Mengapa setiap orang yang beriman harus meneladani sifat-sifat para rasul

Oleh Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, M.A.

Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan & Keuangan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Allah SWT memerintah kepada kita semua untuk meneladani sifat dan karakter Nabi Muhammad Saw, meskipun tentu sebatas kemampuan kita, dengan tujuan mendapat rida dari Allah dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah SWT berfirman pada Q.S. al-Aḥzāb: 21, yang artinya: “Sungguh, telah ada bagi kamu pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagi orang yang selalu mengharap (rahmat) Allah dan (kebahagiaan) Hari Akhir, serta yang banyak berzikir kepada Allah.” Agar dapat meneladani beliau, kita harus mengenal perangainya. Ā’isyah r.a. pernah mengatakan bahwa perangai Rasulullah itu semua yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Namun, artikel singkat ini hanya menerangkan perangainya yang disebutkan pada Q.S. al-Tawbah:128 saja. Pada ayat ini terdapa tiga karakter Nabi Muhammad SAW sebagai berikut.

Pertama, ‘azīzun ‘alayhi mā ‘anittum (“berat terasa olehnya apa yang telah membuat kamu menerita”). Dengan kata lain, Rasulullah SAW memmiliki rasa empati terhadap penderitaan orang lain. Menurut Muḥammad ibn Jarīr al-Ṭabarī (w. 310/, makna historis dari susunan ‘azīz ‘alayhi mā ‘anittum adalah bahwa Rasulullah merasa sedih dan sangat terbebani oleh penderitaaan semua umatnya saat itu, baik yang sudah beriman maupun yang belum beriman (Jāmi‘ al-Bayān, 12:98). Penderitaan umatnya yang sudah beriman saat itu sangat besar. Mereka menghadapi berbagai macam ujian dan cobaan berupa kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan oleh kaum musyrik Mekkah. Penyiksaan Kaum Quraisy terhadap umat Islam saat itu didokumentasikan oleh Ibn Isḥāq di dalam kitabnya al-Sīrah al-Nabawiyyah. Di antara yang disakiti adalah Abū Bakr, Bilāl ibn Abī Rabāh, Summayyah, Maṣ‘ab ibn Umayr dll. (h. 226-239). Penderitaan mereka ini membuat Rasulullah SAW sangat sedih. Di sisi lain, beliau juga sedih karena mayoritas kaum Quraisy saat beliau berdakwah selama 12 tahun di Mekkah masih berada dalam kegelapan dan kesesatan secara teologis. Singkat kata, beliau memiliki karakter empati yang sangat mendalam untuk umatnya. Karakter semacam ini perlu kita teladani di masa sekarang ini tentunya dengan melihat kondisi dan kebutuhan saat ini. Rasa empati bisa kita berikan kepada orang-orang yang menderita, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan maupun agama. Rasa empati ini kiranya dapat mendorong kita untuk membantu mereka sehingga mereka terbebas atau terkurangi dari penderitaan tersebut.

Kedua, ḥarīṣun ‘alaykum (“sangat menginginkan kebaikan kalian”). Rasulullah SAW memiliki antusiasme yang sangat besar untuk menciptakan kebaikan bagi umatnya. Beliau tidak kenal lelah dalam menyampaikan pesan-pesan ilahi agar umatnya mendapatkan kebahagiaan, baik di dunia maupun akhirat. Secara historis al-Ṭabarī menafsirkan ungkapan tersebut dengan: “ḥarīṣun ‘alā hudā ḍullālikum wa tawbatihim wa rujū‘ihim ilā al-haqqi” (sangat bersemangat agar orang-orang yang tersesat itu mendapatkan hidayah, bertaubat dan kembali kepada kebenaran) (Jāmi‘ al-Bayān, 12:97). Karakter semacam ini juga sangat penting untuk kita teladani. Kita sebaiknya memiliki antusiasme untuk memajukan orang lain dan menciptakan kemaslahatan bagi orang lain dalam bidang apapun yang relevan pada saat ini. Bila kita menjadi pejabat, misalnya, maka kita berjuang untuk memajukan karir mereka dengan penuh ketulusan. Bila kita menjadi pimpinan perusahaan, maka kita berusaha agar para pegawainya mendapat perhatian yang cukup sehingga mereka bertambah maju. Bila kita menjadi pendidik, maka bagaimana kita berupaya agar anak didik kita berhasil dalam studi.

Ketiga, bi l-mu’minīn ra’ūfun raḥīmun (“terhadap orang-orang beriman sangat penyayang lagi pengasih”). Rasulullah SAW memiliki sifat kasih sayang yang lebih kepada umatnya yang sudah beriman. Karakter pertama dan kedua yang telah disebutkan di atas itu beliau terapkan untuk semua orang Arab saat itu, baik yang sudah maupun yang belum beriman kepadanya. Semuanya mendapatkan perhatian dari beliau. Adapun karakter ketiga, yakni sifat kasih sayang yang lebih, itu diterapkannya kepada orang-orang yang telah beriman kepadanya. Dalam sejarah dicatat bahwa beliau sangat menyayangi para sahabatnya, baik lelaki maupun perempuan, dan baik orang merdeka maupun budak. Pada masa sekarang ini kita diperintahkan untuk saling menyayangi, terlebih lagi terhadap sesama muslim. Sikap saling membantu, saling menghargai dan saling memperhatikan untuk kemajuan bersama sangat diharapkan pada masa kini. Sebaliknya, kita diharapkan untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang menimbulkan permusuhan di antara sesama.

*Dimuat di Tribun Jogja, Jumat, 21 Mei 2021

Baca Juga : Pidato Rektor Idul Fitri

Ap dampak merkantilisme terhadap kebijakan politik ekonomi pemerintah Hindia Belanda di Di Nusantara

tolong di bantu in ya dek​

sebutkan apa para jendral yang menjadi korban pemberontakan G30S/PKI​

alasan dibentuknya organisasi nafta?​

Siapakah yang melakukan pemberontakan PKI?​

Kelahiran Nabi Muhammad SAW membawa dunia ke kehidupan yang baru. Beliau adalah rahmat bagi seluruh semesta. Nabi Muhammad SAW memiliki akhlak yang mulia yang dijadikan teladan bagi umat muslim semua. Nah, meneladani sifat Rasulullah merupakan salah satu bentuk dari kasih sayang kita terhadapnya. Bagaimana menerapkannya? Kita bisa menjalankan sunnah dan perintah Rasul di dalam kehidupan sehari-hari. Kita juga dapat mencontoh kasih sayang sahabat-sahabat Rasul, seperti misalnya pamannya Hamzah yang rela berkorban untuk melindungi Rasul di perang Uhud, atau bilal yang gembira akan bertemu Rasul disaat hari kematiannya.

Dalam surat al-ahzab ayat 21, Allah SWT berfirman bahwa sudah ada suri tauladan dalam diri Nabi Muhammad SAW yang patut kita teladani. Nabi Muhammad SAW merupakan nabi dan utusan Allah yang pastinya sudah diberikan bekal, yaitu kemuliaan. Sifat Rasulullah yang mulia ini juga dapat kita teladani.

Ada 4 sifat mulia Rasul yang patut kita contoh, yaitu:

Shidiq (jujur)

Jujur dalam perkataan dan perbuatan. Dalam pandemi ini, kita dapat menerapkannya di saat pembelajaran online. Contohnya, mengerjakan tugas-tugas sekolah dan ujian dengan jujur. Atau jujur terhadap orangtua (dan orang lainnya).

Amanah (dapat dipercaya)

Rasulullah biasa dipercaya untuk menyelesaikan masalah orang satu dengan orang lain, karena semua orang percaya terhadap Rasul. Rasulullah pastinya mengerjakan apa yang dipercayakan oleh beliau dengan sungguh-sungguh. Oleh karena itu, kita bila diberikan kepercayaan terhadap orangtua, teman, ataupun guru untuk mengerjakan sesuatu (misal menjadi ketua osis atau apapun itu) harus mengerjakan dengan sugguh-sungguh. Janganlah menghianati kepercayaan dari orang yang sudah mempercayai kita.

Tabligh (menyampaikan)

Rasul mendapat wahyu dari Allah SWT yang nantinya akan diberitahukan ke kaumnya. Rasul selalu memberitahu wahyu Allah SWT dengan detail dan tepat. Nah, kita dapat meneladani sifat ini dengan menyampaikan persis seperti apa yang di dengar dari orang yang memberitahu kita. Jangan pernah menambah-nambahkan atau bahkan menyembunyikannya.

Fatanah (cerdas)

Allah SWT sudah membekali Rasul dengan kecerdasan karena risalah beliau yang berat. Rasulullah pasti bisa menyelasaikan suatu masalah dengan bijaksana. Oleh karena itu, kita sebagai umat islam harus menuntun ilmu agar menjadi cerdas. Nah, dengan cerdas kita dapat membantu banyak orang, dan membantu diri sendiri. Misal, kita menjadi susah untuk ditipu, dapat menyelesaikan masalah dengan baik, dapat menyampaikan suatu dakwah, dan memberikan solusi dari suatu masalah.

Diluar 4 sifat mulia diatas, Rasul juga mempunyai sifat mulia lainnya. Nabi Muhammad SAW jauh dari maksiat. Walau beliau merupakan manusia biasa yang pernah lupa, namun Allah SWT pasti memberitahu Rasul, yang nantinya Rasul pasti akan melaksanakannya. Beliau juga dikenal sebagai Al-amin (orang yang dipercaya) oleh orang Mekkah, bahkan diusianya yang begitu muda.

Walau kita tidak bisa benar-benar menjadi seperti Nabi Muhammad SAW, namun kita bisa berusaha sebaik-baiknya untuk meneladani sifat-sifat beliau. Kebaikan tersebut akan berrpengaruh baik bagi masa depan kita.

Ditulis oleh Shofiya Nashita Arundati Kelas 9B, dalam acara Bina Pribadi Islami (BPI) SMPIT Abu Bakar Fullday School.

Nabi Muhammad SAW adalah panutan terbaik bagi umat manusia di seluruh penjuru dunia. Ia adalah Nabi terakhir atau disebut sebagai penutup para nabi. Beliau adalah kekasih Allah SWT yang diberi mukjizat, kelebihan-kelebihan, serta keistimewaan yang luar biasa yang tidak dimiliki oleh manusia biasa pada umumnya. Maka dari itu beliau mempunyai sifat-sifat dan karakter yang amat patut dicontoh oleh kita, sebagai umatnya.

Terlebih kita yang hidup di dalam lingkup pesantren sebagai mahasantri yang berakal, dan mempunyai kewajiban-kewajiban khusus dalam meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta meneladani sifat-sifat Rosululloh sesuai dengan kehidupan kita, yaitu sebagai “Mahasantri”.

Beberapa sifat-sifat Rosulullah yang patut kita teladani dalam kehidupan mahasantri adalah sebagai berikut;

  • Sifat Sidiq, yang artinya “Jujur”

Dalam kehidupan mahasantri kita harus selalu jujur kepada siapapun baik dalam perkataan maupun perbuatan kita.

  • Sifat Amanah, yang artinya “dapat dipercaya”

Kepercayaan itu sangat mahal harganya, maka dari itu kita harus menjadi orang yg dapat dipercaya bagi siapapun, dan jangan pernah merusak kepercayaan orang lain kepada kita karena bila kepercayaan itu  telah hilang, sulit sekali untuk mendapatkannya kembali.

  • Sifat Tabligh, yang artinya “menyampaikan”

Karena jumlah mahasantri yang mencapai seribu lebih, dan keberadaannya yang berbeda-beda menyebabkan sulit untuk dijangkau apabila ingin menyampaikan hal-hal penting dan mendesak secara langsung atau tatap muka, maka tidak jarang kita menitipkan salam dengan orang yang kita maksud. Maka sebagai orang yang dititipi pesan atau salam, kita harus menyampaikannya agar membantu dan meringankan urusan orang lain.

  • Sifat Fathonah, yang artinya “cerdas”

Sebagai mahasiswi UNIDA Gontor sudah sewajarnya kita memiliki sifat yang satu ini, karena kita telah memiliki bekal ilmu mulai dari SD, SMP, SMA/sederajat (di Gontor namanya KMI). Maka hendaknya kita mensyukuri dengan kecerdasan yang kita miliki serta berupaya untuk  menambah kadar kecerdasan kita dengan rajin belajar, mengerjakan tugas dan aktif dalam kegiatan-kegiatan non-akademik lainnya.

Rasulullah SAW telah melakukan isra’ mi’raj pada 27 Rajab. Beliau melakukan perjalanan hanya semalam saja untuk menempuh perjalanan dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha, dan dari Masjidil Aqsha menuju Sidratul Muntaha. Dalam peristiwa tersebut Allah memerintahkan Jibril untuk mencuci dan membersihkan hati Baginda Rosulullah, yakni, dibersihkan hatinya dari perasaan iri, dengki, dendam, marah benci dan sifat-sifat normal lainnya yang biasa dimiliki semua manusia.

Kita dapat mengambil pelajaran dari sini, bahwa hendaknya kita selalu berusaha menghindari perasaan iri, dengki, dendam, marah, benci. Karena sebagai “wanita”, hati dan perasaan kita tidak jauh dari sifat-sifat tersebut. (Ilma Nafi’a Zuhria Febriza/1)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA