Kenapa banyak orang yang mengaku dirinya muslim tapi perilakunya tidak Islami

KONDISI umat Islam di berbagai belahan dunia termasuk di tanah air saat berada dalam posisi yang kurang menguntungkan, mengalami kemunduran, dan kerap merasakan kekalahan dengan segala kelemahannya ketika berhadapan dengan umat agama lain. Hal itu terjadi disebabkan umat Islam mundur karena sudah tidak lagi mempraktekkan ajaran Islam yang termuat dalam Alquran dan Hadis. Padahal itu adalah pedoman kita agar hidup bahagia dunia dan akhirat.

“Musuh utama umat Islam bukanlah karena kehebatan orang-orang di luar Islam seperti dari Yahudi dan Nasrani, tapi musuh sebenarnya adalah di internal, karena perilaku umat Islam itu sendiri yang yang tidak islami dan jauh dari nilai-nilai agamanya,” kata Prof Dr H Syamsul Rijal M.Ag (Wakil Rektor III UIN Ar-Raniry) saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (1/3) malam.

“Umat Islam hari ini mundur dan mengalami kekalahan karena meninggalkan ajaran Islam, sementara umat lain di luar Islam mereka maju juga karena meninggalkan ajaran agamanya dan berperilaku hidup dengan akhlak islami dalam kehidupan, meski mereka bukan Islam. Karenanya, musuh Islam yang sebenarnya, ya oknum umat Islam itu sendiri yang perilakunya tidak islami,” ujar Prof Syamsul Rijal.

Disebutkannya, perilaku oknum umat Islam yang tidak islami ini juga akan membawa citra yang negatif pada Islam, sehingga umat lain akan menilai Islam itu dengan pandangan tidak baik.

Bahkan, seorang ulama Mesir, Muhammad Abduh pernah mengatakan “Al-islamu mahjubun bil muslimin” yang artinya, kehebatan dan keindahan Islam justru tertutup oleh perilaku umat Islam sendiri.

“Kenapa orang-orang di luar Islam terkadang melihat negatif Islam, karena keindahannya tertutup oleh perilaku umat Islam yang tidak sesuai perintah Allah dan ajaran Rasulullah. Meskipun yang sebenarnya, jangan kita sangkutkan Islam itu kurang baik jika ada umat Islam yang salah,” terangnya.

Ditambahkannya, Alquran dan Hadits merupakan dua peninggalan Rasulullah SAW yang harus selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan pengembangan karakter pribadi muslim.

Pribadi muslim yang dikehendaki oleh Alquran dan Hadits adalah pribadi yang saleh, pribadi yang sikap, ucapan, dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah Swt. Selama ini persepsi masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda, bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim yang baik itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah, ibadah mahdhah atau sebatas ritual saja, padahal itu hanyalah salah satu aspek yang harus lekat pada pribadi seorang muslim.

Karenanya, lanjut Prof Syamsul, jika ada umat Islam yang tidak maju dan kerap kalah, maka jangan sibuk cari kambing hitam ke orang lain, tapi evaluasi diri kita. “Kita tidak maju, karena kita sendiri yang tidak mau karena kebodohan, tidak punya rasa malu, malas dengan menunda-nunda pekerjaan, serta hilangnya kepercayaan sesama umat Islam,” ungkapnya.(nal/*)

Sumber: Serambi Indonesia

Senin , 30 Mar 2015, 09:12 WIB

Antara

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD.

Rep: C08 Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, di Indonesia banyak dari umat Islam yang tidak mencerminkan perilaku islami. Hal ini dianggap Mahfud sebagai kontradiksi di mana banyak kalangan non-Muslim yang justru menunjukkan perilaku Islami.

Begitu juga dengan orang-orang yang tidak paham agama secara mendalam, juga dapat memperlihatkan perilaku kebaikan yang dianjurkan oleh agama. "Di Indonesia banyak orang Islam tetapi perilakunya tidak Islami. Di New Zealand hampir tidak ada orang Islam tapi masyarakatnya Islami," ujarnya melalui akun Twitter, @mohmahfudmd.

Mahfud kemudian mencontohkan perilaku yang ditunjukkan oleh almarhum komedian Olga Syaputra, yang semasa hidupnya selalu menginspirasi orang Indonesia untuk berbuat kebaikan. Meskipun Olga hanya lah seorang artis yang bukan dari kalangan agama dan paham agama secara mendalam, tetapi perilaku yang ditunjukkan Olga dianggap Mahfud adalah contoh perilaku Islami.

"Olga bukan tokoh agama, dia artis. Tapi dengan segala kekuarangannya sebagai manusia, Olga selalu berusaha berbuat baik pada orang lain sesuai ajaran agama," ujar Mahfud.Untuk itu, Mahfud mengingatkan kepada kalangan umat Islam di Indonesia untuk berbuat dan berperilaku Islami sesuai dengan yang diajarkan agama. Hal ini juga ditekankan Mahfud kepada tokoh agama agar benar-benar menghayati ajaran agama sehingga menjadi panutan sepenuhnya bagi masyarakat.Guru besar tata negara Universitas Islam Indonesia (UII) tersebut mengharapkan, perilaku islami juga diamalkan para pemangku jabatan agar terjaga dari godaan melakukan korupsi. Mahfud menyebut bahkan kalangan non-Muslim menunjukkan perilaku Islami karena mampu menahan diri untuk tidak korupsi.

"Bisa saja orang tidak beragama Islam tapi perilakunya Islami. Orang-orang yang tak mau korupsi dan taat hukum maka meski bukan Islam, mereka itu Islami," ujar Mahfud.

oleh: Shalih Hasyim

DALAM berbagai ayat Allah subhaanahu wa ta’ aala selalu menjelaskan tentang makna Islam dan makna dari dien yang Dia tidak menerima dien selainnya. Dia menjelaskan bahwa dien yang hanya Dia ridlai hanyalah dien Al Islam, Dia juga menjelaskan bahwa dien itu adalah aturan hidup yang menyeluruh.

Islam adalah nama yang memiliki hakikat dan isi, sekedar mengaku/menamakan diri sebagai Muslim kalau tidak sesuai dengan hakikat isinya maka itu tidaklah berarti apa-apa. Hari ini banyak kita saksikan orang mengaku Islam, ber KTP Islam, beridentitas Islam, menggunakan pakaian islami, berkerudung (berjilbab), tetap saja perilakunya tidak islami. Bahkan tetap juga korupsi.

Allah subhaanahu wa ta’aala menjelaskan di dalam Al Qur’an tentang apa Islam dan apa resiko-resiko berislam.

بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِندَ رَبِّهِ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ

“Tidak demikian bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah (berislam), sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.“ (QS. Al-Baqarah (2) :112).
Juga firman-Nya subhaanahu wa ta’aala:

وَمَن يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ

“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesunggunya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh.” (QS. Luqman (31) : 22)

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ

“Sesungguhnya agama yang di ridhai di sisi Allah hanyalah Islam.“ (QS. Ali-Imran (3) :19)

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima agama itu daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi,” (QS. Ali-Imran (3) : 85).

Beribadah selain Allah, dia itu bukan orang Islam

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam kitab An Nubuwwat hal 127:

“Islam adalah istislaam (berserah diri) kepada Allah saja tidak kepada yang lain-Nya, dia beribadah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dia tawakkal hanya kepada-Nya saja, dia hanya takut dan mengharap kepada-Nya, dan dia mencintai Allah dengan kecintaan yang sempurna, dia tidak mencintai makhluk seperti kecintaan dia kepada Allah. Siapa yang enggan beribadah kepada-Nya maka dia bukan Muslim dan siapa yang disamping beribadah kepada Allah dia beribadah pula kepada yanq lain maka dia bukan orang Muslim.”

Beliau menjelaskan bahwa orang yang sama sekali tidak mau beribadah kepada Allah maka dia itu bukan orang Islam, ini sesuai dengan apa yang sudah pasti dalam akidah Ahlus Sunnah bahwa orang yang hanya mengucapkanl dua kalimah syahadat sedangkan dia itu tidak pernah beramal sama sekali selama hidupnya padahal keadaan memungkinkan untuk itu maka itu bukanlah orang Islam.

Beliau juga menyatakan bahwa orang yang beribadah kepada Allah subhaanahu wa ta’aala, akan tetapi di samping itu dia juga memalingkan satu macam ibadah kepada selain Allah maka dia itu bukan orang Islam.

Beliau berkata juga sebagaimana yang disebutkan oleh Al Imam Abdurrahman Ibnu. Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalam kitabnya Al Qaul Al Fashl An Nafiis Fir Raddi ‘Alal Muftarii Dawud Ibni Jirjiis hal 160:

“Dalam Islam itu haruslah adanya istislaam (berserah diri penuh) kepada Allah saja dan meninggalkan Istislaam kepada selain-Nya,” inilah makna hakikat ucapan kita Laailaaha Illallaah. Siapa orangnya yang istislaam kepada Allah dan kepada yang lainnya, maka dia itu adalah orang musyrik, sedangkan Allah tidak mengampuni penyekutuan terhadap-Nya. Dan siapa yang tidak istislaam kepada Allah maka dia itu adalah orang yang mustakbir (menyombongkan diri). dari ibadah kepada-Nya, sedangkan Allah telah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَخِرِينَ

“Sesungguhnya orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina.” (QS: Al Mukmin (40): 60).

Contohnya orang mengaku Islam, dia shalat zakat, shaum, haji, dan yang lainnya, akan tetapi dia membuat tumbal atau meminta kepada yang sudah mati, maka orang seperti ini bukanlah orang Islam, karena dia selingkuh kepada Allah SWT. Disamping istislaam kepada Allah dia juga istislaam kepada selain-Nya, Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Katakanlah: “Sesungguhnya shaltku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi–Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah urang yang pertamatama menyerahkan diri kepada Allah,” (QS: Al An’ am (6) : 162-163).

Dia subhaanahu wa ta’aala juga berfirman:

ومن يدع مع الله إلها آخر لا برهان به فإنما حسابه عند ربه إنه لا يفلح الكافرون

“Dan barangsiapa menyembah tuhan lain disamping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi tuhannya, Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” (QS: Al Mu’minuun (23) : 117).

Di dalam ayat itu Allah subhaanahu wa ta’aala menjelaskan bahwa orang yang beribadah kepada Allah a,kan tetapi dia juga beribadah kepada selain-Nya, maka dia itu. bukanlah orang Islam atau kafir.

Di dalam hadits hasan yang dihasankan oleh Ibnu Taimiyyah rahimahullah: ‘Addi Ibnu Hatim datang kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan nasrani, terus dia. mendengar beliau membaca ayat ini, . ‘Addi berkata : Saya berkata kepada beliau : Sesungguhnya kami tidak pernah beribadah kepada mereka (ulama dan pendeta), “maka Rasulullaah berkata: Bukankah mereka mengharamkan apa yang telah Allah halalkan, terus kalian ikut mengharamkannya, dan bukankah mereka menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, terus kalian ikut menghalalkannya ? Maka ‘Addi berkata: Saya berkata: Iya begitu, Rasulullah berkata: “Itu adalah bentuk peribadatan kepada mereka.”

Mentauhidkan Allah

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata ketika menjelaskan ayat dan hadits itu didalam Majmu Al Fatawaa 7/67-68: “Abu Al Bukhturi berkata : Sesungguhnya mereka itu tidak shalat terhadap para ulama dan pendeta itu, dan seandainya para pendeta itu memerintahkan mereka untuk menyembah mereka selain Allah, tentulah orang-orang nasrani itu tidak akan mentaati mereka, akan tetapi para ulama dan, para pendeta itu memerintahkan mereka sehingga mereka menjadikan haram apa yang Allah halalkan dan menjadikan halal apa yang Allah haramkan, kemudian merekapun mentaatinya, maka itu adalah bentuk pentuhanan tersebut.”

Jadi ibadah itu bukalah hanya terbatas pada ritual serimonial yang sudah kita ketahui, akan tetapi hukum itu merupakan bentuk dari ibadah juga sebagaimana yang dinyatakan dalam surat At Taubah 31 tadi “wamaa umiruu illaa ‘liya ‘buduu ilaahan waaahidan,” juga sebagaimana firman-Nya firman-Nya:

“Keputusan itu hanyalah keputusan Allah, Dia telah memerintahkan agar kalian tidak menyembah selain Dia, itulah agama yang lurus.” (QS: Yusuf: 40).

Di dalam ayat itu Allah subhaanahu wa’ ta’aala tegaskan bahwa al hukmu adalah ibadah dan dien. Bila Anda paham akan uraian ini maka kita kembali kepada hakikat dari Al Islam dan yang menyelisihinya yang berupa syirik.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam kitabnya Thariqul Hijratain Wa Baabus sa ‘aadatain hal. 542 dalam thabaqah yang ke tujuh belas :

“Islam adalah mentauhidkan Allah, beribadah kepada-Nya saja tidak ada sekutu bagi-Nya, iman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya, serta mengikuti apa yang dibawanya, maka bila seorang hamba tidak membawa ini berarti dia bukan orang Muslim, bila dia bukan orang kafir mu’aanid maka dia adalah orang kafir yang jahil, dan status orang-orang ini adalah sebagai orang-orang kafir yang jahil tidak mu’aanid (membangkang), dan ketidak membangkangan mereka itu tidak mengeluarkan mereka dari status sebagai orang-orang kafir.”

Beliau menegaskan “bahwa Islam itu terdiri dari lima hal, yang bila salah satunya tidak terealisasi maka itu bukan orang Islam, ya bisa jadi dia itu orang kafir yang memang membangkang atau orang kafir yang jahil akan kekafiran dirinya.

Al-Imam Asy Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Ad Durar Assaniyyah 1/113:

“Bila amalan kamu seluruhnya adalah bagi Allah maka kamu muwahhid, dan hila ada sebagian yang dipalingkan kepada makhluk maka kamu adalah musyrik”

Bila saja mayoritas amalan seseorang untuk Allah, akan tetapi ada salah satunya dia palingkan kepada selain-Nya maka dia itu musyrik meskipun mengaku Muslim. Ini seperti para ‘ubbaadul qubuur (yang jatuh dalam syirik kuburan) dan ‘ubbaaddustuur (yang jatuh dalam syirik aturan), dan kedua macam syirik ini sudah diisyaratkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:

“Orang-orang yang membolehkan apa yang Allah haramkan atau mengharamkan apa yang Allah halalkan mereka itu di vonis oleh-Nya dalam ayat tadi sebagai arbaab (tuhan-tuhan jadi-jadian) dan adapun orang-orang yang sepakat dengan mereka, mendukung, menyetujui, rela dan ridla maka dia itu adalah divonis musyrik oleh-Nya.”

Ini dikuatkan oleh firman-Nya dalam Quran surat Al An’ am ketika orang-orang musyrik Quraisy mendebat kaum Muslimin agar ikut menghalalkan bangkai.

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu, dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” (Qs: AI-An’ aam (6) : 121).*

Penulis kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Kudus, Jawa Tengah

Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA