Kalam adalah terdiri dari bagian-bagian yang disebut dengan

Kalam adalah terdiri dari bagian-bagian yang disebut dengan
Kalam dalam Ilmu Nahwu

Kalam adalah terdiri dari bagian-bagian yang disebut dengan

Kalam (الكَلَامُ) dalam istilah ilmu nahwu adalah sesuatu yang di dalamnya berkumpul empat perkara. Yakni lafadz (ucapan), murokkab (tersusun), mufid (memberi faidah) dan bil wadl’i (dengan bahasa arab).

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Jurumiyah:

الكلام هو اللفظ المركب المفيد بالوضع

“Kalam adalah lafadz yang tersusun yang memberi faidah dengan menggunakan bahasa arab.”

Untuk memahami pengertian ini, kita perlu mempelajari lebih dalam apa yang dimaksud dengan lafadz, murakkab, mufid dan bil wadl’i. Sehingga kita bisa mengetahui secara utuh apa itu kalam.

Yang dimaksud dengan lafadz adalah suara/ucapan lisan yang mengandung huruf hijaiyah. Misalnya lafadz “kitaabun” (كتاب), “masjidun” (مسجد) dan “Zaidun” (زيد).

Lafadz-lafadz tersebut merupakan ucapan lisan yang mengandung huruf hijaiyah.

Beda dengan suara klakson, suara gemercik air, dan suara-suara yang tidak mengandung huruf hijaiyah maka itu tidak termasuk lafadz. Dan jika bukan lafadz, maka tidak bisa disebut kalam.

Lafadz terbagi dua. Ada lafadz muhmal dan ada lafadz musta’mal.

Lafadz muhmal, adalah lafadz yang tidak berguna, yakni ucapan lisan yang mengandung huruf hijaiyah tapi tidak terpakai. Contoh kita secara ngasal berucap “Jajaban juba” (ججبن جوبا) atau “daizun” (ديز) yang entah apa artinya.

Ucapan tersebut termasuk lafadz karena merupakan suara lisan yang mengandung huruf hijaiyah. Hanya saja, lafadz tersebut tergolong lafadz muhmal, karena tidak dipakai dan tidak pula memiliki arti.

Lafadz musta’mal, adalah lafadz yang berguna, yakni ucapan lisan yang mengandung huruf hijaiyah dan digunakan. Contohnya lafadz “kitaabun” (كتاب), “masjidun” (مسجد) dan “Zaidun” (زيد).

Lafadz-lafadz tersebut biasa digunakan dalam percakapan. Kitaabun diucapakan merujuk pada buku, masjid merujuk tempat ibadah dan Zaid adalah nama orang.

Murakkab adalah sesuatu yang tersusun dari dua susunan kata atau lebih. Sehingga bila suatu lafadz hanya terdiri dari satu kata, maka lafadz tersebut bukan murakkab.

Artinya: “Zaid adalah yang berdiri”

Kalimat “zaidun qoimun” (زَيْدٌ قَائِمٌ) merupakan murakkab karena tersusun dari dua kata, yakni kata زيد dan kata قائم.

Apabila hanya زيد saja atau قائم saja, maka itu bukan murakkab karena tidak tersusun. Dan jika bukan murakkab, maka tidak bisa disebut kalam.

Adapun murakkab yang menjadi syarat kalam adalah murakkab isnadiy, bukan murakkab tarkib majzi dan murakkab idlofiy. (Pembahasan tentang murokkab insyallah akan dibahas di postingan khusus).

3. Mufid (Memberi Faidah)

Mufid artinya ucapan yang memberi faidah/ makna. Sehingga seseorang yang mendengar ucapan tersebut tidak mempertanyakan dan tidak penasaran lagi mendengarnya. Dan bisa diam dengan nyaman.

Artinya: “Zaid adalah yang berdiri”

Ucapan di atas mufid. Karena sudah memberikan makna dengan susunan sempurna.

Contoh ucapan yang tidak mufid:

Artinya: “Jika zaid berdiri,”

Ucapan di atas tidak mufid karena tidak memberikan makna sempurna. Sebab dalam ucapan tersebut terkandung kata “in” (ْاِن) yang artinya “jika”. Dimana “in” termasuk huruf syarat yang membutuhkan jawab. Biasanya jawabnya memiliki arti “maka”.

Sedangkan di sini jawabnya tidak ada. Sehingga maknanya menjadi nanggung. Orang yang mendengar ucapan tersebut akan penasaran dan tidak nyaman.

Oleh karena itu lafadz اِنْ قَامَ زَيْدٌ tidak mufid, sehingga tidak bisa disebut kalam.

Adapun bil wadh’i (بالوضع) sebagian ulama menafsirkannya dengan maksud (بالقصد). Maka perkataan orang yang tidur dan lengah/lalai tidak dinamakan kalam menurut ulama nahwu. Sebagian lain menafsirkan dengan bahasa Arab (العربي) maka perkataan orang ‘ajam/non Arab seperti Turki, Barbar tidak dinamakan kalam menurut ulama nahwu.

Berikut ini contoh kalam yang sudah memenuhi empat syarat (Berupa lafadz, murakkab, mufid dan bil wadl’i) adalah sebagai berikut:

Artinya, “Barang siapa bersungguh-sungguh, maka ia akan berhasil.”

Ucapan di atas merupakan kalam karena sudah memenuhi 4 syarat, yakni (1) lafadz, berupa ucapan yang mengandung huruf hijaiyyah, (2) murakkab, karena tersusun dari beberapa kata, (3) mufid, karena memberi faidah berupa makna sempurna, dan (4) bil wadl’i, berupa bahasa arab.

1. Apakah ucapan di bawah ini kalam? Sebutkan alasannya!

“Shalat adalah tiangnya agama”

2. Apakah ucapan di bawah ini kalam? Sebutkan alasannya!

3. Apakah ucapan di bawah ini kalam? Sebutkan alasannya!

4. Apakah ucapan kalimat atau ucapan “pisang goreng” adalah kalam? Sebutkan alasannya!

5. Apakah ucapan “مثثثقث” adalah kalam? Sebutkan alasannya!

Pengertian Kalam  - Sebelum membaca dan memahami Pengertian Kalam dan pembagiannya, ada baiknya jika sobat Kang Nahwu berwudu terlebih dahulu. Jika sudah silakan baca doa Futuhal Arifin.

Bismillah, mari kita ke pembahasan:

Pengertian Kalam

Kalam adalah : Suatu lafaz yang tersusun yang memiliki faedah serta di sengaja dalam pengucapannya. Untuk penjelasan lengkapnya bisa Anda simak di bawah ini:

Keterangan :

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kalam memiliki beberapa ketentuan:

Pertama, kalam harus berupa lafaz.

Lafaz adalah suara yang mengandung salah satu huruf Hijaiah. Contoh : عمر (Mengandung Huruf Hijaiah  ر ، م، ع )

Jadi syarat pertama sesuatu bisa di katakan kalam adalah harus berupa huruf Hijaiah. Ketika kita berbicara menggunakan bahasa Indonesia, Inggris atau yang lainnya itu bukanlah disebut Kalam karena Kalam hanya berlaku dalam bahasa Arab.

Contoh, Zaid berkata, "Amir telah memukul Umar".

Apabila Zaid mengucapkannya menggunakan bahasa arab, maka ucapan tersebut termasuk lafaz. Sedangkan apabila Zaid dalam pengucapannya menggunakan bahasa Indonesia, maka hal tersebut tidak dinamakan lafaz.

Ingat! Tidak semua suara bisa dikatakan kalam. Berhubung kalam disyaratkan harus berupa lafaz atau suara yang mengandung bahasa arab, maka segala bunyi atau suara yang tidak mengandung huruf Hijaiah tidak bisa dikatakan kalam. Contoh: Suara burung, suara alarm, suara kucing, dan lain sebagainya.

Jangan bingung yah, logikanya sangat mudah kok.

Intinya begini, kalam harus berupa lafaz, sedangkan lafaz harus berupa suara yang mengandung huruf hijaiah (bahasa arab). Sudah itu saja!

Jadi, selain bahasa arab, maka secara otomatis ia tidak dinamakan kalam.

Kedua, kalam harus Murakab/Tersusun (مُرَكَبْ)

Yang dimaksud murakab di sini adalah kalimat yang terdiri dari 2 kata atau lebih. Atau susunan dua kata atau lebih.

Suatu kalimat bisa dikatakan kalam apabila memiliki susunan yang jelas dan tertuju,  jika ada pekerjaan pasti ada yang mengerjakan, jika ada yang di pukul pasti ada juga pelaku yang memukul.

Hal ini sejalan dengan aturan SPO (Subjek + Predikat + Objek) dalam bahasa Indonesia. Tetapi yang menjadi pembeda adalah kalau bahasa arab susunannya adalah PSO atau Predikat + Subjek + Objek.

Yuk, kita bahas pelan-pelan:

Di dalam bahasa Indonesia, kalimat "Zaid sedang menolong Umar" adalah susunan yang benar. Sebab, syarat-syarat SPO-nya terpenuhi. "Zaid" posisinya adalah sebagai Subjek (pelaku), "sedang menolong" posisinya menjadi Predikat (kata kerja), sedangkan "Umar" posisinya adalah Objek (sasaran).

Nah, sekarang kita beralih ke contoh murakab:

ضرب زيد عمرا adalah contoh murakab atau susunan kalimat yang benar dalam bahasa arab. Adapun artinya adalah Zaid sudah memukul Umar.

Berhubung format kalimat bahasa arab diawali dari kanan, maka kita juga harus mengurutkannya dari kanan. Artinya, ضرب di tempat pertama, زيد di tempat kedua, sedangkan عمرا di tempat ketiga.

Perhatikan, susunan tersebut bisa disimpulkan bahwa murakab memilik susunan PSO (Predikat + Subjek + Objek), bukan SPO ((Subjek + Predikat + Objek) sebagaimana yang berlaku di Indonesia. ضرب di posisi pertama menjadi Predikat, زيد di posisi kedua menjadi Subjek, sedangkan عمرا di posisi ketiga menjadi Objek.

Itulah penjelasan lengkap mengenai murakab. Nah, sekarang pertanyaannya, bagaimana contoh susunan yang tidak murakab?

Jawabannya simpel saja, susunan yang tidak murakab adalah susunan yang tidak memiliki susunan PSO (Predikat + Subjek + Objek). Misal, Zaid menolong, Zaid Bertanya. Pasti akan timbul pertanyaan, Zaid menolong siapa? Zaid bertanya apa? dll.

Ketiga, kalam harus berfaedah atau memahamkan (مُفِيْدْ)

Mufid (مُفِيْدْ) adalah memberi pemahaman, berfaedah, atau dapat memberikan informasi yang sekiranya orang yang diajak bicara tidak bertanya-tanya lagi.

Nah itu kuncinya. Kalau seseorang sudah tidak bertanya lagi dengan apa yang kita sampaikan. Maka ucapan tersebut sudah masuk kriteria berfaedah (memahamkan)

Contoh:

يَذْهَبُ اَمِرٌ فِى المَدْرَسَةِ (Amir sedang pergi  ke madrasah) = Sudah Mufid Karena sudah jelas.

يَذْهَبُ اَمِرٌ  (Amir sedang pergi) = Belum Mufid karena masih menimbulkan pertanyaan (pergi ke mana?).

Keempat, kalam harus ada unsur disengaja dalam pengucapannya (الوضع)

Syarat yang terakhir dari kalam adalah adanya unsur "disengaja" dalam pengucapannya. Artinya, apabila ucapannya bersumber dari orang yang tidak sadar, mabuk, tidak berakal, ayan, mengigau, atau sejenisnya, maka ucapan tersebut tidak bisa dinamakan kalam.

Jadi, apabila seseorang yang mabuk, ayan, mengigau, atau gila mengucapkan sebuah kalimat yang sudah memenuhi syarat Lafaz, Murakab dan Mufid, maka mutlak ucapan tersebut tidak dinamakan kalam. Sebab, ucapannya dilontarkan dalam keadaan tidak disengaja.

Kesimpulan :

  1. Kalam menurut definisi paling mendasar adalah suatu lafaz yang tersusun yang berfaedah, serta disengaja dalam pengucapannya.
  2. Dari definisi di atas, kalam memiliki empat syarat, yaitu harus berupa Lafaz, Murakab, Mufid dan Disengaja dalam pengucapannya.
  3. Apabila suatu lafaz tidak memenuhi kriteria empat di atas, atau mungkin tidak memenuhi salah satu kriteria di atas, maka lafaz tersebut tidak bisa dikatakan kalam.

Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Dan jangan sungkan-sungkan untuk bertanya atau memberi masukan kepada kami lewat kolom komentar. Sampai jumpa di pembahasan-pembahasan berikutnya. Wallahu A'lam :)