Pelajaran yang dapat diambil dari kerajaan Sriwijaya

Jakarta -

Kerajaan Sriwijaya pernah menjadi salah satu kerajaan terbesar di Nusantara. Nah, siswa sudah tahu sejarah tentang berdirinya kerajaan sriwijaya hingga masa keruntuhannya belum?

Mengutip dari buku yang bertajuk Sejarah 8 Kerajaan Terbesar di Indonesia karya Siti Nur Aidah dan Tim Penerbit KBM Indonesia, Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan Budha bercorak maritim yang mengontrol perdagangan di jalur utama Selat Malaka. Perlu diketahui bahwa kerajaan ini memiliki hubungan erat dengan Jawa, sebab relasi raja-rajanya berasal dari Jawa.

Kerajaan Buddha ini bahkan sempat menjadi simbol kebesaran Sumatra pada masa lampau. Kebesarannya disebut-sebut dapat mengimbangi Kerajaan Majapahit di timur.

1. Berdirinya Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya lahir pada abad ke-7 Masehi dengan pendirinya yang bernama Dapuntahyang Sri Jayanasa. Keterangan ini tertulis pada salah satu prasasti yang ditemukan di Kota Kapur, Mendo Barat, Bangka.

Namun, kisah pendirian kerajaan ini merupakan salah satu bagian yang sulit dipecahkan oleh peneliti. Sebab dalam sumber-sumber yang ditemukan tidak ada struktur genealogis yang tersusun rapi antar raja Sriwijaya.

Prasasti Kedukan Bukit (682 Masehi) menyebutkan nama Dapunta Hyang, dan prasasti Talang Tuo (684 Masehi) memperjelasnya menjadi Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Kedua prasasti ini adalah penjelasan tertua mengenai seseorang yang dianggap sebagai raja atau pemimpin Sriwijaya.

Dalam Prasasti Kedukan Bukit juga menceritakan bahwa Dapunta Hyang mengadakan perjalanan dengan memimpin 20 ribu tentara dari Minanga Tamwan ke Palembang, Jambi, dan Bengkulu. Dalam perjalanan tersebut, ia berhasil menaklukkan daerah-daerah yang strategis untuk perdagangan sehingga Kerajaan Sriwijaya menjadi makmur.

Berdasarkan prasasti Kota (686 M) di Pulau Bangka, Sriwijaya diperkirakan telah berhasil menguasai Sumatera bagian selatan, Bangka dan Belitung, bahkan sampai ke Lampung.

Bukti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa bahkan mencoba untuk melancarkan ekspedisi militer menyerang Jawa yang dianggap tidak mau berbakti kepada maharaja Sriwijaya.

Peristiwa ini terjadi pada waktu yang kurang lebih bersamaan dengan runtuhnya kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat dan Kerajaan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah yang bisa saja terjadi karena serangan yang dilancarkan oleh Sriwijaya.

2. Letak Kerajaan Sriwijaya

Letak pasti kerajaan ini masih banyak diperdebatkan. Namun, pendapat yang cukup populer adalah yang dikemukakan oleh G. Coedes pada tahun 1918 bahwa pusat Sriwijaya ada di Palembang.

Sampai dengan saat ini, Palembang masih dianggap sebagai pusat Sriwijaya. Beberapa ahli berkesimpulan bahwa Sriwijaya yang bercorak maritim memiliki kebiasaan untuk berpindah-pindah pusat kekuasaan.

Sebab para ahli ada yang menyimpulakan bahwa Sriwijaya berpusat di Kedah, kemudian Muara Takus, hingga menyebut kota Jambi.

3. Raja-raja Kerajaan Sriwijaya

Sebagaimana yang disampaikan sebelumnya bahwa struktur genealogis raja-raja Sriwijaya banyak terputus dan hanya didukung bukti-bukti yang dianggap kurang kuat.

Berikut ini adalah nama-nama raja Kerajaan Sriwijaya yang sedikit banyak disepakati oleh para ahli setelah masa kekuasaan Dapunta Hyang Sri Jayanasa.

- Sri Indrawarman- Raja Dharanindra- Raja Samaratungga- Rakai Pikatan- Balaputradewa- Sri Udayadityawarman- Sri Culamaniwarman atau Cudamaniwarmadewa- Sri Marawijayatunggawarman

- Sri Sanggramawijayatunggawarman

4. Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya

Raja Balaputradewa dianggap sebagai raja yang membawa Sriwijaya ke puncak kegemilangannya pada abad ke-8 dan 9. Namun pada dasarnya, kerajaan ini mengalami masa kekuasaan yang gemilang sampai ke generasi Sri Marawijaya.

Hal ini disebabkan raja-raja setelah Sri Marawijaya sudah disibukkan dengan peperangan melawan Jawa pada 922 M dan 1016 M. Dilanjutkan dengan melawan Kerajaan Cola (India) pada tahun 1017 hingga 1025 Raja Sri Sanggramawijaya berhasil ditawan.

Pada masa kekuasaan Balaputradewa sampai dengan Sri Marawijaya, Kerajaan Sriwijaya menguasai Selat Malaka yang merupakan jalur utama perdagangan antara India dan Cina. Selain itu, seperti yang dilansir dari buku Mengenal Kerajaan-Kerajaan Nusantara karya Deni Prasetyo, mereka berhasil memperluas kekuasaannya hingga Jawa Barat, Kalimantan Barat, Bangka, Belitung, Malaysia, Singapura, Thailand Selatan.

Untuk menjaga keamanan itu, Sriwijaya membangun armada laut yang kuat. Sehingga kapal-kapal asing yang ingin berdagang di Sriwijaya merasa aman dari gangguan perompak. Hingga lambat laun, Sriwijaya berkembang menjadi negara maritim yang kuat.

5. Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya

Kebesaran Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran sejak abad ke-11. Berawal dari serangan besar-besaran yang dilakukan oleh Raja Rajendra Coladewa dari kerajaan Cola yang berhasil menawan salah satu raja Sriwijaya tersebut.

Dikutip dari buku Sejarah karya Nana Supriatna, kemudian pada abad ke-13, salah satu kerajaan taklukan Sriwijaya, Kerajaan Malayu, berhasil dikuasai Singasari, kerajaan dari Jawa yang dipimpin oleh Kertanegara. Melalui Ekspedisi Pamalayu, Kertanegara berhasil menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Malayu.

Sementara itu, Kerajaan Sriwijaya mulai lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah negara taklukannya menjalin hubungan dengan negara saingan di Jawa.

Hingga kelemahan ini dimanfaatkan oleh Kerajaan Sukhodaya dari Thailand di bawah Raja Kamheng. Wilayah Sriwijaya di Semenanjung Malaysia berhasil direbut sehingga Selat Malaka bisa dikontrol. Akhir abad ke-14, Sriwijaya benar-benar runtuh akibat serangan Kerajaan Majapahit dari Jawa.

Nah, itulah 5 fakta sejarah Kerajaan Sriwijaya yang wajib dipahami siswa. Semoga bermanfaat ya!

Simak Video "Serba-serbi Sejarah Hari Valentine 14 Februari"



(rah/pay)

Lihat Foto

kemdikbud.go.id

Salah satu bukti Kerajaan Sriwijaya pernah ada

KOMPAS.com - Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan bercorak Buddha yang didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa pada abad ke-7.

Kerajaan Sriwijaya terletak di tepian Sungai Musi, di daerah Palembang, Sumatera Selatan.

Pada masanya, kerajaan maritim ini banyak memberi pengaruh di nusantara.

Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaan ketika diperintah oleh Raja Balaputradewa, yang berkuasa pada abad ke-9.

Pada masa kejayaannya, Sriwijaya mengontrol perdagangan di jalur utama Selat Malaka dan daerah kekuasaannya meliputi Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, dan sebagian Jawa.

Selain itu, kebesarannya juga dapat dilihat dari keberhasilannya di beberapa bidang, seperti bidang maritim, politik, dan ekonomi.

Dalam Bahasa Sanskerta, Sriwijaya berasal dari kata sri yang berarti cahaya dan wijaya yang artinya kemenangan.

Jadi, arti Sriwijaya adalah kemenangan yang gemilang.

Setelah beberapa abad berkuasa, Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran pada abad ke-11.

Baca juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya

Sejarah awal Kerajaan Sriwijaya

Dari prasasti prasasti Kerajaan Sriwijaya, yaitu Prasasti Kota Kapur, diketahui bahwa kerajaan ini berdiri pada abad ke-7 dan pendirinya disebut Dapunta Hyang Sri Jayanasa.

PALEMBANG – Menjaga Kebhinekaan Sangat penting dalam membangun bangsa Indonesia kedepan. Sehingga sangat wajar jika kembali mempelajari kebudayaan Sriwijaya. Sebab dimasa lalu, kerajaan Sriwijaya mampu mengelola Nusantara yang beragam secara damai dan sejahtera.

Yah, jika dilihat secara perspektif historis, rasa toleransi, rasa senasib sepenanggungan dan kehendak mewujudkan cita-cita besama. Melampaui sekat-sekat primodialisme, sesungguhnya sudah tumbuh menjadi ciri khas masyarakat kawasan nusantara jauh sejak jaman purbakala atau sejak masa kerajaan Sriwijaya.

Dr. LR. Retno Susanti, M. Hum, Guru besar FKIP Program Sejarah Universitas Sriwijaya mengatakan ada banyak bukti yang menjelaskan bahwa kerajaaan Sriwijaya sendiri sudah menerima keberagaman dari Agama, budaya dan lainya secara damai kala dimasa itu.

Seperti banyaknya peninggalan, candi Hindu (ayu, teluk kijing) prasasti batu kapur yang baru ditemukan. Hingga sejarah kedatuan Sriwijaya, yang mendukung dalam penyebaran Agama Islam masa itu, padahal raja-raja Sriwijaya merupakan penganut agama Budha. Menjadi bukti penguasa kerajaan kala itu, memang jauh menganut nilai demokrasi yang besar.

“Jadi gambaranya, meskipun raja-raja Sriwijaya saat itu dikenal sangat keras. Namun meraka selalu menerima apapun, sepeninggal itu baik untuk para rakyatnya,” terangnya disela seminar sehari. Mengangkat tema Bingkai kebhinekaan menuju kedulatan sriwijaya” ditama  wisata dan Kerajaan Sriwijaya (19/6).

Bukti-bukti sejarah ini juga yang kemudian bisa dikolerasikan, bahwa memang nilai-nilai toleransi besar dan keberagaman sebenarnya sudah ada dari zaman pra sejarah. Indonesia yang menjadi titik pertemuan peradaban dunia berasal dari Cina (Tiongkok), India, Persia temasuk para pemeluk agama Hindu, Budha dan Islam semuanya bisa hidup rukun dan damai pada masa lalu.

“Pesannya tentu, kita harapkan kedepan nilai-nilai ini kembali harus kita pegang kuat dan belajar dari sejarah,” jelasnya.

Sementara itu, Arkeolog Palembang Dr. Wahyu Rizky Andhifani, bukti nilai keberagamaan di kerajaan Sriwijaya memang bisa dilihat dari bayaknya peninggalan prasasti. Kota kapur atau Junggut misalnya, yang ditaklukan kerajaan Sriwijaya.

Namun, lanjut Rizky, inilah hebatnya Sriwijaya, dimana setiap daerah wilayah jajahan selalu tidak pernah memaksakan masyarakatnya untuk menganut agama yang dibawa. Antara Hindu, Budha, ataupun Islan bisa berjalan dengan baik dalam keberagaman.

“Keberagaman ini, diperkirakan sudah masuk sejak abad 8, 9 dan 10 namun diperkuat prasasti-prasasti abad 7, juga jadi bukti awal kebagagaman tampaknya sudah berjalan,” tambahnya. (cj11)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA