Kenapa Al-Quran tidak disusun sesuai dengan urutan turunnya surah seperti surah pertama Al Alaq

Mengapa Urutan Mushaf Al Qur’an Tidak Sesuai Dengan Urutan Wahyu? │ Pertanyaan ini sering terlintas di benak seorang muslim yang kritis mencari kebenaran. Disamping itu, pertanyaan ini sering pula dilontarkan para misionaris untuk membingungkan masyarakat awam. Sebagaimana kita tahu bahwa wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah Qur’an surat Al Alaq. Namun surat itu tidak menempati urutan pertama di Mushaf Al Qur’an, melainkan Al Fatihah. Begitu pula dengan surat Al Baqarah dan Ali Imran yang baru turun setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hijrah dari Mekah ke Madinah, namun secara berurutan keduanya menempati urutan kedua dan ketiga di Mushaf.

Kenapa Al-Quran tidak disusun sesuai dengan urutan turunnya surah seperti surah pertama Al Alaq

Nah untuk menjawab kebingungan ini, mari kita simak paparan selanjutnya. Al Qur’anul Karim turun melalui 2 tahap. Tahap pertama, diturunkan secara lengkap dari Lauhul Mahfudz ke langit dunia (Baitul Izzah). Barulah setelah berada di langit dunia, Al Qur’an diwahyukan sedikit demi sedikit kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melalui malaikat Jibril. Prosesnya memakan waktu yang relatif lama yakni 22 tahun 2 bulan dan 22 hari. Turunnya wahyu secara sedikit demi sedikit ini buka tanpa maksud. Allah sengaja tidak menurunkan Al Quran sekaligus dengan tujuan agar Al Quran mudah dihafal dan diamalkan. Turunnya ayat Al Quran pun disesuaikan dengan berbagai peristiwa yang terjadi kala itu. Hal ini menjadikan makna Al Qur’an semakin berkesan sebagai jawaban dari berbagai permasalahan dunia dan akhirat. Begitu salah satu wahyu dari ayat Al Qur’an turun kepada Rasulullah, maka Rasulullah pun segera memerintahkan juru tulisnya untuk menuliskan ayat tersebut sesuai letak yang telah diwahyukan pula oleh malaikat Jibril. Jadi bukan hanya isi kandungan wahyu Al Qur’an yang disampaikan oleh malaikat jibril, namun beserta dengan perintah tata letak penulisannya pula. Demikian seterusnya hingga selesai turun sebanyak 114 ayat yang urutannya sama dengan urutan Al Qur’an di Lauhul Mahfudz. Jadi tata letak urutan Mushaf Al Qur’an sesuai dengan wahyu yang diterima oleh Rasulullah dari malaikat Jibril. Malaikat Jibril menunjukkan letak ayat tersebut sebelum atau setelah ayat yang lainnya, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menunjukkannya pada sahabat yang bertugas menuliskannya.

Az Zarkasy dan Abu Ja’far Ibnu Az Zubair mengatakan: “Tertib ayat-ayat di dalam surat-surat itu berdasarkan tauqifi dari Rasulullah dan atas perintah beliau tanpa diperselisihkan kaum muslimin.” (Al Burhan dan Munasabah).

Demikian alasan dibalik tidak sesuainya urutan Mushaf denngan urutan wahyu yang turun. Jadi semuanya memang atas perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala melalui perantaraan malaikat Jibril. Maka sebaik-baik kita adalah yang bukan mempermasalahkan hal ini saja tetapi mau mempelajari Al Qur’an beserta tafsir dan Asbabun nujulnya hingga ia menjadi cahaya terang agar amal yang dikerjakan luput dari kekeliruan.

KITAB suci Alquran, adalah pedoman hidup utama bagi umat islam. Alquran adalah firman Allah yang turun kepada Nabi Muahammad SAW, melalui malaikat Jibril. Turunnya Alquran berlangsung berangsur-angsur, dalam dua periode perjalanan hidup Rasulullah yaitu ketika di Mekkah dan di Madinah. Surat pertama yang turun adalah Al-‘Alaq yang turun ketika di gua Hira.

Namun mengapa pada saat ini, urutan surat dalam Alquran dimulai dari surat Al-Fatihah, bukan Al-‘Alaq? Berikut alasannya:

Pertama, Al-Qur’an diturunkan ke dunia melalui dua tahap: Tahap pertama, diturunkan sekaligus dari “lauhil mahfudz” ke “baitul izzah” di langit dunia sebagaimana susunan yang telah ditetapkan oleh Allah. Tahap kedua, diturunkan dari langit dunia kepada Rasulullah SAW, secara berangsur-angsur sesuai dengan sebab kejadiannya. Tetapi susunan ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang ada sekarang, itu memang bukan menurut sejarah turunnya, melainkan atas dasar perintah Allah sama dengan susunann Al-Qur’an yang di “lauhil mahfudz”.

BACA JUGA: Penjelasan Hujan dalam Alquran (1)

Imam Ahmad, meriwayatkan bahwa setiap kali turun ayat, Rasulullah s.a.w. memerintahkan para penulis wahyu, seraya bersabda “letakkan ayat ini setelah ayat ini di surat ini” (Musnad Imam Ahmad: Jilid:1, hal:57). Banyak riwayat yang menegaskan bahwa Rasulullah mengimami shalat, dengan membaca Al-Qur’an sebagaimana susunan ayat yang ada. Atas dasar ini ijma’ ulama menegaskan bahwa susunan ayat-ayat Al-Qur’an murni dari Allah tanpa campur tangan siapapun.

Begitu juga susunan surah-surah dalam Al-Qur’an, sekalipun ada perbedaan pendapat, tetapi pendapat yang paling kuat adalah bahwa susunan surah-surah itu berdasarkan wahyu dari Allah SWT, bukan ijtihad para sahabat. Pendapat ini didukung dengan banyak riwayat yang sahih, seperti keterangan bahwa Rasulullah sering membaca dalam shalatnya, beberapa surah secara berurutan seperti susunan yang ada.

Rasulullah SAW sebagaimana riwayat Imam Bukhari – setiap tahun dua kali menyetor hafalan Al-Qur’an dari awal sampai akhir, kepada Malaikat Jibril. Setoran ini tentu secara berurutan sesuai dengan susunan yang ada. Ini juga diperkuat dengan ijma’ para sahabat dan kesepakatan jumhurul ulama (mayoritas ulama) terhadap susunan Al Qur’an ada sekarang adalah merupakan bukti yang menguatkan bahwa susunan surah-surah berdasarkan wahyu (lihat fadhailul Qur’an, libni katsir, 86). 

Kedua, mengenai pengelompokan ayat dalam setiap surat sesuai dengan riwayat Imam Ahmad di atas tentu juga berdasakan wahyu. Bagitu juga nama-nama surah, semuanya sesuai dengan petunjuk wahyu. Demikian pula waqaf per ayat, tidak bisa diketahui kecuali melalui wahyu.

Adapun penentuan juz-juz Al-Qur’an yang tiga puluh jumlahnya, itu bukan dari Sahabat Utsman, karena mushhaf utsmani (Al-Qur’an yang ditulis di zaman Utsman) tidak terdapat juz-juz tersebut. Melainkan dari para ulama, dengan maksud untuk mempermudah. Sekalipun dalam hal ini para ulama berbeda pendapat antara boleh dan tidak, namun kemudian dianggap boleh-boleh saja, selama tidak merusak susunan Al-Qur’an yang asli.

BACA JUGA: Penjelasan Hujan dalam Alquran (2-Habis)

Ketiga, penentuan suatu ayat dimansukh dengan ayat lainnya, itu tidak melalui ijtihad, melainkan melalui tiga hal berikut:

(1). Penegasan dari Nabi SAW atau sahabat r.a. Seperti hadits: ” Aku dulu pernah melarangmu melakukan ziarah ke kuburan, maka sejak ini silahkan lakukan ziarah kubur tersebut”.

(2). Kesepakatan umat bahwa ayat ini nasikh dan yang satunya mansukh.

(3). Mengetahui sejarah turunnya, maka yang diturunkan lebih dahulu itulah yang mansukh.

Demikian wallahu a’lam bissawab. []

Tanya:Mengapa ayat-ayat al-Qur’an tidak disusun berdasarkan waktu turunnya? Misalnya, mengapa ayat 3 dari surah al-Maidah diletakkan di awal surah kelima, padahal ayat itu adalah ayat terakhir yang diterima Nabi saw.? Mengapa surah al-‘Alaq atau Iqra’ yang diturunkansebagai wahyu pertama diletakkan di bagian akhir al-Qur’an?[Ahmad Nur Cholis Jakarta]

Kenapa Al-Quran tidak disusun sesuai dengan urutan turunnya surah seperti surah pertama Al Alaq
Jawab:

Ayat-ayat al-Qur’an turun berinteraksi dengan masyarakat. Sebab turundan masalah yangdibicarakannya silih berganti. Semuanya itu berlangsung selama 22 tahun, 2 bulan, dan 22 hari, jika Anda sependapat dengan mereka yang menyatakan bahwa ayat 3 dari surah al-Maidah adalah ayat terakhir yang diterima Nabi Muhammad saw.Kita dapat menduga keras bahwa jika ayat-ayat al-Qur’an disusun sesuai dengan masa turunnya, maka hubungan uraian antara satu ayat dengan ayat lainnya tidak akan serasi. Bayangkanlah apa hubunganantara ayat 5 surah al-‘Alaq (wahyu pertama): Dia (Allah) mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (QS. al-‘Alaq [96]: 5)dengan ayat pertama wahyu kedua: Wahai orang yang berselimut! (QS.al-Muzzammil [73] atau QS. al-Muddatstsir [74]). Dua surah ini sengaja disebut karena para ulama berbeda pendapat tentang kedua wahyu itu ihwal mana yang pertama dan mana yang kedua. Sebab,kedua surah itu dimulai dengan perintah demikian.Hal ini berbeda dari susunan yang ada sekarang. Perhatikan, misalnya, hubungan yang amat serasi antara kelima ayat wahyu pertama (QS. al-‘Alaq [96]: 1-5) dengan ayat keenam surah yang sama.Perlu Anda ketahui bahwa ayat keenam turun sekian tahun setelahturunnya wahyu pertama itu. Melihat kandungan ayat enam dan seterusnya yang berbicara tentang sikap kaum Musyrik terhadap NabiMuhammad saw. dan ajarannya, maka dapat dipastikan bahwa ayat ini dan ayat-ayat berikutnya turun setelah Nabi mengumandangkan ajaran-ajaranIslam di hadapan umum, yakni setelah turunnya firman Allah,yakni ayat 94 dalam surah al-Hijr yang dinyatakan oleh sebagian ulamasebagai turun tiga tahun sesudah menerima wahyu pertama.Yang ingin penulis garisbawahi adalah bahwa walaupun ayat 6surah al-‘Alaq itu dan ayat-ayat berikutnya turun jauh hari kemudian,kaitan kandungannya dengan ayat kelima dan ayat-ayat sebelumnya sangat erat dan serasi. Hal ini tidak mengherankan karena penempatan atau susunan ayat-ayat al-Qur’an, sebagaimana terlihat dalam mushafal-Qur’an dewasa ini, berdasarkan petunjuk Allah kepada Nabi-Nya yang disampaikan oleh Malaikat Jibril setiap kali menyampaikan kalam Ilahi.Penyusunan ayat-ayat al-Qur’an atas petunjuk Allah yang tidak sesuai dengan masa turunnya itu dibahas oleh sejumlah ulama guna menemukan rahasianya. Selain menemukan sekian banyak pesan yang terselip atau penjelasan makna, mereka juga menemukan keserasian hubungan antara ayat terdahulu dan ayat ditempatkannya sesudahnya,walaupun turunnya jauh kemudian. Salah seorang yang paling berhasil dalam bidang ini adalah Ibrahim bin ‘Umar al-Biqa’i (w. 885 H/1480 M) dengan karyanya yang sangat mengagumkan, Nazhm ad-Durar fi Tanasub al-Ayat wa asy-Shuwar (Untaian Mutiara ihwal KeserasianHubungan antara Ayat-Ayat dan Surah-Surah al-Qur’an).Di sini, yang dimaksud dengan keserasian di antaranya adalah keserasian antarkata dalam susunan suatu ayat, keserasian antara penutup ayat (fashilat) dengan kandungan ayatnya, dan keserasian antara ayat dengan ayat berikutnya. Demikian pula halnya antara mukadimah satu surah dan penutup surah sebelumnya. Dan masih ada banyak keserasianlainnya yang kesemuanya mengandung makna dan pesan-pesan. Kita tidak akan menguraikannya di sini karena keterbatasan ruangan. Sekadar contoh, keserasian hubungan antara ayat keenam surah al-‘Alaq dengan ayat-ayat sebelumnya (1-5) adalah bahwa kelima ayat pertama, antaralain, memperkenalkan Allah dan manusia yang telah beroleh anugerah demikian besar sejak awal kejadiannya hingga pemeliharaan danpengetahuan yang diajarkan kepadanya. Akan tetapi, sebagaimana dijelaskan dalam ayat keenam, makhluk ini yakni, manusia kafir, bersikap angkuh, melampaui batas, dan lengah, padahal kelak dia akankembali kepada Allah.

[M. Quraish Shihab – Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur’an]