Menurut hukum adat adanya warisan disebabkan oleh beberapa hal yaitu ?

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.


Source image : //myprojectfamous.blogspot.com/2017/07/

Warisan adalah segala sesuatu peninggalan yang diturunkan oleh pewaris yang sudah meninggal kepada orang yang menjadi ahli waris sang pewaris tersebut. Wujudnya bisa berupa harta bergerak (mobil, deposito, logam mulia, dll) atau tidak bergerak (rumah, tanah, bagunan, dll), dan termasuk pula hutang atau kewajiban sang pewaris. Hukum Waris adalah hukum yang mengatur tentang harta warisan tersebut. mengatur cara-cara berpindahnya, siapa-siapa saja orang yang pantas mendapatkan harta warisan tersebut, sampai harta apa saja yang diwariskan.

Di Indonesia, hukum waris terbagi menjadi 3 yaitu Hukum Waris Islam, Hukum Waris Perdata dan Hukum Waris Adat yang akan coba dijelaskan penulis adalah gambaran singkat dan ketentuan pembagian warisannya dari masing-masing Hukum Waris tersebut.

Hukum Waris Islam

Dalam Pasal 171 ayat a KHI dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa- siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing- masing”

Pembagian warisan dalam hukum Islam dibagi berdasarkan bagian masing-masing ahli waris yang sudah ditetapkan besarannya. Namun warisan dalam hukum waris Islam dapat dibagi berdasarkan wasiat kepada orang lain atau suatu lembaga dengan ketentuan pemberian wasiat paling banyak sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujuinya.

Besaran Bagian Ahli Waris berdasarkan hukum islam menurut Pasal 176-185 KHI adalah:

a.    Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki dua berbanding satu dengan anak perempuan.

b.  Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat  seperenam bagian.

c.     Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian.

d.      Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah.

e.   Duda mendapat separuh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian.

f.    Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian.

g.   Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian.

h.   Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapat separuh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding satu dengan saudara perempuan.

Hukum Waris Perdata

Waris menurut perdata adalah hukum waris berupa perangkat ketentuan hukum yang mengatur akibat-akibat hukum umumnya di bidang hukum harta kekayaan karena kematian seseorang yaitu pengalihan harta yang ditinggalkan si mati beserta akibat-akibat pengasingan tersebut bagi para penerimanya, baik dalam hubungan antar mereka maupun antar mereka dengan pihak ketiga

Dalam hukum perdata waris dibagi dalam beberapa golongan. Golongan ahli waris dapat dibedakan atas 4 (empat) golongan ahli waris, yaitu:

a.  Golongan I: Dalam golongan ini, suami atau istri dan atau anak keturunan pewaris yang berhak menerima warisan. Dalam bagan di atas yang mendapatkan warisan adalah istri/suami dan ketiga anaknya. Masing-masing mendapat ¼ bagian.

b.     Golongan II: Golongan ini adalah mereka yang mendapatkan warisan bila pewaris belum mempunyai suami atau istri, dan anak. Dengan demikian yang berhak adalah kedua orangtua, saudara, dan atau keturunan saudara pewaris. Dalam contoh bagan di atas yang mendapat warisan adalah ayah, ibu, dan kedua saudara kandung pewaris. Masing-masing mendapat ¼ bagian. Pada prinsipnya bagian orangtua tidak boleh kurang dari ¼ bagian.

c.    Golongan III: Dalam golongan ini pewaris tidak mempunyai saudara kandung sehingga yang mendapatkan waris adalah keluarga dalam garis lurus ke atas, baik dari garis ibu maupun ayah. Contoh bagan di atas yang mendapat warisan adalah kakek atau nenek baik dari ayah dan ibu. Pembagiannya dipecah menjadi ½ bagian untuk garis ayah dan ½ bagian untuk garis ibu.

d.    Golongan IV: Pada golongan ini yang berhak menerima warisan adalah keluarga sedarah dalam garis atas yang masih hidup. Mereka ini mendapat ½ bagian. Sedangkan ahli waris dalam garis yang lain dan derajatnya paling dekat dengan pewaris mendapatkan ½ bagian sisanya.

Hukum Waris Adat

Hukum waris adat merupakan hukum lokal suatu daerah ataupun suku tertentu yang berlaku, diyakini dan dijalankan oleh masyarakat-masyarakat daerah tersebut. Hukum waris adat di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh susunan masyarakat kekerabatannya yang berbeda. Hukum waris adat tetap dipatuhi dan dilakukan oleh masyarakat adatnya terlepas dari Hukum waris adat tersebut telah ditetapkan secara tertulis maupun tidak tertulis. Berdasarkan hukum waris adat dikenal beberapa macam sistem pewaris, yaitu:

Sistem keturunan: pewaris berasal dari keturunan bapak atau ibu ataupun keduanya.

a.      Sistem individual: setiap ahli waris mendapatkan bagisannya masing-masing.

b.  Sistem kolektif: ahli waris menerima harta warisan tetapi tidak dapat dibagi-bagikan penguasaan ataupun kepemilikannya. Setiap ahli waris hanya mendapatkan hak untuk menggunakan ataupun mendapatkan hasil dari harta tersebut.

c.      Sistem mayorat: harta warisan diturunkan kepada anak tertua sebagai pengganti ayah dan ibunya.

Hukum waris adat tidak mengenal adanya hak bagi waris untuk sewaktu-waktu menuntut agar harta warisan dibagikan kepada para waris sebagaimana disebut dalam alinea kedua dari pasal 1066 KUHPerdata atau juga menurut hukum waris Islam. Akan tetapi jika si waris mempunyai kebutuhan atau kepentingan, sedangkan ia berhak mendapat waris, maka ia dapat saja mengajukan permintaannya untuk dapat menggunakan harta warisan dengan cara bermusyawarah dan bermufakat dengan para waris lainnya.

Pada intinya pembagian warisan berdasarkan Hukum Waris Adat sangat beragam tergantung ketentuan suatu Adat tersebut dengan tetap memperhatikan prinsip keadilan antara para ahli waris.

********

Warisan adalah perkara yang penting bagi kehidupan Anda. Tidak hanya untuk diri pribadi, melainkan juga untuk anak cucu Anda kelak. Meskipun penting, seringkali perihal warisan ini menimbulkan berbagai permasalahan. Tidak heran, banyak juga orang yang putus tali persaudaraannya karena hak warisan. Permasalahan utamanya biasanya karena perbedaan pendapat mengenai kesetaraan dan keadilan.

Meskipun aturan dan perhitungannya cukup rumit. Anda perlu memikirkannya dari sekarang dan jangan mencoba untuk menomorduakan perihal ini. Dikhawatirkan perihal warisan ini menjadi permasalahan besar yang muncul di masa depan. Untuk itu, Anda perlu mempelajari hukum waris di Indonesia. Anda pun dituntut untuk paham dan mengerti. Sehingga, saat terjadi pembagian, akan mencapai mufakat dan tidak adanya perselisihan dan omongan di belakang.

Baca Juga: Surat Kuasa Ahli Waris untuk Menjual Tanah atau Rumah

Pengertian Hukum Waris

Hukum Waris via quickenloans.com

Menurut pakar hukum Indonesia, Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro (1976), hukum waris diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang setelah pewaris meninggal dunia, dan cara-cara berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain atau ahli waris.

Meskipun pengertian hukum waris tidak tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata, namun tata cara pengaturan hukum waris tersebut diatur oleh KUH Perdata. Sedangkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, hukum waris adalah hukum yang mengatur pemindahan hak pemilikan atas harta peninggalan pewaris, lalu menentukan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris dan berapa besar bagian masing-masing.

Unsur-Unsur Hukum Waris

Membicarakan hukum waris tidak terlepas dari beberapa unsur yang terikat. Adapun unsur-unsur tersebut sebagai berikut:

  1. Pewaris
    Pewaris adalah orang yang meninggal dunia atau orang yang memberikan warisan disebut pewaris. Biasanya pewaris melimpahkan baik harta maupun kewajibannya atau hutang kepada orang lain atau ahli waris.
  1. Ahli waris
    Ahli waris adalah orang yang menerima warisan disebut sebagai ahli waris yang diberi hak secara hukum untuk menerima harta dan kewajiban atau hutang yang ditinggalkan oleh pewaris.
  1. Harta warisan
    Warisan adalah segala sesuatu yang diberikan kepada ahli waris untuk dimiliki pewaris, baik itu berupa hak atau harta seperti rumah, mobil, dan emas maupun kewajiban berupa hutang.

Hukum Waris di Indonesia

Hukum Waris di Indonesia via amazonaws.com

Indonesia adalah negara multikultural. Berbagai aturan yang ada pun tidak dapat mengotak-kotakan kultur yang ada. Sama berlakunya untuk hukum waris. Di Indonesia, belum ada hukum waris yang berlaku secara nasional. Adanya hukum waris di Indonesia adalah hukum waris adat, hukum waris Islam, dan hukum waris perdata. Masing-masing hukum waris itu memiliki aturan yang berbeda-beda. Adapun berikut penjelasannya:

1. Hukum Waris Adat
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beragam suku bangsa, agama, dan adat-istiadat yang berbeda satu dengan lainnya. Hal itu mempengaruhi hukum yang berlaku di tiap golongan masyarakat yang dikenal dengan sebutan hukum adat.

Menurut Ter Haar, seorang pakar hukum dalam bukunya yang berjudul Beginselen en Stelsel van het Adatrecht (1950), hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengatur penerusan dan peralihan dari abad ke abad baik harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada generasi berikut.

Hukum adat itu sendiri bentuknya tak tertulis, hanya berupa norma dan adat-istiadat yang harus dipatuhi masyarakat tertentu dalam suatu daerah dan hanya berlaku di daerah tersebut dengan sanksi-sanksi tertentu bagi yang melanggarnya.

Oleh karena itu, hukum waris adat banyak dipengaruhi oleh struktur kemasyarakatan atau kekerabatan. Di Indonesia hukum waris mengenal beberapa macam sistem pewarisan. Apa saja?

  • Sistem keturunan: sistem ini dibedakan menjadi tiga macam yaitu sistem patrilineal yaitu berdasarkan garis keturunan bapak, sistem matrilineal berdasarkan garis keturunan ibu, dan sistem bilateral yaitu sistem berdasarkan garis keturunan kedua orang tua.
  • Sistem Individual: berdasarkan sistem ini, setiap ahli waris mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Pada umumnya sistem ini diterapkan pada masyarakat yang menganut sistem kemasyarakatan bilateral seperti Jawa dan Batak.
  • Sistem Kolektif: ahli waris menerima harta warisan sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan ataupun kepemilikannya dan tiap ahli waris hanya mempunyai hak untuk menggunakan atau mendapat hasil dari harta tersebut. Contohnya adalah barang pusaka di suatu masyarakat tertentu.
  • Sistem Mayorat: dalam sistem mayorat, harta warisan dialihkan sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi dengan hak penguasaan yang dilimpahkan kepada anak tertentu. Misalnya kepada anak tertua yang bertugas sebagai pemimpin keluarga menggantikan kedudukan ayah atau ibu sebagai kepala keluarga, seperti di masyarakat Bali dan Lampung harta warisan dilimpahkan kepada anak tertua dan di Sumatra Selatan kepada anak perempuan tertua.

Baca Juga: Rencanakan Warisan Anda Mulai Sekarang

2. Hukum Waris Islam

Hukum waris Islam berlaku bagi masyarakat Indonesia yang beragama Islam dan diatur dalam Pasal 171-214 Kompilasi Hukum Indonesia, yaitu materi hukum Islam yang ditulis dalam 229 pasal. Dalam hukum waris Islam menganut prinsip kewarisan individual bilateral, bukan kolektif maupun mayorat. Dengan demikian pewaris bisa berasal dari pihak bapak atau ibu.

Menurut hukum waris Islam ada tiga syarat agar pewarisan dinyatakan ada sehingga dapat memberi hak kepada seseorang atau ahli waris untuk menerima warisan:

  • Orang yang mewariskan (pewaris) telah meninggal dunia dan dapat di buktikan secara hukum ia telah meninggal. Sehingga jika ada pembagian atau pemberian harta pada keluarga pada masa pewaris masih hidup, itu tidak termasuk dalam kategori waris tetapi disebut hibah.
  • Orang yang mewarisi (ahli waris) masih hidup pada saat orang yang mewariskan meninggal dunia.
  • Orang yang mewariskan dan mewarisi memiliki hubungan keturunan atau kekerabatan, baik pertalian garis lurus ke atas seperti ayah atau kakek dan pertalian lurus ke bawah seperti anak, cucu, dan paman.

3. Hukum Waris Perdata

Hukum waris perdata atau yang sering disebut hukum waris barat berlaku untuk masyarakat nonmuslim, termasuk warga negara Indonesia keturunan, baik Tionghoa maupun Eropa yang ketentuannya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP).

Hukum waris perdata menganut sistem individual di mana setiap ahli waris mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Dalam hukum waris perdata ada dua cara untuk mewariskan:

  • Mewariskan berdasarkan undang-undang atau mewariskan tanpa surat wasiat yang disebut sebagai Ab-instentato, sedangkan ahli warisnya disebut Ab-instaat. Ada 4 golongan ahli waris berdasarkan undang-undang: Golongan I terdiri dari suami istri dan anak-anak beserta keturunannya; Golongan II terdiri dari orang tua dan saudara-saudara beserta keturunannya; Golongan III terdiri dari kakek, nenek serta seterusnya ke atas; dan Golongan IV terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh, termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III beserta keturunannya.
  • Mewariskan berdasarkan surat wasiat yaitu berupa pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia yang oleh si pembuatnya dapat diubah atau dicabut kembali selama ia masih hidup sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 992. Cara pembatalannya harus dengan wasiat baru atau dilakukan dengan Notaris.

Syarat pembuatan surat wasiat ini berlaku bagi mereka yang sudah berusia 18 tahun atau lebih dan sudah menikah meski belum berusia 18 tahun. Yang termasuk golongan ahli waris berdasarkan surat wasiat adalah semua orang yang ditunjuk oleh pewaris melalui surat wasiat untuk menjadi ahli warisnya.

Pembagian Warisan yang Adil

Dari deskripsi di atas, Anda perlu mengetahui kebutuhan yang dapat mencakup keluarga besar Anda. Memang rumit, apalagi ketika menghitungnya. Namun, Anda perlu kesabaran yang tinggi. Jika kesulitan, konsultasikan dengan orang terdekat. Dapat juga Anda menggunakan tenaga ahli untuk membantu. Hal ini tentunya akan sangat membantu Anda untuk membuat perhitungan yang lebih baik. Dengan demikian, tujuan kesetaraan dan pembagian secara adil dapat terlaksana.

Perhatikan juga wasiat orang tertua. Jika merasa perlu menegakkan keadilan dan kesetaraan jangan sungkan untuk bermusyawarah. Dengan demikian akan muncul mufakat yang menjadi acuan bersama. Adanya komunikasi membantu manusia untuk saling memahami. Dengan demikian ikatan keluarga akan tetap terjaga dan harmonis. Setidaknya Anda telah mencoba yang terbaik. Niat baik tentunya akan memiliki hasil yang baik pula.

Baca Juga: Tabungan Pensiun, Seberapa Pentingkah Bagi Anda?

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA