal berlaku juga dalam hal ini.

h. Di dalam “mendismissal gugatan” hendaknya Ketua Pengadilan tidak terlalu mudah menggunakan Pasal 62 tersebut, kecuali mengenai Pasal 62 ayat (1) butir a dan e.

3. ALASAN-ALASAN UNTUK “MENDISMISSAL GUGATAN”

Alasan-alasan yang dapat dipakai untuk melakukan dismissal terhadap gugatan ditentukan secara limitatif dalam Pasal 62 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, yaitu :

a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan.

Yang dimaksud dengan “pokok gugatan”, menurut penjelasannya adalah fakta yang dijadikan dasar gugatan. Atas dasar fakta tersebut Penggugat mendalilkan adanya suatu hubungan hukum tertentu, dan oleh karenanya mangajukan tuntutan.

b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh Penggugat sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatkan.

c. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.

d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan TUN yang digugat.

e. Gugatan diajukan sebelum waktunya, atau telah lewat waktunya.

4. PERLAWANAN TERHADAP PENETAPAN DISMISSAL

Perlawanan terhadap Penetapan Dismissal diatur dalam Pasal 62 ayat (3), (4), (5) dan (6) UU PERATUN, selengkapnya sebagai berikut :

(3) a. Terhadap Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu 14 hari setelah ditetapkan ;

b. Perlawanan tersebut diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.

(4) Perlawanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diperiksa dan diputus oleh Pengadilan dengan acara singkat.

  • Maksud diterapkannya acara singkat menurut Indroharto dalam Buku II hal. 149 adalah :

1. Agar rintangan-rintangan yang mungkin terjadi untuk penyelesaian perkara secara cepat terhadap sengketa TUN sedapat mungkin di singkirkan.

2. Cara yang sederhana dan singkat untuk menanggulangi arus masuknya perkara yang sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk diproses sebagai gugatan di Pengadilan TUN.

(5) Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan, maka Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut cara biasa.

(6) Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum.

Isi perlawanan pada pokoknya menyatakan bahwa gugatan Penggugat telah sempurna atau telah benar-benar sesuai dengan fakta-fakta yang didalilkan dalam gugatan, dan tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 62 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.

Selanjutnya dalam JUKLAK Mahkamah Agung RI No.222/Td.TUN/X/1993 tanggal 14 Oktober 1993, ditentukan :

a. Dalam proses perlawanan terhadap Penetapan Dismissal, setidak-tidaknya Penggugat/Pelawan maupun Tergugat didengar dalam persidangan tanpa memeriksa pokok gugatan.

b. Putusan perlawanan terhadap Penetapan Dismissal tidak tersedia upaya hukum apapun (vide Pasal 62 ayat 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986), baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa.

c. Dalam hal pihak Pelawan mengajukan perlawanan, banding atau upaya hukum lainnya, maka Panitera berkewajiban membuat Akta Penolakan Banding.

d. Nomor dalam perkara perlawanan adalah sama dengan Nomor gugatan asal dengan ditambah kode PLW.

5. CARA PEMERIKSAAN UPAYA HUKUM PERLAWANAN TERHADAP PENETAPAN DISMISSAL

Undang-undang tidak mengatur mengenai tata cara pemeriksaan terhadap perlawanan Penetapan Dismissal.

Untuk mengisi kekosongan hukum tersebut diatur dalam Surat Mahkamah Agung RI No.224/Td.TUN/X/1993 tanggal 14 Oktober 1993 perihal JUKLAK yang dirumuskan dalam Pelatihan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Tahap III Angka VII.1, sebagai berikut :

a. Pemeriksaan terhadap perlawanan atas Penetapan Dismissal tidak perlu sampai memeriksa materi gugatannya, seperti memeriksa bukti-bukti, saksi-saksi, ahli dan sebagainya.

b. Barulah kalau perlawanan tersebut dinyatakan benar, maka dilakukan pemeriksaan terhadap pokok perkaranya yang dimulai dengan pemeriksaan persiapan dan seterusnya.

c. Majelis yang memeriksa pokok perkaranya adalah Majelis yang sama dengan yang memeriksa gugatan perlawanan tersebut, tetapi dengan Penetapan Ketua Pengadilan. Jadi tidak dengan secara otomatis.

Selanjutnya perlu diketahui bahwa :

1. Pemeriksaan gugatan perlawanan terhadap dismissal dilakukan oleh Majelis dalam sidang yang terbuka untuk umum.

2. Pemeriksaan terhadap perlawanan atas Penetapan Dismissal tidak boleh sampai memeriksa materi gugatan.

3. Dalam hal perlawanan ditolak, maka bagi Pelawan tidak tersedia upaya hukum. Dalam hal perlawanan diterima, maka persidangan terhadap perkaranya dilakukan dengan acara biasa oleh Majelis Hakim yang sama, dengan nomor perkara yang sama.

4. Gugatan perlawanan terhadap Penetapan Dismissal Ketua Pengadilan diajukan dalam waktu 14 hari setelah Penetapan Ketua Pengadilan diucapkan.

5. Perlawanan terhadap Penetapan Dismissal dilakukan dengan cara mengajukan gugatan biasa (vide Pasal 62 ayat 3b jo. Pasal 56).

6. Untuk melengkapi gugatan perlawanan dilampirkan salinan Penetapan Dismissal Ketua PTUN yang bersangkutan.

7. Dasar gugatan atau hal yang diminta untuk diputus dalam perlawanan adalah menjelaskan mengenai mengapa Penetapan Dismissal Ketua dianggap tidak tepat menurut Pelawan, disertai tuntutan agar Penetapan Dismissal Ketua dinyatakan tidak berdasar.

8. Jika diperlukan dalam gugatan perlawanan, Pelawan sendiri diminta hadir dalam persidangan untuk didengar oleh Majelis perlawanan.

9. Gugatan perlawanan ditandatangani oleh Pelawan dan Kuasanya.

10. Pokok pemeriksaan yang dilakukan terhadap gugatan perlawanan oleh Majelis Hakim perlawanan adalah :

a. Tepat tidaknya penetapan Ketua PTUN yang menyatakan gugatan tidak diterima atau tidak berdasar.

b. Dengan demikian yang diuji adalah tepat tidaknya penggunaan salah satu atau lebih alasan yang ditentukan dalam Pasal 62 huruf a sampai dengan huruf e UU PERATUN yang digunakan sebagai dasar untuk mendismissal gugatan Penggugat oleh Ketua PTUN dengan menyatakan gugatan tidak diterima atau tidak berdasar.

11. Dalam hal Penetapan Dismissal Ketua Pengadilan dibenarkan oleh Majelis Hakim Perlawanan yang memutus gugatan perlawanan, maka putusannya harus disusun dalam bentuk yang mengacu ketentuan Pasal 109, yaitu memuat :

1. Kepala Putusan yang berbunyi : “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

2. Nama, Jabatan, Kewarganegaraan, Tempat Kediaman atau Tempat Kedudukan para pihak yang bersengketa.

3. Pertimbangan dan penilaian Ketua Pengadilan atau Majelis yang memutusnya.

4. Alasan hukum yang menjadi dasar putusan.

5. Amar putusan tentang sengketa yang bersangkutan.

6. Hari, tanggal putusan, nama Majelis yang memutus, nama Panitera, serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.

Apabila pihak-pihak tidak hadir pada waktu putusan diucapkan, maka kepada Panitera diperintahkan agar salinan putusan dikirimkan dengan surat tercatat kepada yang bersangkutan.

12. Akibat hukum apabila Penetapan Dismissal Ketua dibenarkan atau menurut pendapat Majelis perlawanan gugatan perlawanan tidak berdasar atau tidak dapat diterima, maka terhadap putusan Majelis perlawanan yang dilakukan dengan acara singkat tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum (vide Pasal 62 ayat 6). Akibatnya terhadap Penetapan Dismissal Ketua Pengadilan menjadi berkekuatan hukum tetap seperti putusan akhir terhadap pokok perkaranya.

6. PEMERIKSAAN DALAM PROSES DISMISSAL DAN UPAYA PERLAWANAN DILAKUKAN DENGAN ACARA SINGKAT

Dalam Undang-Undang tidak diatur apa yang dimaksud dengan acara singkat. Undang-undang tersebut hanya mengatur pemeriksaan dengan acara cepat yaitu dalam Pasal 98.

Dengan mengintrodusir acara singkat, kemungkinan Pembentuk undang-undang bermaksud agar rintangan yang mungkin akan menjadi penghalang penyelesaian sengketa tata usaha negara dapat dihindari secara cepat. Di samping itu, sebagai upaya untuk menghindari agar terhadap gugatan yang sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk diproses sebagai gugatan tata usaha negara dilanjutkan pemeriksaannya sampai dengan terhadap pokok sengketanya.

Cara pemeriksaannya dalam hal pemeriksaan dalam proses dismissal oleh Ketua, sesuai dengan ratio legisnya seharusnya memang sangat singkat, yaitu pemutusannya hanya dilakukan dalam rapat permusyawaratan Ketua Pengadilan tanpa ada proses antar pihak, dan tanpa dilakukan pemeriksaan di muka persidangan.

Sedangkan yang dilakukan dalam proses pemeriksaan gugatan perlawanan oleh Majelis perlawanan hanyalah menguji tepat tidaknya penggunaan Pasal 62 huruf a sampai dengan huruf e Undang-Undang PERATUN oleh Ketua PTUN di dalam mendismissal gugatan.

7. PENUTUP

Demikianlah paparan singkat tentang dismissal prosedur dan upaya hukum perlawanan terhadap Penetapan Dismissal disertai contoh-contoh bentuk Penetapan yang berkaitan dengan proses dismissal tersebut (terlampir)

Share this:

  • Twitter
  • Facebook

Like this:

Like Loading...

Leave a Reply Cancel reply

Enter your comment here...

Fill in your details below or click an icon to log in:

Email (required) (Address never made public)

Name (required)

Website

You are commenting using your WordPress.com account. (LogOut/ Change)

You are commenting using your Google account. (LogOut/ Change)

You are commenting using your Twitter account. (LogOut/ Change)

You are commenting using your Facebook account. (LogOut/ Change)

Cancel

Connecting to %s

Notify me of new comments via email.

Notify me of new posts via email.

Δ

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA