Kenapa banyak orang pamer di sosmed?

Sebagai pengguna media sosial, Roomies pasti sering menemukan orang-orang yang mengunggah tentang pencapaian dan/atau opini (prinsip) hidupnya pribadi. Kesan yang terlihat akhirnya orang tersebut seperti memamerkan apa dia punya. Perilaku pamer di media sosial tersebut saat ini dikenal juga dengan istilah “flexing”.

Berawal dari Media Sosial

Memang, tidak ada yang salah dengan memamerkan apa yang kamu punya, itu hak setiap orang. Masalahnya, ketika unggahan tersebut menjadi viral, orang-orang akan mulai memberikan penilaian buruk pada diri kamu. Umumnya, netizen akan menganggap orang yang flexing bersifat arogan, sombong, tidak punya empati, bahkan bodoh.

Media sosial saat ini seakan-akan telah menjadi alat untuk beramai-ramai menilai orang lain--sekalipun tidak mereka kenal--karena memiliki prinsip yang berbeda dengan kebanyakan orang. Hal ini disebabkan media sosial yang memudahkan orang tampil tanpa identitas diri alias anonimitas. Oleh karena itu, mereka merasa bebas menilai orang lain tanpa perlu mempertanggung jawabkannya.

Apabila semakin viral, semakin banyak yang menilai, bisa-bisa flexing malah memengaruhi mental diri sendiri. Selain itu, berakibat juga pada citra diri, yang tanpa kamu sadari bakal memengaruhi karier kamu nantinya. Sebab itu, perilaku flexing sebaiknya jangan dilakukan berlebihan

Pengertian “Flexing”

Istilah flexing yang bermakna pamer ini sebenarnya merupakan bahasa slang atau bahasa gaul. Pengertian flexing menurut UrbanDictionary.com ada beberapa makna serupa. Arti flexing yang pertama dan paling populer adalah pamer, menertawakan, membual.

Ada juga pengertiannya yang bermakna memamerkan segala sesuatu yang berkaitan dengan uang, seperti tentang berapa banyak uang yang mereka miliki, barang-barang mewah, hingga pakaian-pakaian mahal buatan para desainer terkemuka.

Definisi flexing yang lain adalah menyombongkan diri tentang sesuatu yang sebenarnya tidak perlu dibangga-banggakan, berbohong tentang pencapaian, atau membesar-besarkan kebenaran.

Ketiga definisi flexing di atas memiliki satu benang merah, yaitu sebuah perilaku pamer atau memamerkan milik pribadi yang dilakukan berlebihan.

Kata flex atau flexing awalnya banyak digunakan dalam dunia musik rap dan hip hop. Para penyanyi rap dan hip hop sudah sejak lama menggunakan kata flex atau flexing dalam liriknya. Namun, kata flexing makin populer setelah grup/duo Rae Sremmurd merilis lagu berjudul “No Flex Zone” pada tahun 2015. Lirik lagunya menggambarkan tentang makna flexing yang berarti pamer.

Berawal dari Keinginan Pamer Kekayaan

Secara umum, flexing terkait dengan memamerkan segala kepemilikan materi dan kekayaan. Dalam bidang ekonomi, flexing mirip dengan istilah conspicuous consumption atau menggunakan uang untuk membeli barang dan jasa-jasa yang mewah dengan tujuan menunjukkan status atau kekuatan ekonomi.

Conspicuous consumption bukan hal baru. Istilah ini pertama kali muncul pada tahun 1899 dalam sebuah buku karangan Thorstein Veblen berjudul "The Theory of the Leisure Class: An Economic Study in the Evolution of Institutions".

Dengan begitu, sudah sejak lama manusia selalu ingin memamerkan apa yang dia punya. Salah satu tujuannya adalah menarik perhatian orang. Saat ini, flexing bukan hanya pada materi-materi konkrit, tapi dapat juga terjadi mengenai status sosial, jumlah teman, pengalaman traveling, kecerdasan, dan kesuksesan seseorang.

Teknologi yang semakin canggih menjadi media baru untuk flexing. Adanya media sosial membuat flexing semakin mudah. Sulit untuk tidak flexing ketika kita memiliki sesuatu untuk dipamerkan. Secara online, manusia juga ingin digambarkan sebagai seseorang yang menarik, Kita ingin terlihat sebagai seseorang yang memiliki kekayaan, menarik secara fisik, cerdas, dan populer.

Kenapa Flexing Suka Bermasalah?

Menurut penelitian, membicarakan diri sendiri memang menyenangkan. Berbagai berita yang menurut kamu baik kepada orang lain dapat meningkatkan rasa percaya diri dan menurunkan perasaan kesepian.

Walau demikian, apa yang menyenangkan untuk kamu, belum tentu orang lain yang mendengarkan merasakan hal yang sama. Melansir dari TheCut.com, sebuah penelitian pada tahun 2015 menemukan orang cenderung menilai terlalu tinggi bahwa orang lain akan ikut senang dengan kabar bahagia mereka dan menilai terlalu rendah kemungkinan orang lain malah kesal dengan hal tersebut.

Menurut Irene Scopelliti yang membuat penelitian tersebut, orang sering pamer sesuatu di media sosial dengan niat berbagi kabar baik dan merasa orang lain akan merasakan hal yang sama. Kenyataannya, keyakinan tersebut sering tidak sesuai dengan yang orang lain alami dalam kehidupan nyata, sehingga tanggapan orang lain malah berbeda dari yang kamu harapkan.

Dampaknya, bukannya pujian yang kamu dapatkan, malah kritikan dari banyak orang (netizen). Apalagi, jika unggahan kamu tersebut malah viral, sehingga makin banyak netizen yang tidak kamu kenal ikut mengkritik atau menuduh macam-macam. Kamu sebagai pengunggah seakan-akan dihakimi di muka umum pada dunia maya (media sosial).

Efeknya lagi, ketika unggahan yang viral terbaca oleh atasan atau perusahaan kamu bekerja atau klien-klien penting kamu, karier profesional kamu bisa saja terancam. Belum lagi dampak mental yang membuat kamu malah rendah diri karena dihujat banyak orang.

Menurut psikoterapis dan pakar hubungan, Lisa Brateman, kepada TheCut.com, mengetik di dunia maya (mengunggah sesuatu) malah membuat kamu salah membaca (pikiran) orang lain, sehingga membuat mereka kesal, dan tanpa disadari, yang terburuk, dapat menimbulkan kerusakan pada hubungan profesional sekaligus personal. 

Cara Mengurangi Flexing Berlebihan

Tidak ada yang melarang untuk flexing. Namun, sebaiknya, lakukan dengan penuh kesadaran dan empati supaya flexing kamu lebih menginspirasi dalam hal positif, bukan mengundang hujatan. Untuk mengurang flexing yang berlebihan, coba lakukan cara-cara berikut.

1. Gunakan dengan Bijak

Bukan berarti menggunakan media sosial adalah tempat yang buruk untuk memberitahu “pencapaian” kamu itu. Menurut Peggy Klaus, konsultan karier dan penulis buku "Brag!: How to Toot Your Own Horn Without Blowing It", media sosial adalah alat yang kuat untuk meningkatkan bisnis dan karier.

Media sosial menyediakan cara supaya 'brand' kamu dikenal luas, sekaligus membuat kamu tetap terhubung dengan industri atau bidang karier kamu. Untuk itu, tambah Peggy, penting juga menyebutkan pencapaian diri atau membuat koneksi di media sosial guna mencari dan membuka kesempatan baru untuk karier kamu.

Namun, supaya tidak terpeleset jadinya seperti flexing atau pamer di media sosial, ada beberapa langkah dari Peggy Klaus yang bisa kamu jalani ketika mengunggah pencapaian diri.

2. Tujuan

Tidak ada yang bilang kamu tidak boleh mengunggah apa yang ingin kamu posting, tapi tidak ada salahnya luruskan dulu niat kamu sebelum melakukannya. Tanyakan pada diri sendiri, apakah kamu mengunggahnya karena kamu memang sedang senang dan bangga pada diri sendiri? Atau, hanya karena kamu ingin orang-orang tahu bahwa hidup kamu keren?

3. Jangan hanya fokus diri sendiri

Bukan hanya apa yang telah kamu peroleh, tambahkan juga informasi yang sekiranya berguna bagi orang yang melihat unggahan kamu, seperti tips atau link artikel yang terkait dengan unggahan tersebut. Dengan begitu, postingannya tidak hanya berfokus pada diri kamu sendiri.

4. Tidak perlu berpura-pura rendah hati

Kalau kamu merasa berhasil melakukan sesuatu dan bangga mengenai hal tersebut, ungkapkan dengan sewajarnya. Tidak usah memaksa diri menyebutkan kata-kata karena ingin terlihat rendah hati, padahal itu bukan maksud kamu.

Netizen dapat mendeteksi mana ucapan yang tulus dan mana yang dibuat-buat. Serta, jangan flexing mengenai hal-hal yang tidak ingin diketahui oleh atasan, kolega, atau keluarga kamu.

5. Kasih kredit ke orang lain

Pahami bahwa kita tidak dapat hidup tanpa orang lain. Begitu juga ketika kamu memperoleh sesuatu, sesederhana mendapat akses ke acara-acara eksklusif, pasti ada bantuan dari orang lain untuk itu.

Oleh karena itu, ucapkan terima kasih atas peran orang lain tersebut pada unggahan kamu. Tidak perlu panjang atau berlebihan ketika berterima kasih. Namun, menyebutkan peran orang lain pada pencapaian tersebut bisa menghilangkan kesan arogan pada kamu.

6. Postingan untuk orang tertentu saja

Kalau ingin lebih yakin lagi bahwa postingan kamu tidak diartikan dengan cara berbeda, batasi siapa saja yang bisa melihat postingan tersebut. Pilih orang-orang yang kamu tahu bisa menghargai apa yang kamu tulis. Orang yang suka flexing dengan baik tahu siapa target audiens postingan mereka.

7. Bikin lebih dinamis

Sebenarnya, siapapun yang akan melihat postingan kamu, diri kamu sendiri harus membuatnya menyenangkan untuk dibaca. Tidak hanya menyebutkan pencapaian-pencapaian kamu, hal tersebut hanya akan membosankan orang lain. Tambahkan juga candaan, cerita lucu, atau gambar/foto supaya postingan kamu lebih menarik dan dinamis.

8. Bikin menginspirasi

Pada akhirnya, postingan yang terbaik adalah yang bisa menginspirasi siapa saja yang membacanya. Gunakan media sosial tidak hanya untuk memperlihatkan kehebatan-kehebatan kamu, tapi juga sarana berbagi dan menginspirasi pada orang lain.

Coba ceritakan atau informasikan juga apa pelajaran yang bisa kamu ambil dari pencapaian tersebut, juga bagaimana caranya kamu bisa meraih apa yang sudah kamu raih sekarang. Dengan begitu, flexing-an kamu bisa juga membantu memberikan semangat pada orang lain.

BACA JUGA:

  • 5 Cara Pamer Cerita Liburan yang Etis ketika Masa Pandemi Ini
  • Mengenal Gaya Hidup Slow Living Saat di Kos
  • Mengenal Teknologi Jaringan 5G yang Bakal Bantu Anak Kost

Kenapa orang sering pamer di sosmed?

Untuk memperkuat identitas diri mereka Seseorang yang dipuji mempunyai kualitas otak yang cerdas, biasanya suka memamerkan segala hal yang berkaitan dengan penghargaan yang mereka miliki. Alasannya ialah karena mereka ingin memperkuat identitas diri mereka yang dikenal sebagai "si pintar".

Apa dampak dari memamerkan kekayaan?

Dampak buruk pertama dari pamer harta kekayaan adalah masyarakat akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan. Bahayanya, bisa jadi oknum-oknum tertentu akan melakukan aksi kejahatan karena pikirannya sudah dicuci oleh pihak yang pamer harta kekayaan.

Pamer itu perbuatan apa?

Riya adalah memamerkan amal, ibadah atau prestasi kita kepada orang lain dengan tujuan mendapat pujian dan penghargaan darinya. Riya ini adalah perbuatan hati yang tercela, bahkan riya itu dianggap sebagai asy-syirk al-ashgar (syirik kecil).

Apa akibat dari perilaku pamer kekayaan dan berjiwa sombong?

Pamer kekayaan dan berjiwa sombong akan menyebabkan kehancuran pada dirisendiri karena tidak mempunyai kontrol pribadi dan sosial.