Mengapa mutasi sangat penting bagi organisasi?

Esti Listiari & Arundati Shinta

Fakultas Psikologi Universitas Proklamsi 45

Yogyakarta

Foto : Elisa

Keharmonisan kerja, itulah filsafat orang Jawa dalam bekerja. Orang Jawa sangat mengagungkan keselarasan baik dalam berkarya maupun dalam kehidupan sosial. Apabila prinsip keharmonisan itu dilanggar, maka kepuasan kerja para karyawan cenderung turun. Hal ini sesuai dengan teori kepuasan kerja atau motivation-hygiene theory yang dikemukakan oleh Frederick Hezberg (dalam Robbins, 1998). Tokoh itu percaya bahwa hubungan antara karyawan dan pekerjaan merupakan suatu hal yang mendasar. Oleh karena itu sikap karyawan terhadap organisasi sangat ditentukan oleh kesuksesan atau kegagalannya dalam menjalankan tugasnya. Hal-hal yang diangap penting dalam hal kepuasan kerja karyawan antara lain hubungan yang harmonis dengan atasan, rekan kerja dan bawahan penting untuk dijaga.

Permasalahan yang sering muncul dalam organisasi adalah kebosanan kerja. Untuk mengatasi kebosanan kerja, maka organisasi sering mengadakan rotasi (perputaran) atau mutasi kerja. Dampak dari mutasi adalah munculnya perubahan langgam kerja. Apabila mutasi sebagai kebijakan organisasi itu dihadapai secara negatif (terpaksa), maka karyawan akan merasa tidak senang dan tidak puas terhadap organisasi. Rasa tidak puas yang berkepanjangan tentu akan membuat organisasi menjadi tempat yang tidak nyaman bagi karyawan.

Persoalan mutasi kerja yang menjadi momok bagi karyawan ini, antara lain terjadi di Hotel Matahari dan toko alumunium Matahari Yogyakarta. Baru-baru ini karyawan pada dua organisasi tersebut merasa hak-haknya dilecehkan oleh pimpinan dua organisasi tersebut. Contoh pelecehan itu antara adanya mutasi tugas kantor yang dilakukan sepihak tanpa persetujuan karyawan (KR, 2012). Pelecehan itu berlanjut pada kasus-kasus berikutnya yang serius seperti terlambatnya pembayaran gaji. Bila persoalan-persoalan itu tidak segera diatasi, maka mungkin saja terjadi eksodus atau berpindahnya sebagian besar karyawan secara serentak pada organisasi lainnya. Organisasi ayng ditinggalkan mungkin saja akan menjadi bangkrut.


Apa sebenarnya mutasi kerja itu? Mutasi kerja adalah hal yang biasa dalam organisasi. Mutasi atau perputaran (rotasi) kerja merupakan salah satu cara bagi manajemen organisasi untuk mengurangi kejenuhan bagi karyawan terhadap tugas-tugas lamanya, sehingga karyawan menjadi termotivasi lagi menghadapi tugas-tugas barunya. Mutasi juga merupakan salah satu strategi organisasi untuk mempersiapkan para karyawannya dalam menghadapi perubahan (Robbins, 1998). Perubahan adalah suatu keharusan, sebab organisasi yang tidak mau atau tidak peduli dengan perubahan berarti cenderung untuk bangkrut lebih cepat. Organisasi yang statis akan berumur pendek, namun organisasi yang terlalu sering berubah-ubah juga cenderung kurang bisa berkembang dengan optimal. Organisasi yang terlalu sering berubah, misalnya seringnya karyawan keluar masuk (turn over), berarti menunjukkan organisasi tersebut tidak sehat.

Apakah karyawan boleh menolak mutasi kerja? Perubahan termasuk mutasi kerja adalah suatu perisitiwa yang tidak mudah. Oleh karena bekerja dalam suatu organisasi bukan merupakan paksaan, maka sesungguhnya karyawan boleh saja menolak mutasi kerja. Seseorang menempati posisi tertentu dalam suatu organisasi tempatnya bekerja tentu berdasarkan keahlian, ketrampilan, bakat, minat, harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum. Apabila alasan-alasan itu tidak terpenuhi maka ia berhak untuk menolak ditempatkan dalam suatu posisi tertentu atau menolak mutasi. Hal itu tercantum dalam Pasal 32 UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Apabila pada awal kerja karyawan sudah mendantangani Perjanjian Kerja yang isinya adalah kesanggupan untuk ditempatkan di mana saja, maka karyawan tidak boleh menolak mutasi kerja. Menolak mutasi kerja berarti menolak perintah pimpinan dan menolak kesepakatan bersama (Kusumasari, 2012).

Persoalan yang paling sering muncul dalam hal mutasi kerja adalah karyawan menolak untuk mengubah langgam kerjanya. Sebagai ilustrasi, karyawan yang terbiasa dengan posisi sebagai administrasi yang serba monotoon tentu akan mengalami stress berat ketika dipindah menjadi karyawan bagian pemasaran. Stress mereka dapat dipahami karena persyaratan kerja ketika karyawan administrasi tadi masuk untuk pertama kali, adalah untuk bagian administrasi bukan pemasaran. Target yang harus dipenuhi pada bagian administrasi berbeda dengan bagian pemasaran. Target pada bagian adminsitrasi lebih kepada pencapaian penguasaan suatu kemampuan atau penyelesaian suatu tugas. Target pada bagian marketing adalah tingginya angka penjualan.

Posisi mana yang lebih melelahkan, bagian administrasi atau bagian pemasaran? Apabila dilihat dari beratnya beban pekerjaannya, maka beban pekerjaan pada bagian adminsitrasi sama saja beratnya dengan bagian pemasaran. Perbedaan yang paling mendasar dari dua posisi tersebut adalah pada kebiasaannya dalam hal bepergian (traveling). Orang yang terbiasa dan senang bepergian, maka ia cenderung tidak keberatan untuk menempati bagian pemasaran. Apalagi bila karakteristiknya sangat menunjang untuk melakukan kegiatan pemasaran seperti mudah bergaul, masih muda, belum ada tanggungan keluarga, menguasai teknologi informasi, dan mampu bekerja dalam kelompok atau pun mandiri. Pada bagian administrasi sebaliknya, seseorang tidak dituntut untuk sering bepergian, bahkan cenderung menetap pada suatu tempat. Oleh karena cenderung menetap, maka karyawan administrasi cenderung membuat sebuah sistem kerja yang memperlancar penyelesaian tugas-tugasnya.

Sebagai ilustrasi, karyawan administrasi akan menata meja kerjanya (tempat meletakkan pensil, tempat meletakkan komputer, tempat meletakkan kalender) sesuai dengan kesenangannya. Sistem yang disukainya itu kemudian akan menjadi semacam zona nyaman. Hal itu berarti bahwa tempat duduk dan meja kerjanya adalah tempat yang paling nyaman. Apabila ia berpindah tempat duduk di tempat temannya, maka berbeda pula sistem kerjanya (kebiasaannya). Orang yang telalu lama berada di zona nyaman akan merasa kebingungan apabila dipaksa untuk keluar dari zona nyaman.

Untuk menghadapi penolakan karyawan terhadap mutasi, maka pimpinan organisasi perlu berembug dengan karyawan. Pimpinan harus bisa meyakinkan karyawan bahwa mutasi memang suatu hal yang harus dilaksanakan organisasi untuk menghadapi kompetisi antar organisasi. Agar mutasi tidak dipersepsikan negatif, bahwa karyawan seolah-olah dibuang, maka beberapa hal hendaknya perlu diperhatikan pihak pimpinan organisasi. Pertama, terapkanlah mutasi kerja kepada semua karyawan dan tidak ada dispensasi karyawan. Kedua, dampingilah karyawan yang baru saja mendapat mutasi dalam hal pemerolehan ketrampilan kerja. Ketiga, tekankanlah bahwa mutasi tidak ada hubungan dengan penghasilan. Keempat, lakukanlah mutasi secara terjadwal dengan teratur sehingga tidak muncul kesan bahwa mutasi adalah kebijakan yang sifatnya mendadak. Kelima, mutasi dilakukan untuk posisi yang satu level.

Daftar pustaka:

KR (2012). Lembaga ombudsman swasta: Gelar perkara buruh hotel Matahari. Kedaulatan Rakyat, 13 Desember 2012 hal. 23.

Kusumasari, D. (2012). Bolehkah karyawan menolak penempatan kerja / mutasi?. Hukum Online.com, 28 Juni 2012. Retrieved on June 28, 2013 from //www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fcdc5ccc4acc/bolehkah-karyawan-menolak-penempatan-kerja_mutasi

Robbins, S. R. (1998). Organizational behavior. 8th ed. New Jersey: Prentice Hall International, Inc.

TANA PASER- Sebanyak 41 Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Paser, Jumat (17/5) diambil sumpah dan dilantik oleh Asisten Umum  Setda Paser Arief Rahman atas nama Bupati Paser.

  Usai melantik dan mengambil sumpah, Asisten Umum Arief Rahman yang membacakan sambutan tertulis Bupati Paser mengatakan, mutasi dan rolling ini adalah hal yang biasa dalam suatu organisasi pemerintahan karena merupakan tuntutan organisasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.   Oleh sebab itu menurut Arief, jabatan yang diberikan kepada saudara-saudara  harus disyukuri dan hendaknya dapat dijaga dan diimbangi dengan kejujuran, keikhlasan, serta prestasi dalam bekerja.

“Untuk itu dibutuhkan keseriusan, tanggung jawab moral, dan komitmen bersama, serta bekerja maksimal dalam memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat Kabupaten Paser. Selaku pimpinan daerah saya berharap, kepada saudara-saudara dan segenap aparatur Pemerintah Kabupaten Paser agar dapat meneguhkan niat dan tekad untuk menjadi teladan, baik dalam menjalankan tugas, maupun sebagai anggota masyarakat,” katanya.

Sebagai pejabat apalagi yang menjadi pucuk pimpinan satuan kerja lanjut Arief, tentu harus mampu mengarahkan seluruh jajaran staf untuk melaksanakan program kerja dan  para pejabat agar mampu membaca dan menerjemahkan visi yang dikedepankan oleh pimpinan dan sekaligus harus memiliki kecakapan untuk merealisasikannya, karena itu dalam banyak hal, para pejabat dituntut untuk menguasai hal-hal yang bersifat teknis.

“Kabupaten Paser membutuhkan aparatur pemerintah yang mampu bekerja keras, bersinergi dengan masyarakat untuk melakukan percepatan pelaksanaan program yang telah direncanakan. Rotasi, mutasi ataupun promosi suatu jabatan merupakan bagian dinamisasi, proses penyegaran dan penyesuaian kebutuhan personil dalam organisasi birokrasi, akan selalu ada selama kebutuhan dan situasi organisasi menghendakinya. Dengan demikian hendaknya hal ini dapat kita lihat dan kita tanggapi secara wajar dan sebagai hal yang biasa,” sebutnya.

Perangkat Daerah kata Arif memiliki berbagai keunggulan dan keutamaan, apabila tidak diisi dengan personil-personil yang loyal, profesional dan memiliki kompetensi, maka hal ini akan menimbulkan berbagai permasalahan yang bersifat teknis maupun manajerial.

“ Untuk itu, agar pejabat struktural yang baru dilantik hendaknya benar-benar mampu menjabarkan kepercayaan dan amanah yang diberikan dengan sebaik-baiknya, penuh keseriusan dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas dan fungsinya,” pesanya. (har-/humas) 

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA