PENCEGAHAN stunting dilakukan melalui intervensi gizi yang terpadu mencakup

Pemkot Pontianak Gelar Rembuk Stunting

PONTIANAK - Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak berkomitmen menekan angka stunting di Kota Pontianak. Wakil Wali Kota Pontianak menilai stunting dapat dicegah dan diturunkan angkanya melalui intervensi gizi yang terpadu. Intervensi terpadu menyasar kelompok prioritas di lokasi prioritas merupakan kunci keberhasilan perbaikan gizi, tumbuh kembang anak dan pencegahan stunting. "Yang dikenal dengan istilah konvergensi percepatan pencegahan stunting," ujarnya pada kegiatan rembuk stunting Kota Pontianak Tahun 2021 di Hotel Grand Mahkota Pontianak, Kamis (24/6/2021).

Ia menambahkan, upaya Pemkot Pontianak dalam pencegahan dan penurunan prevalensi stunting yakni dengan melibatkan peran lintas sektoral. Bahkan Pemkot Pontianak telah mengeluarkan kebijakan terkait hal tersebut melalui Surat Keputusan Wali Kota Pontianak Nomor 68/BAPPEDA/Tahun 2021 tanggal 4 Januari 2021 tentang pembentukan Tim Percepatan Pencegahan dan Penurunan Stunting serta Surat Keputusan Wali Kota Pontianak tentang 10 Kelurahan lokasi fokus intervensi stunting terintegrasi. "Saya berharap berbagai upaya yang telah dilakukan tersebut ke depannya dapat dilaksanakan secara terpadu, khususnya di lokasi prioritas dan kepada sasaran prioritas," ungkap Bahasan.

Adapun peran Pemkot Pontianak dalam menangani persoalan stunting, lanjut dia, diantaranya pemberian makanan, vitamin dan suplemen, program telur, program pekarangan, program makan lokal, bantuan langsung tunai serta penambahan variasi bantuan pangan beras dan makanan pendamping ASI. "Saya mengapresiasi dan mendukung kegiatan rembuk stunting ini sebagai upaya dalam mencegah stunting dan antisipasi bertambahnya balita stunting," tuturnya.

Sebagaimana diketahui, stunting adalah kondisi gagalnya pertumbuhan tubuh dan otak pada anak balita yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis yang terjadi selama periode paling awal pertumbuhan dan perkembangan anak. (prokopim)

PENCEGAHAN stunting dilakukan melalui intervensi gizi yang terpadu mencakup

Tangkapan layar Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (Unair), Santi Martini dalam seminar bertema "Konvergensi Intervensi Spesifik dan Sensitif Menuju Indonesia Bebas Stunting" yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (8/11/2021). ANTARA/ Zubi Mahrofi

PENCEGAHAN stunting dilakukan melalui intervensi gizi yang terpadu mencakup

Indonesiabaik.id - Stunting dapat diintervensi dengan gizi spesifik dan gizi negatif. Intervensi gizi spesifik merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30% penurunan stunting. Kerangka kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan pada sektor kesehatan dimulai dari masa kehamilan ibu hingga melahirkan balita.

Yang meliputi intervensi gizi spesifik, yaitu pemberian makanan pada ibu hamil, ibu hamil mengonsumsi tablet tambah darah, Inisiasi Menyusui Dini (IMD), pemberian ASI eksklusif, pemberian ASI didampingi oleh pemberian MPASI pada usia 6-24 bulan, dan berikan imunisasi lengkap pada anak.

Intervensi gizi sensitif dilakukan melalui berbagai kebiatan pembangunan di luar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70% intervensi stunting. Kegiatan terkait intervensi gizi sensitif dapat dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang umumnya makro dan dilakukan secara lintas Kementerian dan Lembaga.

Yang meliputi intervensi gizi sensitif, yaitu menyediakan dan memastikan akses pada air bersih dan sanitasi, menyediakan akses ke layanan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB), memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua, dan memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi serta gizi pada remaja.

Oleh : Ni Luh Putu Rita Primayuni

Stunting merupakan masalah pada tumbuh kembang anak yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis sehingga anak menjadi pendek dari usianya. Masalah kekurangan gizi terjadi ketika bayi dalam kandungan hingga pada masa awal bayi dilahirkan. Namun kondisi ini baru terlihat setelah bayi berusia 2 tahun (Simbolon & Batbual, 2019). Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 sekitar 37% atau hampir 9 juta anak balita di Indonesia mengalami stunting. Indonesia menjadi negara terbesar kelima dengan prevalensi stunting (Beal, dkk, 2018). Hal itu memberikan dampak negatif bagi anak yaitu  tingkat kecerdasan anak tidak maksimal, anak menjadi rentan terhadap penyakit, dan berpotensi mengalami penurunan tingkat produktivitas di masa depan. Jika dampak secara luas, stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, memperlebar ketimpangan, dan meningkatkan kemiskinan (Sutarto, dkk, 2018).

Stunting adalah masalah kesehatan masyarakat yang mampu meningkatkan risiko kesakitan, kematian, dan hambatan pada pertumbuhan mental ataupun motorik. Stunting diakibatkan oleh faktor multi dimensi serta tidak hanya diakibatkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil ataupun anak balita. Perlu diperhatikan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) sebagai intervensi yang paling menentukan dalam penurunan stunting (Djauhari, 2017). Berdasarkan informasi dari Kementerian Kesehatan berbagai faktor penyebab stunting yaitu praktik pengasuhan yang kurang baik, terbatasnya layanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan serta pembelajaran dini yang berkualitas. Faktor berikutnya yaitu kurangnya akses rumah tangga atau keluarga ke makanan sehat dan bergizi, kurangnya akses sanitasi dan air bersih, penyakit infeksi, tingkat pengetahuan, masalah sosial ekonomi dan budaya. Stunting menjadi masalah kesehatan serius yang perlu mendapatkan upaya pencegahan guna terciptanya penurunan angka stunting. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif (Yanti, dkk, 2020). Intervensi gizi spesifik merupakan bagian dari sektor kesehatan dan kontribusinya sebesar 30% untuk menyelesaikan masalah stunting, Intervensi gizi spesifik bersifat jangka pendek dan hasilnya dicatat pada waktu relatif singkat (Prentice, dkk, 2013).

Pada intervensi gizi spesifik tersebut menjadikan ibu hamil dan anak usia 0-2 tahun atau rumah tangga 1.000 HPK menjadi sasaran prioritas (Yekti, 2020). Pada intervensi gizi spesifik dengan intervensi prioritas yaitu ibu hamil diberikan makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin dan suplementasi tablet tambah darah, sedangkan pada ibu menyusui dan anak 0-23 bulan diberikan promosi dan konseling menyusui, promosi dan konseling pemberian makan bayi dan anak, tata laksana gizi buruk akut, pemantauan pertumbuhan, dan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut. Jika intervensi gizi spesifik dengan intervensi penting yaitu pada ibu hamil diberikan suplementasi kalsium dan pemeriksaan kehamilan, jika intervensi penting bagi ibu menyusui dan anak 0-23 bulan diberikan suplementasi kapsul vitamin A, suplementasi zinc untuk pengobatan diare, suplementasi taburia imunisasi, dan manajemen terpadu balita sakit. Pada intervensi gizi spesifik yaitu remaja dan wanita usia subur serta anak 24-59 bulan sebagai sasaran penting. Pada intervensi prioritas dimana remaja dan wanita usia subur dapat diberikan suplementasi tablet tambah darah dan anak 24-59 bulan diberikan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut dan pemantauan pertumbuhan. Pada intervensi penting, anak 24-59 bulan dapat diberikan diberikan suplementasi taburia, manajemen terpadu balita sakit, dan suplementasi zinc untuk pengobatan diare.

Pada intervensi gizi sensitif memiliki berbagai jenis intervensi diantaranya peningkatan penyediaan air minum dan sanitas melalui kegiatan akses sanitasi yang layak dan akses air minum yang aman. Intervensi peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan melalui kegiatan akses jaminan kesehatan (JKN), akses pelayanan keluarga berencana (KB), akses bantuan uang tunai untuk keluarga mampu (PKH). Intervensi peningkatan kesadaran, komitmen, dan praktik pengasuhan dan gizi ibu dan anak yaitu melalui kegiatan penyediaan konseling perubahan perilaku antar pribadi, penyebarluasan informasi melalui berbagai media, penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, akses pendidikan anak usia dini dan pemantauan tumbuh kembang anak, dan penyediaan konseling kesehatan serta reproduksi untuk remaja, Intervensi peningkatan akses pangan bergizi melalui akses bantuan pangan non tunai untuk keluarga mampu, penguatan regulasi mengenai label dan iklan pangan, akses fortifikasi bahan pangan utama, dan akses kegiatan kawasan rumah pangan lestari (Sumarmini, 2017).  Melalui intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif dengan berbagai program atau kegiatan yang dilakukan di dalamnya dengan melibatkan berbagai kelompok sasaran bisa menjadi upaya percepatan dalam pencegahan kasus stunting di Indonesia. Tentu perlunya bantuan dari berbagai pihak seperti pemerintah, pihak swasta, dan pihak terkait lainnya guna mendukung berjalannya intervensi tersebut dalam menciptakan Indonesia bebas stunting. 

DAFTAR PUSTAKA 

Beal, T., Tumilowicz, A., Sutrisna, A., Izwardy, D., & Neufeld, LM (2018). Tinjauan determinan stunting anak di Indonesia. Gizi ibu & anak , 14 (4), e12617.

Djauhari, T. (2017). Gizi dan 1000 HPK. Saintika Medika: Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Keluarga13(2), 125-133.

Prentice, AM, Ward, KA, Goldberg, GR, Jarjou, LM, Moore, SE, Fulford, AJ, & Prentice, A. (2013). Jendela kritis untuk intervensi gizi terhadap pengerdilan. The American of Clinical Nutrition , 97 (5), 911-918.

Sumarmi, S., & Sumarmi, S. (2017). Tinjauan Kritis intervensi multi mikronutrien pada 1000 hari pertama kehidupan. Nutrition and Food Research40(1), 17-28.

Simbolon, D., & Batbual, B. (2019). Pencegahan stunting periode 1000 hari pertama kehidupan melalui intervensi gizi spesifik pada ibu hamil kurang energi kronis.

Sutarto, S. T. T., Mayasari, D., & Indriyani, R. (2018). Stunting, Faktor ResikodanPencegahannya. AGROMEDICINE UNILA5(1), 540-545.

Yekti, R. (2020). 1000 Hari Pertama Kehidupan.

Yanti, N. D., Betriana, F., & Kartika, I. R. (2020). Faktor Penyebab Stunting Pada Anak: Tinjauan Literatur. Real In Nursing Journal3(1), 1-10.