Paham yang diusung Gorbachev menuju perubahan yang layak bagi Rusia disebut

Liputan6.com, Moskow- Mikhail Sergeyevich Gorbachev, pemimpin Uni Soviet yang mengakhiri perang dingin tanpa adanya pertumpahan darah, meninggal dunia pada Selasa 30 Agustus 2022. Mikhail Gorbachev merupakan presiden pertama dan terkahir Uni Soviet, sebelum runtuh pada 1991.

Dikutip dari MSN News, Rabu (31/8/2022), Gorbachev mengakhiri perang dingin dengan memperkenalkan Blok Timur—dan dunia—pada kebijakan glasnost dan perestroika, yang mengisyaratkan bahwa visi politik Marxis-Leninis sejak 70 tahun lalu telah diliputi kapitalisme pasar.

Dalam semangat glasnost-nya, ia membuat kebijakan dengan membebaskan tahanan polititik; mengizinkan adanya debat terbuka dan pemilihan multi-kandidat; memberi orang kesempatan yang lebih luas untuk perjalanan jauh dan imigrasi; mengkentikan penindasan agama; menarik pasukan Uni Soviet dari Afghanistan; membatasi ekspansionisme Rusia; dan yang paling besar ialah ia berhasil mengakhiri perang dingin.

Mikhail Gorbachev juga saat itu berhasil mewujudkan reunufikasi Jerman.

Perestroika merupakan sebuah political movement of reformation atau sebuah gerakan reformasi politik yang diusung Mikhail Gorbachev pada 1986. Dengan Perestroika, Gorbachev menyarankan negara Uni Soviet mengatur ulang pemerintahannya atau mengadakan restrukturisasi. 

Namun, reformasinya itu—khususnya kebijakan glasnost dan perestoika—malah melemahkan Uni Soviet hingga runtuh. 

Gorbachev hidup hampir 10 dekade seraya melihat apa yang ia perjuangkan dahulu mulai hancur—seperti apa yang saat ini Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky lakukan.

Dmitry Peskov, juru bicara Kremlin, mengatakan pada Interfax, "Putin menyatakan bela sungkawa terdalamnya atas meninggalnya Gorbachev. Besok, ia aman mengirim telegram belasungkawa kepada keluarga dan teman-temannya."

Putin menyebut, runtuhnya Uni Soviet sebagai 'bencana geopolitik terbesar' di abad ke-20, dan pada 2018 ia menyatakan bahwa ia akan mengembalikannya, jika memang bisa.

Presiden Joe Biden mendengarkan saat ia bertemu secara virtual dengan Presiden China Xi Jinping dari Ruang Roosevelt Gedung Putih di Washington, Senin (15/22/2021). Pertemuan dimaksudkan untuk menurunkan ketegangan antara AS dan China selaku dua negara adidaya dunia saat ini. (AP Photo/Susan Walsh)

Dikutip dari CBC’s Power & Politics, dalam sebuah wawancara, mantan perdana Menteri Brian Mulroney menyebut bahwa Gorbachev 'kebalikan' dari Putin.

"Gorbachev adalah seorang yang visioner yang orientasinya pada perdamaian dan kemakmuran yang lebih besar bagi warganya," kata Mulroney.

"Dia berusaha menahan diri dari invansi-invansi militer dan ini merupakan  kebalikan dari apa yang kita saksikan sekarang dengan adanya perang yang sembrono antara Rusia-Ukraina."

Dalam wawancara terpisah dengan As It Happens, Mulroney mengatakan Gorbachev "lebih ramah daripada para pemimpin Soviet di masa lalu. Dia adalah pemimpin yang hebat dengan pemahaman tinggi akan sejarah," kata Mulroney.

Para pemimpin dunia lainnya memberikan penghormatannya juga kepasa Gorbachev. Ketua Komisi Eropa, Ursula von der Leyen mengatakan Gorbachev telah membuka jalan bagi Eropa untuk bebas.

Presiden AS, Joe Biden mengatakan, Gorbachev percaya pasa "glasnost dan perestroika bukan hanya sebagai slogan, tetapi sebagai jalan ke depan bagi rakyat Uni Soviet setelah bertahun-tahun terisolasi dan kekurangan."

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson mengatakan "komitmen tak kenal Lelah Gorbachev untuk membuka masyarakat Soviet tetap menjadi contoh bagi kita semua."

Setelah beberapa dekade ketegangan dan konfrontasi Perang Dingin, Gorbachev membawa Uni Soviet lebih dekat ke barat, sejak Perang Dunia Kedua.

Tetapi, dia melihat bahwa pekerjaan itu dirusak di akhir hidupnya, ketika invasi Putin ke Ukraina membawa sanksi Barat jatuh di Moskow, dan ketika politisi Rusia dan Barat mulai berbicara tntang Perang Dingin Baru.

Gorbachev juga memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1990 untuk perannya dalam mengakhiri Perang Dingin dan mengurangi ketegangan nuklir. Mikhail Gorbachev akan dimakamkan di Pemakaman Novodevichy, Moskow, di sebelah istrinya, Raisa, yang meninggal pada 1999.

Mikhail Gorbachev dikenal sebagai pemimpin Uni Soviet pada akhir 1980-an yang dinilai berhasil memulihkan hubungan dengan Barat.

Setelah serangkaian pertemuan dan pembicaraan tentang pengurangan pengendalian senjata nuklir dengan para pemimpin di Barat, Gorbachev datang menjadi pahlawan di Barat.

Walaupun dianggap penting di Barat, Gorbachev dilihat sebagai buangan di rumahnya. Keruntuhan ekonomi dari sistem komunis yang diimplementasikan ternyata membawa Soviet pada kehancuran. Kekuatannya di luar, malah membawa kehancuran di dalam.

Gagasannya di rumah yang bertumpu pada keterbukaan dan restrukturisasi itu membawa kondisi ekonomi Soviet turun lebih eksterm dan menyebabkan kekacauan. Hal tersebut membawa orang seperti Putin menarik untuk ada di Rusia.

Pada saat Gorbachev menolak untuk mengirim Tentara ke Eropa Timur untuk menyelamatkan komunis, Putin ditempatkan bersama KGB di Jerman Timur dan merasakan desersi Moskow. Dia datang untuk melihat runtuhnya Soviet sebagai bencana sejarah; dan begitu Putin mengambil kekuasaan, ia memulihkan prestise Rusia yang dahulu terluka.

Setelah kepemimpinan Putin di Rusia, Gorbachev hingga akhir hayatnya memperingatkan betapa bahayanya hubungan antara dua kekuatan nuklir utama dunia. 

Kini, Gorbachev dkenang sebagai salah satu tokoh langka dalam sejarah. 

Petugas kebersihan membersihkan lokasi ledakan di Kiev, Ukraina, Jumat (29/4/2022). Rusia menyerang Kiev tak lama setelah pertemuan antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Sekretaris Jenderal PBB António Guterres pada Kamis malam. (AP Photo/Emilio Morenatti)

Era penahanan dan kontrol senjata antara Washington dan Moskow telah tergantikan oleh perang berdarah di Ukraina, di mana persenjataan AS dan NATO dipertemukan dengan pasukan Rusia dengan risiko bentrokan langsung antar dua negara adidaya nuklir.

Pada saat Gorbachev mengundurkan diri pada akhir tahun 1991, perbatasan Nato-Soviet tidak lagi panas. NATO menarik kembali hampir semua tentaranya dari sana, dan terror perang dingin tampaknya hanya ada dalam tulisan sejarah dan artikel. Namun, setelah invasi Ukraina pada Februari, NATO mengerahkan kembali pasukannya kea rah timur, memobilisasi 40.000 tentara di bawah komandonya.

Ketika invasi dimulai, Gorbachev mulai mengeluarkan pernyataan melalui yayasannya dan menyerukan penghentian awal permusuhan dengan negosiasi perdamaian.

“Tidak ada yang lebih berharga di dunia selain nyawa manusia,” ditulis dalam pernyataan Yayasan.

Gorbachev merupakan ahli pengendalian senjata, ia bahkan membahas potensi penghapusan senjata nuklir dengan Ronald Reagan di KTT Reykjavik pada tahun 1986. Sekarang, perjanjian terakhir yang tersisa antara AS dan Rusia yang membatasi senjata nuklir sudah tidak berlaku lagi karena kedua negara sedang memodernisasi persenjataan mereka, dan Putin telah mengancam penggunaan nuklir dalam invasi.

Apa yang diliat Gorbachev sebelum meninggal, bertentangan dengan apa yang ia yakini dan perjuangkan selama ini.

Infografis Rencana Kunjungan Jokowi ke Ukraina-Rusia di Tengah Konflik (Liputan6.com/Triyasni)

tirto.id - Kalender saat itu menunjukkan 25 Desember 1991. Ketika umat kristiani bungah merayakan natal, Mikhail Sergeyevich Gorbachev yang meninggal dunia pada 30 Agustus 2022 lalu memutuskan undur diri sebagai pemimpin Uni Soviet. Kisah Soviet yang dimulai sejak Revolusi 1917 juga selesai. Mereka terpecah menjadi banyak negara.

Keputusan untuk tak lagi menjabat adalah ujung dari kegagalan kebijakan bernama perestroika dan glasnost. Keduanya adalah seperangkat reformasi yang tujuannya hendak membuat sistem Soviet lebih canggih, efektif, dan manusiawi.

Salah satu bentuk kebijakannya adalah desentralisasi ekonomi. Gorbachev mendorong swasta lebih banyak terlibat setelah sebelumnya semua hal ditentukan oleh pusat. Dengan cara ini Gorbachev berharap ekonomi yang rapuh, korup, dan tidak efisien bisa diubah.

Kebijakan lain misalnya membebaskan tahanan politik yang dianggap membangkang, juga membuka keran berekspresi dan beragama yang selama puluhan tahun direpresi.

Masalahnya, semua transformasi ini berlangsung secepat kilat, drastis, dan masif. Akibatnya jauh dari yang Gorbachev bayangkan. Prosesnya jadi tidak efektif dan malah menimbulkan beragam konsekuensi liar.

Paham yang diusung Gorbachev menuju perubahan yang layak bagi Rusia disebut

Derasnya arus informasi, misalnya, justru membuat otoritas Kremlin tergerus, demikian pula keutuhan Soviet yang berusaha Gorbachev jaga. Sentimen nasionalisme di negara-negara anggota merebak tak bisa ditahan.

Proses produksi dan distribusi barang juga tersendat. Harga barang-barang melejit. Harga roti naik 300 persen. Daging sapi per kilogram naik 400 persen. Satu liter botol susu melonjak 350 persen. Di sisi lain, upah pekerja cuma naik 20-30 persen.

Pemerintah gagal meredam inflasi dan sejak April 1991 ekonomi Soviet resmi remuk.

Baca juga: Reformasi ala Gorbachev Picu Bubarnya Uni Soviet

Wajah baru kemudian menggantikan Gorbachev di Kremlin. Dialah presiden pertama Federasi Rusia yang terpilih pada musim panas tahun itu: Boris Yeltsin.

Politikus populis yang satu ini hobi mengkritisi Gorbachev sejak lama. Dalam sebuah siaran televisi, Yeltsin pernah blak-blakan menyerukan agar Gorbachev mundur dari jabatan tertinggi Soviet karena reformasinya terbukti gagal.

Yeltsin banyak menyorot kegagalan Gorbachev dalam mengatur negara. Menurutnya hal tersebut disebabkan oleh dasar karakternya yang “suka hidup enak, dalam kenyamanan dan kemewahan.” Gorbachev juga dituding sudah haus “kekuasaan pribadi yang mutlak” dan sudah “menipu rakyat.”

Lewat karya memoarnya, Yeltsin menuding Gorbachev “tidak konsisten” dan “penakut” yang setengah-setengah dalam mengambil keputusan.

Autobiografi Yeltsin, alih-alih fokus pada kisah hidup sendiri, bisa dibilang jauh lebih efektif untuk menggerus citra Gorbachev di mata publik.

Yeltsin bahkan turut menyasar istri Gorbachev, Raisa, yang selalu bepergian ke mana-mana dengan mobil limosin. Ia membandingkannya dengan anak-istri sendiri yang hidup biasa-biasa saja, dapat jatah sabun mandi bulanan, dan harus mengantre berjam-jam saat belanja di pasar.

Demonisasi pada masa-masa suram menjelang kejatuhan Soviet itulah yang kelak membuat Gorbachev semakin mudah dikenang sebagai pemimpin serba salah dan tidak sensitif terhadap kesusahan rakyat.

Krisis Tak Lenyap

Boris Yeltsin boleh saja mengkritik Gorbachev dengan cara apa pun. Masalahnya karut-marut sosioekonomi dan hiperinflasi masih ditemui selama dia berkuasa.

Baca juga: Rusia Era Boris Yeltsin: Kegagalan Ekonomi dan Kebangkitan Oligarki

Di bawah komando Yeltsin, yang berkuasa sampai 1999, bukan berarti krisis langsung lenyap. Rusia terus bertransisi jadi negara yang berorientasi pasar bebas. Dan, tentu saja, proses penyesuaiannya juga kacau balau dan menuai kritik.

Privatisasi besar-besaran terus digencarkan. Lebih dari 200 ribuan BUMN dijual dengan harga yang sangat murah. Langkah itulah yang mendorong kelahiran kelas sosioekonomi baru di Rusia modern: pengusaha tajir melintir yang bisa ikut memengaruhi kehidupan politik. Dalam literatur, mereka disebut oligark.

Fenomena lain yang muncul kala itu adalah pengangguran tersembunyi, yaitu orang-orang yang bekerja tapi upahnya rendah atau malah tidak digaji. Dilansir dari studi oleh Jo Crotty di The Conversation, salah satu penyebabnya adalah kebijakan administrasi Yeltsin itu sendiri.

Yeltsin menarik pajak ekstra bagi perusahaan yang menggaji karyawan empat kali lebih tinggi dari upah minimum. Artinya, perusahaan selalu merasa didukung untuk terus menggaji rendah karyawannya.

Pengangguran tersembunyi juga muncul karena perusahaan kerap menyuruh pegawainya ambil cuti tak dibayar—atau dibayar dengan upah sangat rendah—sementara lainnya diminta kerja tanpa bayaran atau jam kerjanya dikurangi. Sepanjang 1991-1998, diperkirakan satu dari empat orang Rusia pernah berada pada situasi tersebut.

Di samping situasi pasar kerja yang lesu, angka harapan hidup juga kian merosot. Rata-rata usia laki-laki turun dari 63,4 jadi 57,4 sepanjang 1994-1991. Kematian yang tinggi selama dekade 1990-an ini dikaitkan dengan tingginya konsumsi alkohol dan kasus bunuh diri— sebagai ekspresi pelarian masyarakat dari kesulitan ekonomi.

Semenjak itu juga, populasi jiwa mulai melandai dan angka kelahiran turun—sampai hari ini.

Masalahnya, bukan Yeltsin yang disalahkan atas segala situasi ini. Sekali lagi, wajah Gorbachev-lah yang masih diingat publik Rusia pada masa-masa sulit itu. Gorbachev dianggap sebagai penyebab Soviet runtuh dan biang keladi kekacauan sosio-ekonomi yang mengiringinya.

Baca juga: Rusia Kontemporer dalam Diri Vladimir Putin

Paham yang diusung Gorbachev menuju perubahan yang layak bagi Rusia disebut

Atas itu semua, wajar jika Gorbachev tak pernah jadi figur populer di Rusia.

Gorbachev pernah nekat maju dalam pemilihan presiden dalam pemilu tahun 1996. Hasilnya memalukan dan memilukan. Hanya 0,5 persen dari total pemilih di Federasi Rusia yang mendukung anak petani itu jadi presidennya. Pada pemilihan tersebut Yeltsin-lah yang kembali terpilih untuk periode kedua.

Dua dekade kemudian, citra Gorbachev masih juga terpuruk. Survei pada 2017 mengungkap hanya 15 persen responden Rusia punya pandangan baik tentangnya.

Status Gorbachev sebagai paria politik bahkan tampak tidak berkurang saat ia telah meninggal. Media yang yang berafiliasi dengan pemerintah, misalnya, tidak sungkan menunjukkan sikap yang dingin.

Pemerintah Rusia juga tidak menyelenggarakan upacara pemakaman untuknya dan Presiden Vladimir Putin memutuskan tidak ada hari berkabung nasional sebagaimana saat Yeltsin meninggal pada 2007 lalu.

Baca juga artikel terkait MIKHAIL GORBACHEV atau tulisan menarik lainnya Sekar Kinasih
(tirto.id - kin/rio)


Penulis: Sekar Kinasih
Editor: Rio Apinino

Subscribe for updates Unsubscribe from updates