Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membikin makanan memiliki kekuatan simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan.[1]
Dalam mengawetkan makanan harus dikawal jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan kekuatan tarik produk pengawetan makanan.[1] Teknologi pengawetan makanan yang dikembangkan dalam skala industri masa kini berbasis pada cara-cara tradisional yang dikembangkan untuk memperpanjang masa makanan bahan makanan.[1]
Tujuan
Sejak manusia dapat berbudidaya tanaman dan binatang, hasil produksi panen diproduksi menjadi berlimpah.[1] Namun bahan-bahan tersebut ada yang cepat busuk, makanan yang disimpan dapat diproduksi menjadi rusak, misalnya karena oksidasi atau benturan.[1] Contohnya lemak diproduksi menjadi tengik karena merasakan reaksi oksidasi radikal lepas. Untuk menangani hal tersebut, manusia melaksanakan pengawetan pangan[1], sehingga bahan makanan dapat dikonsumsi kapan saja dan dimana saja, namun dengan batas kadaluarsa, dan kandungan kimia dan bahan makanan dapat dipertahankan.[1] Selain itu, pengawetan makanan juga dapat membikin bahan-bahan yang tidak dikehendaki seperti racun alami dsb-nya dinetralkan atau disingkirkan dari bahan makanan.[1]
Cara
pendinginan di lemari pendingin merupakan salah satu cara untuk mengawetkan makanan
Cara pengawetan bahan makanan dapat disesuaikan dengan keadaan bahan makanan, komposisi bahan makanan, dan tujuan dari pengawetan[1]. Secara garis agung ada dua cara dalam mengawetkan makanan, yaitu fisik serta biologi dan kimia.[2]
Fisik
Pengawetan makanan secara fisik merupakan yang paling bervariasi jenisnya, contohnya adalah[3]:
- pemanasan. Teknik ini dilakukan untuk bahan padat, namun tidak efektif untuk bahan yang mengandung gugus fungsional, seperti vitamin dan protein.
- pendinginan. Dilakukan dengan memasukkan ke lemari pendingin, dapat diterapkan untuk daging dan susu.
- pembekuan, pengawetan makanan dengan menurunkan temperaturnya sampai di bawah titik beku cairan.
- pengasapan. Perpaduan teknik pengasinan dan pengeringan, untuk pengawetan jangka panjang, biasa diterapkan pada daging.
- pengalengan. Perpaduan kimia (penambahan bahan pengawet) dan fisika (ruang hampa dalam kaleng).
- pembuatan acar. Sering dilakukan pada sayur ataupun buah.
- pengentalan dapat dilakukan untuk mengawetkan bahan cair
- pengeringan, mencegah pembusukan makanan dampak mikroorganisme, kebanyakan dilakukan untuk bahan padat yang mengandung protein dan karbohidrat
- pembuatan tepung. Teknik ini sangat banyak diterapkan pada bahan karbohidrat
- Irradiasi, untuk menghancurkan mikroorganisme dan menghambat perubahan biokimia[4]
Biokimia
Pengawetan makanan secara biokimia secara umum ditempuh dengan penambahan senyawa pengawet, seperti[2]:
- penambahan enzim, seperti papain dan bromelin
- penambahan bahan kimia, misalnya asam sitrat, garam, gula.
- pengasinan, menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk makanan
- pemanisan, menaruh dalam larutan dengan kadar gula yang cukup tinggi untuk mencengah kerusakan makanan
- pemberian bahan pengawet, kebanyakan diterapkan pada bahan yang cair atau mengandung minyak. Bahan pengawet makanan ada yang bersifat racun dan karsinogenik.[3] Bahan pengawet tradisional yang tidak berbahaya adalah garam seperti pada ikan asin dan telur asin, dan sirup karena larutan gula kental dapat mencegah pertumbuhan mikroba.[3] Kalsium propionat atau natrium propionat digunakan untuk menghambat pertumbuhan kapang, asam sorbat menghambat pertumbuhan kapang dalam keju, sirup dan buah kering.[3]
Prinsip
Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu[5]:
- Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan
- Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor sekeliling yang terkait termasuk agresi hama
- Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial. Bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet juga diharapkan dapat mengganggu kondisi optimal pertumbuhan mikroba.[2] Ditinjau secara kimiawi, pertumbuhan mikroba yang paling rawan adalah keseimbangan elektrolit pada sistem metabolismenya.[2] Karenanya bahan kimia yang digunakan untuk antimikroba yang efektif kebanyakan digunakan asam-asam organik.[2] Cara yang dapat ditempuh untuk mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial adalah[5]:
- mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis)
- mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi
- menghambat pertumbuhan dan acara mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia
- membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi.
Lihat pula
Referensi
edunitas.com
Page 2
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membikin makanan ada kekuatan simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan.[1]
Dalam mengawetkan makanan harus dikawal jenis bahan makanan yang diawetkan, kondisi bahan makanan, cara pengawetan, dan kekuatan tarik produk pengawetan makanan.[1] Teknologi pengawetan makanan yang dikembangkan dalam skala industri masa sekarang berbasis pada cara-cara tradisional yang dikembangkan untuk memperpanjang masa makanan bahan makanan.[1]
Tujuan
Semenjak manusia mampu berbudidaya tanaman dan binatang, hasil produksi panen diproduksi menjadi berlimpah.[1] Namun bahan-bahan tersebut ada yang cepat busuk, makanan yang disimpan mampu diproduksi menjadi rusak, misalnya karena oksidasi atau benturan.[1] Contohnya lemak diproduksi menjadi tengik karena merasakan reaksi oksidasi radikal lepas. Untuk menangani hal tersebut, manusia memainkan pengawetan pangan[1], sehingga bahan makanan mampu dikonsumsi kapan saja dan dimana saja, namun dengan batas kadaluarsa, dan kandungan kimia dan bahan makanan mampu dipertahankan.[1] Selain itu, pengawetan makanan juga mampu membikin bahan-bahan yang tidak dikehendaki seperti racun alami dsb-nya dinetralkan atau disingkirkan dari bahan makanan.[1]
Cara
pendinginan di lemari pendingin merupakan salah satu cara untuk mengawetkan makanan
Cara pengawetan bahan makanan mampu disesuaikan dengan kondisi bahan makanan, komposisi bahan makanan, dan tujuan dari pengawetan[1]. Secara garis agung ada dua cara dalam mengawetkan makanan, yaitu fisik serta biologi dan kimia.[2]
Fisik
Pengawetan makanan secara fisik merupakan yang paling bervariasi jenisnya, contohnya adalah[3]:
- pemanasan. Teknik ini diterapkan untuk bahan padat, namun tidak efektif untuk bahan yang mengandung gugus fungsional, seperti vitamin dan protein.
- pendinginan. Diterapkan dengan memasukkan ke lemari pendingin, mampu dilaksanakan untuk daging dan susu.
- pembekuan, pengawetan makanan dengan menurunkan temperaturnya sampai di bawah titik beku cairan.
- pengasapan. Perpaduan teknik pengasinan dan pengeringan, untuk pengawetan jangka panjang, biasa dilaksanakan pada daging.
- pengalengan. Perpaduan kimia (penambahan bahan pengawet) dan fisika (ruang hampa dalam kaleng).
- pembuatan acar. Sering diterapkan pada sayur ataupun buah.
- pengentalan mampu diterapkan untuk mengawetkan bahan cair
- pengeringan, mencegah pembusukan makanan dampak mikroorganisme, kebanyakan diterapkan untuk bahan padat yang mengandung protein dan karbohidrat
- pembuatan tepung. Teknik ini sangat banyak dilaksanakan pada bahan karbohidrat
- Irradiasi, untuk menghancurkan mikroorganisme dan menghambat perubahan biokimia[4]
Biokimia
Pengawetan makanan secara biokimia secara umum ditempuh dengan penambahan senyawa pengawet, seperti[2]:
- penambahan enzim, seperti papain dan bromelin
- penambahan bahan kimia, misalnya asam sitrat, garam, gula.
- pengasinan, menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk makanan
- pemanisan, menaruh dalam larutan dengan kadar gula yang cukup tinggi untuk mencengah kerusakan makanan
- pemberian bahan pengawet, kebanyakan dilaksanakan pada bahan yang cair atau mengandung minyak. Bahan pengawet makanan ada yang bersifat racun dan karsinogenik.[3] Bahan pengawet tradisional yang tidak berbahaya adalah garam seperti pada ikan asin dan telur asin, dan sirup karena larutan gula kental mampu mencegah pertumbuhan mikroba.[3] Kalsium propionat atau natrium propionat digunakan untuk menghambat pertumbuhan kapang, asam sorbat menghambat pertumbuhan kapang dalam keju, sirup dan buah kering.[3]
Prinsip
Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu[5]:
- Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan
- Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor sekeliling yang terkait termasuk agresi hama
- Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial. Bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet juga diharapkan mampu mengganggu kondisi optimal pertumbuhan mikroba.[2] Ditinjau secara kimiawi, pertumbuhan mikroba yang paling rawan adalah keseimbangan elektrolit pada sistem metabolismenya.[2] Karenanya bahan kimia yang digunakan untuk antimikroba yang efektif kebanyakan digunakan asam-asam organik.[2] Cara yang mampu ditempuh untuk mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial adalah[5]:
- mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis)
- mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi
- menghambat pertumbuhan dan acara mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia
- membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi.
Lihat pula
Referensi
edunitas.com
Page 3
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membikin makanan ada kekuatan simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan.[1]
Dalam mengawetkan makanan harus dikawal jenis bahan makanan yang diawetkan, kondisi bahan makanan, cara pengawetan, dan kekuatan tarik produk pengawetan makanan.[1] Teknologi pengawetan makanan yang dikembangkan dalam skala industri masa sekarang berbasis pada cara-cara tradisional yang dikembangkan untuk memperpanjang masa makanan bahan makanan.[1]
Tujuan
Semenjak manusia mampu berbudidaya tanaman dan binatang, hasil produksi panen diproduksi menjadi berlimpah.[1] Namun bahan-bahan tersebut ada yang cepat busuk, makanan yang disimpan mampu diproduksi menjadi rusak, misalnya karena oksidasi atau benturan.[1] Contohnya lemak diproduksi menjadi tengik karena merasakan reaksi oksidasi radikal lepas. Untuk menangani hal tersebut, manusia memainkan pengawetan pangan[1], sehingga bahan makanan mampu dikonsumsi kapan saja dan dimana saja, namun dengan batas kadaluarsa, dan kandungan kimia dan bahan makanan mampu dipertahankan.[1] Selain itu, pengawetan makanan juga mampu membikin bahan-bahan yang tidak dikehendaki seperti racun alami dsb-nya dinetralkan atau disingkirkan dari bahan makanan.[1]
Cara
pendinginan di lemari pendingin merupakan salah satu cara untuk mengawetkan makanan
Cara pengawetan bahan makanan mampu disesuaikan dengan kondisi bahan makanan, komposisi bahan makanan, dan tujuan dari pengawetan[1]. Secara garis agung ada dua cara dalam mengawetkan makanan, yaitu fisik serta biologi dan kimia.[2]
Fisik
Pengawetan makanan secara fisik merupakan yang paling bervariasi jenisnya, contohnya adalah[3]:
- pemanasan. Teknik ini diterapkan untuk bahan padat, namun tidak efektif untuk bahan yang mengandung gugus fungsional, seperti vitamin dan protein.
- pendinginan. Diterapkan dengan memasukkan ke lemari pendingin, mampu dilaksanakan untuk daging dan susu.
- pembekuan, pengawetan makanan dengan menurunkan temperaturnya sampai di bawah titik beku cairan.
- pengasapan. Perpaduan teknik pengasinan dan pengeringan, untuk pengawetan jangka panjang, biasa dilaksanakan pada daging.
- pengalengan. Perpaduan kimia (penambahan bahan pengawet) dan fisika (ruang hampa dalam kaleng).
- pembuatan acar. Sering diterapkan pada sayur ataupun buah.
- pengentalan mampu diterapkan untuk mengawetkan bahan cair
- pengeringan, mencegah pembusukan makanan dampak mikroorganisme, kebanyakan diterapkan untuk bahan padat yang mengandung protein dan karbohidrat
- pembuatan tepung. Teknik ini sangat banyak dilaksanakan pada bahan karbohidrat
- Irradiasi, untuk menghancurkan mikroorganisme dan menghambat perubahan biokimia[4]
Biokimia
Pengawetan makanan secara biokimia secara umum ditempuh dengan penambahan senyawa pengawet, seperti[2]:
- penambahan enzim, seperti papain dan bromelin
- penambahan bahan kimia, misalnya asam sitrat, garam, gula.
- pengasinan, menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk makanan
- pemanisan, menaruh dalam larutan dengan kadar gula yang cukup tinggi untuk mencengah kerusakan makanan
- pemberian bahan pengawet, kebanyakan dilaksanakan pada bahan yang cair atau mengandung minyak. Bahan pengawet makanan ada yang bersifat racun dan karsinogenik.[3] Bahan pengawet tradisional yang tidak berbahaya adalah garam seperti pada ikan asin dan telur asin, dan sirup karena larutan gula kental mampu mencegah pertumbuhan mikroba.[3] Kalsium propionat atau natrium propionat digunakan untuk menghambat pertumbuhan kapang, asam sorbat menghambat pertumbuhan kapang dalam keju, sirup dan buah kering.[3]
Prinsip
Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu[5]:
- Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan
- Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor sekeliling yang terkait termasuk agresi hama
- Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial. Bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet juga diharapkan mampu mengganggu kondisi optimal pertumbuhan mikroba.[2] Ditinjau secara kimiawi, pertumbuhan mikroba yang paling rawan adalah keseimbangan elektrolit pada sistem metabolismenya.[2] Karenanya bahan kimia yang digunakan untuk antimikroba yang efektif kebanyakan digunakan asam-asam organik.[2] Cara yang mampu ditempuh untuk mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial adalah[5]:
- mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis)
- mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi
- menghambat pertumbuhan dan acara mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia
- membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi.
Lihat pula
Referensi
edunitas.com
Page 4
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membikin makanan memiliki kekuatan simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan.[1]
Dalam mengawetkan makanan harus dikawal jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan kekuatan tarik produk pengawetan makanan.[1] Teknologi pengawetan makanan yang dikembangkan dalam skala industri masa kini berbasis pada cara-cara tradisional yang dikembangkan untuk memperpanjang masa makanan bahan makanan.[1]
Tujuan
Sejak manusia dapat berbudidaya tanaman dan binatang, hasil produksi panen diproduksi menjadi berlimpah.[1] Namun bahan-bahan tersebut ada yang cepat busuk, makanan yang disimpan dapat diproduksi menjadi rusak, misalnya karena oksidasi atau benturan.[1] Contohnya lemak diproduksi menjadi tengik karena merasakan reaksi oksidasi radikal lepas. Untuk menangani hal tersebut, manusia melaksanakan pengawetan pangan[1], sehingga bahan makanan dapat dikonsumsi kapan saja dan dimana saja, namun dengan batas kadaluarsa, dan kandungan kimia dan bahan makanan dapat dipertahankan.[1] Selain itu, pengawetan makanan juga dapat membikin bahan-bahan yang tidak dikehendaki seperti racun alami dsb-nya dinetralkan atau disingkirkan dari bahan makanan.[1]
Cara
pendinginan di lemari pendingin merupakan salah satu cara untuk mengawetkan makanan
Cara pengawetan bahan makanan dapat disesuaikan dengan keadaan bahan makanan, komposisi bahan makanan, dan tujuan dari pengawetan[1]. Secara garis agung ada dua cara dalam mengawetkan makanan, yaitu fisik serta biologi dan kimia.[2]
Fisik
Pengawetan makanan secara fisik merupakan yang paling bervariasi jenisnya, contohnya adalah[3]:
- pemanasan. Teknik ini dilakukan untuk bahan padat, namun tidak efektif untuk bahan yang mengandung gugus fungsional, seperti vitamin dan protein.
- pendinginan. Dilakukan dengan memasukkan ke lemari pendingin, dapat diterapkan untuk daging dan susu.
- pembekuan, pengawetan makanan dengan menurunkan temperaturnya sampai di bawah titik beku cairan.
- pengasapan. Perpaduan teknik pengasinan dan pengeringan, untuk pengawetan jangka panjang, biasa diterapkan pada daging.
- pengalengan. Perpaduan kimia (penambahan bahan pengawet) dan fisika (ruang hampa dalam kaleng).
- pembuatan acar. Sering dilakukan pada sayur ataupun buah.
- pengentalan dapat dilakukan untuk mengawetkan bahan cair
- pengeringan, mencegah pembusukan makanan dampak mikroorganisme, kebanyakan dilakukan untuk bahan padat yang mengandung protein dan karbohidrat
- pembuatan tepung. Teknik ini sangat banyak diterapkan pada bahan karbohidrat
- Irradiasi, untuk menghancurkan mikroorganisme dan menghambat perubahan biokimia[4]
Biokimia
Pengawetan makanan secara biokimia secara umum ditempuh dengan penambahan senyawa pengawet, seperti[2]:
- penambahan enzim, seperti papain dan bromelin
- penambahan bahan kimia, misalnya asam sitrat, garam, gula.
- pengasinan, menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk makanan
- pemanisan, menaruh dalam larutan dengan kadar gula yang cukup tinggi untuk mencengah kerusakan makanan
- pemberian bahan pengawet, kebanyakan diterapkan pada bahan yang cair atau mengandung minyak. Bahan pengawet makanan ada yang bersifat racun dan karsinogenik.[3] Bahan pengawet tradisional yang tidak berbahaya adalah garam seperti pada ikan asin dan telur asin, dan sirup karena larutan gula kental dapat mencegah pertumbuhan mikroba.[3] Kalsium propionat atau natrium propionat digunakan untuk menghambat pertumbuhan kapang, asam sorbat menghambat pertumbuhan kapang dalam keju, sirup dan buah kering.[3]
Prinsip
Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu[5]:
- Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan
- Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor sekeliling yang terkait termasuk agresi hama
- Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial. Bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet juga diharapkan dapat mengganggu kondisi optimal pertumbuhan mikroba.[2] Ditinjau secara kimiawi, pertumbuhan mikroba yang paling rawan adalah keseimbangan elektrolit pada sistem metabolismenya.[2] Karenanya bahan kimia yang digunakan untuk antimikroba yang efektif kebanyakan digunakan asam-asam organik.[2] Cara yang dapat ditempuh untuk mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial adalah[5]:
- mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis)
- mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi
- menghambat pertumbuhan dan acara mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia
- membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi.
Lihat pula
Referensi
edunitas.com