Pelestarian orang utan di kebun binatang adalah contoh dari

Tanggal 19 Augustus diperingati sebagai Hari Orang Utan Sedunia. Orang utan merupakan species yang unik dan ikonik Indonesia karena satwa ini endemik Indonesia.

Orang utan adalah satwa primata yang memiliki kekerabatan paling dekat dengan manusia. Menurut penelitian, orang utan berbagi 96,4% materi genetik yang sama dengan manusia. Orang utan dicirikan oleh rambut di seluruh badannya yang berwarna kemerahan. Satwa ini merupakan mamalia arboreal terbesar yang menghabiskan hampir seluruh waktunya di pepohonan. Lengannya yang panjang dan kuat serta tangan dan kakinya yang dapat mencengkeram erat, membuat mereka dapat bergerak dengan lincah dari satu cabang pohon ke cabang pohon yang lain. 

Pada awalnya, diketahui orang utan mencakup dua species, yaitu orang utan Sumatra (Pongo abelii) dan orang utan Kalimantan (Pongo pygmaeus). Baru pada sekitar tahun 2017, ditemukan spesies ketiga, yaitu orang utan Tapanuli (Pongo tapanuliensis). Ketiga spesies tersebut masing-masing memiliki sedikit perbedaan pada penampakan dan perilaku social.

Taksonomi:

Kerajaan          : Animalia

Filum              : Chordata

Kelas               : Mamalia

Ordo                : Primata

Famili              : Hominidae

Genus              : Pongo

Species            : Pongo abelii (orang utan Sumatra), Pongo pygmaeus (orang utan Kalimantan),

                          Pongo tapanuliensis (orang utan Tapanuli);

Orang utan adalah satwa omnivora, namun mereka Sebagian besar hanya makan tumbuh-tumbuhan, seperti buah-buahan liar, kulit pepohonan, dedaunan dan bunga. Minumannya adalah air yang mereka seruput dari lubang-lubang di pepohonan. Orang utan membuat sarang-sarangnya di atas pohon untuk tidur di malam hari dan beristirahat di siang hari.

Habitat orang utan adalah di hutan-hutan tropis, terutama di lembah-lembah sungai. Di masa yang lalu, orang utan Sumatra tersebar di seluruh bagian pulau Sumatra dan sebagian pulau Jawa. Namun kini hanya dapat ditemukan bagian utara pulau Sumatra yaitu Aceh dan Sumatra Utara. Orang utan Kalimantan terbagi dalam beberapa sub-spesies yang masing-masing menghuni wilayah yang berbeda. Di antaranya; 1) orang utan Kalimantan Barat Laut, merupakan sub-spesies yang paling terancam; 2) orang utan Kalimantan Timur Laut, dapat ditemukan di Sabah, bagian timur Kalimantan sampai sungai Mahakam, dan; 3) orang utan Kalimantan Tengah.

Populasi orang utan mengalami penurunan yang luar biasa dalam kurun waktu satu abad terakhir. Menurut data WWF, satu abad yang lalu, populasi orang utan diperkirakan mencapai 230.000 ekor. Namun saat ini menyusut hingga kira-kira 50% populasinya. Populasi orang utan Kalimantan diperkirakan saat ini sekitar 104.700 ekor, populasi orang utan Sumatra diperkirakan sekitar 14.613 ekor dan populasi orang utan Tapanuli diperkirakan hanya sekitar 800 ekor di alam. Orang utan Tapanuli adalah spesies orang utan yang paling terancam. Dengan jumlah populasinya yang terus menyusut tersebut, IUCN Redlist menyatakan orang utan berstatus Critically Endangered/CR. Orang utan termasuk dalam Appendiks I CITES yang artinya satwa ini tidak boleh diperdagangkan. Pemerintah Indonesia juga melindunginya dengan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.

Penyebab terancamnya populasi orang utan yang paling utama adalah faktor deforestasi dan kerusakan habitat yang banyak terjadi karena konversi hutan untuk perkebunan kelapa sawit ataupun untuk lahan-lahan pertanian lainnya. Orang utan juga merupakan target yang mudah untuk perburuan liar karena badannya yang besar dan gerakannya yang lamban. Indukan orang utan yang ditemukan oleh pemburu liar pada umumnya akan dibunuh dan anakan orang utan akan diambil untuk dijadikan peliharaan. Taiwan merupakan salah satu negara yang banyak mengimpor orang utan, secara illegal tentunya, untuk dijadikan satwa peliharaan. Orang utan juga memiliki angka reproduksi yang sangat rendah. Seekor induk orang utan hanya akan melahirkan seekor bayi orang utan setiap 3-5 tahun sekali sehingga ketika terjadi penurunan populasi, orang utan akan sangat sulit untuk pulih. Dengan tekanan manusia yang semakin besar terhadap habitatnya, maka orang utan bread di ambang kepunahan.

Kehilangan orang utan akan mengakibatkan turut punahnya spesies-spesies lain. Orang utan merupakan “tukang kebun” bagi ekosistem hutan yang membantu persebaran biji-bijian tanaman dari buah-buahan yang dimakannya.  Dengan demikian, jenis-jenis tanaman tersebut dapat beregenerasi dan lestari untuk menjadi habitat dan sumber pakan spesies-spesies lain. Diperkirakan, untuk setiap satu ekor orang utan yang diekspor ke Taiwan, 3-5 ekor satwa lain akan ikut mati.

Seksi Konservesi Sumber Daya Alam DLHK DIY

Dikutip dari berbagai sumber.

09 Sep 2020, 11:00 WIB - Oleh: Bambang Supriyanto

Antara Evakuasi orangutan

Bisnis.com, JAKARTA - Perlindungan orangutan terbaik adalah melindungi habitatnya untuk menghindari konflik dengan manusia.

"Secara umum perlindungan terhadap orangutan masih menghadapi persoalan yang sama. Habitat mereka semakin sempit karena dipergunakan untuk perkebunan, pertambangan, hutan tanaman, dan pengembangan infrastruktur belum lagi kalau terjadi kebakaran dan perambahan kawasan hutan," kata Yaya Rayadin, Koordinator Peneliti Ecology and Conservation Center for Tropical Studies (Ecositrop), Rabu (9/9/2020)

Yaya mengatakan kasus-kasus seperti orangutan ditembak, orangutan terjerat, dan lain-lain hanya menjadi bagian kecil kasus konflik dengan manusia. Apabila ingin memberi perlindungan maka agenda besarnya adalah memelihara dan menjaga habitat orangutan, agar dapat tetap leluasa mencari makan dan berkembang biak.

Persoalan pengelolaan habitat tidak berhenti di situ saja karena perlindungan habitat orangutan ini berhadapan dengan perambahan hutan dan penebangan liar yang juga dapat mengancam kelangsungan satwa ini di habitatnya

Pemerintah selain mengeluarkan berbagai kebijakan untuk melindungi habitat orangutan juga punya tanggung jawab wilayah untuk terlibat secara langsung melindungi orangutan yang ada di kawasan taman nasional maupun areal konservasi.

Menurut Yaya, beban melindungi habitat orangutan tersebut haruslah dibagi juga kepada pihak swasta, karena faktanya hampir 90 persen populasi orangutan justru berada diluar kawasan konservasi

Yaya mengatakan pemerintah telah mewajibkan pemilik usaha kehutanan untuk menyediakan minimal 10 persen lahan yang dikelolanya untuk kawasan konservasi.

"Katakan dengan luasan lahan 100.000 hektare yang dikelola perusahaan minimal bisa menyediakan 10.000 hektare untuk konservasi. Itu sudah bisa menyelamatkan 1 kelompok populasi orangutan dengan jumlah 100 inidividu orangutan," ujar Yaya.

Menurut peneliti yang juga pengajar Fakultas Kehutanan di Universitas Mulawarman ini, habitat dan populasi orangutan yang berada di luar kawasan konservasi, yang jumlahnya hampir 90 persen dari jumlah populasi orangutan di dunia, sudah seharusnya mendapat perhatian yang lebih serius.

"Saat ini sudah ada model konservasi orangutan yang sudah cukup baik antara lain untuk populasi orangutan yang berada diperusahaan yang bisnisnya di ranah Hutan Tanaman Industri (HTI). Ada kriteria dan kebutuhan yang harus mereka terapkan untuk memperoleh sertifikasi pengelolaan hutan lestari termasuk di antaranya menetapkan dan melindungi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi untuk konservasi biodiversity termasuk orangutan," tambahnya.

Salah satu yang patut diapresiasi dan sudah dapat dijadikan model konservasi orangutan adalah langkah yang diambil PT Multi Kusuma Cemerlang (MKC), perusahaan HTI karet yang berlokasi di Kutai Timur, Kalimantan Timur. 

Anak usaha PT Royal Lestari Utama yang mengembangkan perkebunan karet alam terintegrasi tersebut telah menyediakan lebih dari 9.000 hektare atau hampir 50 persen dari lahan konsesi yang dikelolanya untuk kawasan konservasi bagi orangutan dan biodiversity yang ada di dalamnya. 

Upaya menyediakan, mengelola dan melindungi habitat orangutan didalam konsesi perusahaan harus menjadi model dalam perlindungan habitat orangutan

Selain itu, MKC juga melakukan pelatihan untuk tim penyelamat orangutan dan secara berkelanjutan melakukan survey dan menjaga habitat satwa dilindungi tersebut. Perusahaan juga melakukan pemantauan orangutan dengan memasang camera trap dan melakukan pemetaan dengan menggunakan drone.

Di Kalimantan Timur sendiri, kolaborasi antara Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, Balai Taman Nasional Kutai, serta Ecositrop telah membentuk Tim Satuan Tugas Penyelamatan Orangutan dalam melakukan upaya konservasi dan penyelamatan populasi orangutan di kawasan HTI. Sejak 2010 tim satgas ini telah melaksanakan patroli perlindungan orangutan dan habitatnya.

Tim satgas juga berperan membantu pemerintah, dalam hal ini BKSDA, untuk menangani konflik orangutan di masyarakat yang berada di sekitar konsesi perusahaan.

Seperti diketahui International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyebutkan banyak primata endemik Indonesia terancam punah, salah satunya orangutan. Populasi satwa bernama latin Pongo Pygmaeus (orangutan Kalimantan), Pongo Abelii (orangutan Sumatra), dan Pongo Tapanuliensis (orangutan Tapanuli) telah menurun drastis sebesar 50% dari sejak 1992 hingga hanya tersisa 14.600 individu, sehingga pada 2016 masuk ke dalam daftar merah IUCN.

Yaya Rayadin menyebutkan di hari Orangutan Sedunia yang jatuh pada 19 Agustus lalu menjadi momentum untuk meningkatkan kepedulian terhadap keberadaan satwa langka ini.

"Saatnya menyudahi krisis yang dialami oleh orangutan akibat fragmentasi habitat, penangkaran ilegal, serta perdagangan ilegal di pasar gelap. Selain itu perlu penguatan regulasi yang mendorong upaya-upaya konservasi orangutan di dalam habitatnya untuk menjamin kelestarian populasi orangutan di Indonesia," ujar Yaya.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA