Oleh Liputan6 pada 09 Feb 2006, 19:19 WIB
Diperbarui 09 Feb 2006, 19:19 WIB
Perbesar
Liputan6.com, Jakarta: Uji kadar formalin dalam makanan kini dapat dilakukan sendiri. Pengujiannya bisa dilakukan dengan dua cara yakni, menggunakan tes strip khusus dan tes kit. Hasil kedua tes ini bisa cepat diketahui dalam beberapa menit. Demikian dikemukakan Kepala Bidang Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Siam Subagyo di Jakarta, belum lama ini.Menurut Subagyo, pada tes kit, pengujian memerlukan dua pereaksi padat dan cair. Untuk sampel makanan berstruktur padat pengujian dilakukan dengan merendam makanan dalam air jernih. Air rendaman tersebut kemudian dicampur dengan sedikit pereaksi padat maupun cair. Jika warna reaksi berubah menjadi ungu berarti mi mengandung kadar formalin. Semakin ungu warnanya berarti kadar formalinnya sangat tinggi.Subagyo mengaku, perangkat untuk melakukan tes kit tersebut, kini masih dalam tahap produksi di Badan POM. Namun, diupayakan alat ini bisa secepatnya dijual kepada masyarakat. "Dengan waktu yang sangat mendadak ini, kami harus membuat kemasan kotak dan wadahnya," kata Siam.Sementara yang kedua adalah tes strip. Menurut Subagyo tes itu berupa lembaran kertas bertakaran kimia. Proses kerjanya lebih mudah hanya mencelupkan selembar paper strip pada larutan makanan. Sama dengan cara kerja tes kit. Apabila warna kertas menjadi ungu berarti makanan mengandung formalin. Waktu yang dibutuhkan dalam pengujian ini relatif cepat yakni tidak sampai tiga menit.
Kertas untuk tes strip yang masih diimpor ini harganya mencapai antara Rp 700 ribu hingga satu juta rupiah untuk satu botol berisi 100 lembar. Sayangnya, kertas itu masih sulit didapatkan di pasaran.(IAN/Cindy Agustina dan Edison Simarmata)
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Berita Terkini Selengkapnya
By ilmu ternak Selasa, 21 Oktober 2014 Edit
UJI FORMALIN DALAM BAHAN PANGAN
Formalin adalah larutan formaldehid dalam air dengan kadar 37% yang biasa di gunakan untuk mengawetkan sampel biologi atau mengawetkan mayat. Formalin merupakan bahan kimia yang disalahgunakan pada pengawetan tahu, mie basah, dan bakso. Formaldehid (HCOH) merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul 30,03 yang pada suhu kamar dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna, berbau pedas (menusuk) dan sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut dalam air dan sangat mudah larut dalam etanol dan eter (Djoko, 2006).
Formalin merupakan bahan kimia yang biasa dipakai untuk membasmi bakteri atau berfungsi sebagai disinfektan. Zat ini termasuk dalam golongan kelompok desinfektan kuat, dapat membasmi berbagai jenis bakteri pembusuk, penyakit, cendawan atau kapang, disamping itu juga dapat mengeraskan jaringan tubuh setiap hari. Kita menghirup formalin dari lingkungan sekitar. Skala kecil, formaldehida sebutan lain untuk formalin secara alami ada di alam. Contohnya gas penyebab bau kentut atau telur busuk. Formalin di udara terbentuk dari pembakaran gas metana dan oksigen yang ada di atmosfer, dengan bantuan sinar matahari. Formalin mudah larut dalam air sampai kadar 55 %, sangat reaktif dalam suasana alkalis, serta bersifat sebagai zat pereduksi yang kuat, mudah menguap karena titik didihnya rendah yaitu -210C (Winarno, 2004).
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari, apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Formalin di dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuat produk parfum, pengawet bahan kosmetika, pengeras kuku. Formalin boleh juga dipakai sebagai bahan pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (polywood). Formalin dalam kosentrasi yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet. Produsen sering kali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen yang memakannya. Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing menunjukkan bahwa pemberian formalin dalam dosis tertentu pada jangka panjang bisa mengakibatkan kanker saluran cerna. Penelitian lainnya menyebutkan peningkatan risiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan (Yuliarti, 2007).
Peraturan Menteri Kesehatan sudah menyatakan bahwa formalin merupakan bahan tambahan makanan terlarang, ternyata pada kenyataannya masih banyak para pedagang/produsen makanan yang “nakal” tetap menggunakan zat berbahaya ini. Formalin digunakan sebagai pengawet makanan, selain itu zat ini juga bisa meningkatkan tekstur kekenyalan produk pangan sehingga tampilannya lebih menarik (walaupun kadang bau khas makanan itu sendiri menjadi berubah karena formalin). Makanan yang rawan dicampur bahan berbahaya ini biasanya seperti bahan makanan basah seperti ikan, mie, tahu hingga jajanan anak di sekolah (Afrianto, 2008).
Adanya formalin atau
tidak dalam makanan
bisa dengan tes kalium permanganat Uji ini cukup
sederhana, dengan melarutkan serbuk
kalium permanganat di air hingga berwarna pink (merah jambu) Perubahan warna pada larutan dari
warna merah jambu pudar, maka menunjukan sampel tersebut mengandung formalin
(Wardani, 2006).
Uji kualitatif formalin dalam makanan dapat dilakukan dengan KMnO4, sedangkan analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan spektrofotometri meggunakan larutan Nash (Williams,1984), 2,4- dinitrofenilhidrazin (Hadi, 2003) dan alkanon dalam media garam asetat (Supriyanto, 2008). Hadi (2003) melaporkan bahwa analisis formalin menggunakan 2,4- dinitrofenilhidrazin dalam tahu diperoleh nilai rekoveri 85,3 + 3,92 % dan dalam bakso 43,91 + 3,73%, dengan batas deteksi 11,43 pg/mL, sedangkan dengan alkanon dalam media garam asetat menggunakan spektrofotometer dapat meng-analisis kadar formalin sampai 3 ppm (Supriyanto, 2008). Selain itu formalin dapat juga dianalisa dengan asam kromotropat yang dilarutkan dalam asam sulfat (BPPOM, 2000).
6) Kalium Permanganat (KMnO4 1 N) sebanyak 1 tetes pipet drop
1) Dua buah tabung reaksi 10 ml diberi nama A dan B
a. Isi tabung reaksi A dengan aquades sebanyak 2 ml,
b. Kemudian tambahkan 1 tetes pipet drop KMnO4 1 N,
c. Homogenkan dengan pengaduk.
d. Isi tabung reaksi B dengan aquades 10 ml,
e. Kemudian masukan sampel sebanyak 5 g,
f. Lalu homogenkan dengan pengaduk,
g. Saring dengan kertas saring untuk diambil filtratnya,
h. Masukan filtrate kedalam tabung A.
i. Tunggu sampai 30 menit, jika warna merah jambu pudar, maka menunjukan sampel tersebut mengandung formalin.
Tabel 1. Uji Formalin dalam Bahan Pangan
Sumber : Laporan Sementara
Pada praktikum pengujian kuantitatif kandungan formalin pada bakso sapi, sosis, bakso ayam, nugget, dan galatin dilakukan dengan cara mengambil filtratnya yang telah diberi aquades, dan diberi cairan kalium permanganate (KMnO4 1 N) sampai berwarna merah muda lalu diamati perubahan warna yang terjadi. Sampel sosis sapi dari kantin FP UNS, sosis ayam dari SD NGoresan, bakso pedas dari Jebres, Bakso sapi dari Jaten, Tempura dari Gulon.
Adanya formalin atau tidak dalam makanan bisa dengan tes kalium permanganat Uji ini cukup sederhana, dengan melarutkan serbuk kalium permanganat di air hingga berwarna pink (merah jambu) Perubahan warna pada larutan dari warna merah jambu pudar, maka menunjukan sampel tersebut mengandung formalin (Wardani, 2006).
Dari hasil pengamatan semua sampel positif mengandung formalin. Filtrate dari bakso sapi, sosis ayam, sosis sapi, bakso pedas, dan tempura mengalami perubahan warna bila dimasukkan ke dalam larutan kalium permanganate (KMnO4 1 N) yang semula berwarna merah muda menjadi tidak berwarna, sehingga dapat diindentifikasi sampel tersebut mengandung pengawet formalin. Pada analisis kuantitatif, perubahan warna pada larutan KMnO4 disebabkan karena aldehid mereduksi KMnO4 sehingga warna larutan yang asalnya pink menjadi akhirnya pudar/hilang. Hal ini menjadi dasar dalam pemilihan untuk melakukan uji kuantitatif formalin.
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, maka semua sampel produk makanan tersebut tidak aman untuk dikonsumsi dalam jangka yang panjang. Peraturan Menteri Kesehatan sudah menyatakan bahwa formalin merupakan bahan tambahan makanan terlarang, ternyata pada kenyataannya masih banyak para pedagang/produsen makanan yang nakal tetap menggunakan zat berbahaya ini. Formalin digunakan sebagai pengawet makanan, selain itu zat ini juga bisa meningkatkan tekstur kekenyalan produk pangan sehingga tampilannya lebih menarik (walaupun kadang bau khas makanan itu sendiri menjadi berubah karena formalin). Makanan yang rawan dicampur bahan berbahaya ini biasanya seperti bahan makanan basah seperti ikan, mie, tahu hingga jajanan anak di sekolah (Afrianto, 2008).
Afrianto, Edi. 2008. Pengawasan Mutu Produk/Bahan Pangan 1. irektorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Departemen Pendidikan Nasional.
Arisworo, Djoko. 2006. Ipa Terpadu. Grafindo Media Pratama.
BPPOM, 2000, Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional No.3/Makanan dan Minuman, Balai Pusat Penelitian Obat dan Makanan, Jakarta.
Wardani.2006. //groups.yahoo.com/group/beritabumi/message/525. Di akses pada tanggal 11 mei 2012 pukul 09.38
Winarno, FG. 2004. Keamanan Pangan 2. M Brio Press. Bogor
Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya di balik Lezatnya makanan. Yogyakarta.