Jelaskan peran PENDIDIKAN agama Hindu dalam MEMBENTUK KEPRIBADIAN diri

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Sebagaimana diketahui bahwa yang hendak dituju oleh pendidikan agama Hindu ialah pendidikan yang menuju kepada pembentukan manusia seutuhnya, yaitu sehat dan sejahtera lahir batin, atau pencapaian kondisi yang serasi, selaras, seimbang, dan harmonis antara jasmani dan rohani, lahir dan batin serta dunia dan akhirat, yang di dalam agama Hindu disebut moksartham jagadhita. Tujuan pendidikan mengacu juga kepada tujuan politik ideologi bangsa, sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sistem Pendidikan Nasional telah merumuskan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan, yaitu pendidikan yang didasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Fungsinya adalah mengembangkan kemajuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.

Sedangkan tujuannya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Rumusan ini merupakan penjabaran dari politik ideologi nasional ke dalam sektor pendidikan. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor pendidikan adalah aspek dari pembangunan politik bangsa, yang tidak lain sebagai konsistensi antara arah politik dengan cetak biru pembangunan bangsa yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Tilaar, 2003:161). Dengan demikian, masyarakat modern adalah masyarakat yang mengacu pada kualitas dalam segala aspek kehidupan, yaitu kualitas yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Berdasarkan hal itu juga, pendidikan Agama Hindu dalam mendukung tujuan nasional hendaknya memperioritaskan kepada peningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri sejalan dengan paradigma pendidikan masa depan. Pemberian prioritas ini sangat berkaitan dengan peningkatan kualitas sistem pendidikan itu sendiri dan memberi kesempatan kepada setiap orang untuk mengembangkan minat, bakat dan potensinya sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, pendidikan merupakan landasan utama bagi tumbuhnya tingkat pengetahuan dan penghayatan serta rasa keagamaan yang mantap. Usaha ini tentu saja harus mendapat perhatian utama dalam dunia pendidikan yang dilandasi oleh ajaran agama sebagaimana dinyatakan dalam kitab Veda.

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut.

1.      Bagaimanakah esensi dan urgensi Pendidikan Agama Hindu dalam membangun kepribadian humanisme ?

2.      Bagaimanakah pentingnya Pendidikan Agama Hindu dalam membangun kepribadian humanisme ?

3.      Bagaimanakah tantangan Pendidikan Agama Hindu dalam membangun kepribadian humanisme ?

1.3  Manfaat dan Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat ditarik manfaat dan tujuan penulisan sebagai berikut:

  1. Mengetahui esensi dan urgensi Pendidikan Agama Hindu dalam membangun kepribadian humanisme.
  2. Mengetahui pentingnya Pendidikan Agama Hindu dalam membangun kepribadian humanisme.
  3. Mengetahui tantangan Pendidikan Agama Hindu dalam membangun kepribadian humanisme.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Esensi dan urgensi Pendidikan Agama Hindu dalam membangun kepribadian humanisme

Pendidikan agama Hindu memiliki fungsi sebagai motivator dan dinamisator yang dapat mendorong kreativitas mahasiswa untuk berbuat baik dan benar dalam mencapai tujuan hidup, sebagaimana dirumuskan di dalam Veda yaitu moksartham jagadhitaya ca iti dharma, yang artinya bahwa dengan memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Hindu, maka tujuan hidup yaitu sejahtera lahir dan batin, dunia dan akhirat akan tercapai. Karena demikian maka esensi dan urgensi peran pendidikan agama Hindu di tingkat pendidikan tinggi dapat dikatakan bahwa betapa besar fungsi agama Hindu ini dalam membangun karakter anak bangsa, terutama dari segi etika, moral dan spiritualnya, yang dikembangkan dalam sikap hidup kesehariannya, sehingga tujuan hidupnya tercapai. Pembelajaran pendidikan agama Hindu di tingkat pendidikan tinggi, para mahasiswa perlu didorong untuk selalu meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agamanya, sehingga mereka mampu mewujudkan tujuan hidupnya, yaitu hidup sejahtera, rukun, damai dan bahagia. Pembelajaran pendidikan agama Hindu di tingkat pendidikan tinggi memiliki landasan historis, sosiologis, politik dan filosofis.

Secara historis, penyelenggaraan pendidikan agama Hindu sebelum adanya sekolah-sekolah formal, pendidikan agama Hindu dilaksanakan di pasraman-pasraman (ashram-ashram), di pedepokan-pedepokan, dan di tempat-tempat suci (Pura) di seluruh Indonesia. Pada masa pra penjajahan, pendidikan agama Hindu ini ditangani oleh gurutiga yang juga tri tunggal, yaitu guru wisesa (kepala pemerintahan atau raja), guru pengajian, yaitu guru yang berwenang memberikan tuntunan dalam kehidupan spiritual, susila, dan acara keagamaan (bhagavanta, bhagavan, pasiwan atau pasurya); dan guru rupaka, guru yang berwenang mengarahkan pendidikan dalam keluarga. Dengan datangnya sistem pendidikan sekolah (formal) yang dibawa oleh para penjajah maka pendidikan agama juga diadakan di sekolah-sekolah di samping di ashram-ashram. Sistem pendidikan ashram atau pasraman ini berkembang sampai sekarang, sebagai tempat untuk lebih memperkaya atau memperdalam pemahaman dan penguasaan ajaran agama Hindu. Pendidikan melalui ashram ini pada awalnya banyak berkembang di Bali dan Nusa Tenggara Barat, dan setelah itu berkembang juga di daerah-daerah lain di Indonesia, baik formal maupun non formal.

Sesuai dengan kodratnya, manusia dalam kehidupannya tidak bisa lepas dari empat unsur yang selalu menyertainya, yaitu sebagai makhluk Tuhan, sebagai makhluk alam, makhluk individu dan sebagai makhluk sosial (Sanjaya, 2002: 26). Empat bentuk kodrat ini diharapkan berjalan secara seimbang tanpa ada yang mendominasi agar manusia dapat mencapai tujuan hidup. Agama Hindu dengan konsep keseimbangan (swastika), menganjurkan manusia agar selalu menjaga keharmonisan hubungannya, baik secara vertikal (sebagai makhluk Tuhan dan makhluk alam), maupun secara horizontal (sebagai makhluk individu dan makhluk sosial), sehingga roda kehidupan dapat berputar secara seimbang dan harmoni.

Secara politis, proses pembelajaran agama Hindu di tingkat pendidikan tinggi sangat berkaitan dengan proses pembentukan nilai-nilai keagamaan kepada mahasiswa, yang harus dapat diwujudkan ke dalam bentuk pola perilaku dan pola pikir. Kreativitas berpikir menjadi bekal utama dan sangat menentukan kehandalan menghadapi perubahan. Bukankah dalam hidup mesti berpikir, karena dengan pikiran dapat menyiasati masalah-masalah kehidupan ini. Manusia dikatakan sebagai makhluk utama karena mampu berpikir, memiliki akal dan budhi dan mampu meningkatkan kualitas dirinya. Pikiran merupakan sumber dari segala sumber baik dan buruknya kata-kata maupun perbuatan. Agama telah mengajarkan fakta tersebut beribu-ribu tahun lalu. Maitri Upanisad IV.34 menjelaskan tentang apa yang dipikirkan manusia begitulah yang terjadi. Dengan demikian secara filosofi bisa dipahami mengapa makhluk-makhluk berpikir pertama yang muncul diawal peradaban disebut manu. Produk-produk pikiran mereka menciptakan nilai-nilai kemanusian dan menjadi dasar peradaban.

Melalui pendidikan agama Hindu ini, perlu dibangun karakter mahasiswa yang berperadaban menuju sumber daya manusia yang memiliki kepribadian berkualitas dan berdaya saing yang unggul. Pembentukan karakter ke arah itu menuju ke arah kepribadian kerja keras, berani memikul resiko, berdisiplin, berhati lembut, berinisiatif, berpikir matang, berwawasan jauh ke depan, bersahaja, bersikap konstruktif, bersemangat, pandai bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif, mandiri, mawas diri, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf, memurah, pengabdi, pengendalian diri, produktif, rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, setia, sikap adil, sikap hormat, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, ulet (Titib, 2004: 34).

Proses pembelajaran pendidikan agama Hindu di Perguruan Tinggi perlu juga diarahkan kepada peningkatan kepercayaan dan ketakwaan mahasiswa kepada Tuhan Yang Maha Esa, peningkatan pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang dianut, serta meningkatkan kerukunan hidup umat beragama, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kerukunan hidup beragama yang harus ditingkatkan adalah kerukunan intern umat beragama (kerukunan family, kerukunan territorial, kerukunan fungsional, kerukunan universal), kerukunan antar umat yang berbeda agama, dan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah (Wiana, 1997: 78).

Pendidikan agama Hindu di Perguruan Tinggi yang penyelenggaraannya didasarkan pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mampu memberikan kontribusi yang positif dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional, terutama dalam peningkatan etika, moral dan spiritual serta mencerdaskan anak bangsa.

2.2 Pentingnya Pendidikan Agama Hindu dalam membangun kepribadian humanisme

Mata kuliah pendidikan agama Hindu memegang peranan penting dan harus diberikan kepada para mahasiswa di bangku kuliah untuk menumbuhkan sikap hidup yang selaras, serasi dan seimbang, baik secara lahir dan batin, jasmani dan rohani, dunia dan akhirat, maupun secara individu dan sosial. Prakarsa untuk melaksanakan pendidikan Agama Hindu di tingkat pendidikan tinggi memiliki landasan historis, sosiologis, politik dan filosofis. Secara historis penyelenggaraan pendidikan agama Hindu sejak awalnya dilaksanakan secara non formal. Seiring dengan tuntutan tujuan pembangunan nasional terutama dalam peningkatan kualitas etika, moral, dan spritual serta membangun peradaban bangsa, maka secara berangsur-angsur pendidikan agama Hindu diselenggarakan secara formal, di samping secara non formal dan informal.

Demikian pula dalam menggali landasan politis, pendidikan agama Hindu di tingkat pendidikan tinggi, diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas anak bangsa yang handal, mandiri dan mampu bersaing secara global. Karakter manusia yang dibangun melalui pendidikan agama Hindu di tingkat pendidikan tinggi, sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan sraddha dan bhakti (iman dan takwa) kepada Tuhan Yang Maha Esa, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan, mengembangkan kemampuan, membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, serta untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Secara sosiologis, pendidikan agama Hindu yang mengarah kepada pembentukan kepribadian mahasiswa diarahkan pada penumbuhan kesadarannya, bahwa secara kodrati hidup manusia tidak bisa lepas dari aspek-aspek baik sebagai makhluk Tuhan, makhluk alam, makhluk individu, dan makhluk sosial. Terhadap keempat aspek inilah, manusia harus hidup dan mampu mengembangkan diri yang selaras, serasi dan seimbang serta harmonis. Karena dengan itu, manusia akan mampu mencapai tujuan hidup. Selanjutnya, dari aspek filosofis, pendidikan agama Hindu mendasarkan pada peningkatan kualitas hakikat hidup manusia itu sendiri, yang intinya menjelma ke dunia adalah dalam rangka meningkatkan kualitas jati dirinya, dengan jalan berbuat baik (dharma).

Tujuan hidup manusia menurut agama Hindu adalah luhur dan mulia, yaitu membebaskan diri dari belenggu kehidupan yang dianggap maya. Melalui pendidikan agama, manusia akan mampu meningkatkan kesadaran dirinya dan membebaskannya dari belenggu itu. Atas dasar itulah, maka pendidikan agama Hindu utamanya pada tingkat pendidikan tinggi harus diberikan. Tujuannya adalah agar para mahasiswa memiliki pemahaman, dan penghayatan agama yang baik dan benar yang harus diaplikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Diyakini bahwa dengan agama Hindu maka tujuan hidup akan tercapai.

Untuk itu, di tingkat pendidikan tinggi, agama Hindu tidak cukup hanya dipelajari sebagai pengetahuan atau pemahaman saja, akan tetapi harus diamalkan oleh setiap mahasiswa, sehingga para mahasiswa benar-benar dapat mencerminkan suatu kehidupan yang penuh dengan ketentraman dan kedamaian yang dilandasi dan dijiwai oleh ajaran agama. Para mahasiswa dituntut untuk senantiasa bersikap dan berbuat sesuai dengan ajaran agama, dan memiliki sifat, sikap dan budi pekerti yang luhur serta berkepribadian mulia yang dicerminkan dalam kehidupannya, baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Mahasiswa harus menyadari, akan pentingnya pendidikan Agama Hindu bagi dirinya, karena pendidikan agama berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan budi pekerti dan kepribadiannya.. Itulah sebabnya pendidikan agama benar-benar urgen dan perlu dipelajari sedini mungkin, sejak sekolah dasar sampai pada tingkat pendidikan tinggi untuk membangun dan mengembangkan kepribadian yang luhur. Pendidikan agama harus ditumbuhkembangkan di bangku kuliah. Bagi mahasiswa diharapkan dapat menjadi suri teladan dalam pelaksanaan dan pengamalan ajaran agama pada kehidupan sehari-harinya. Intinya, mahasiswa diharapkan benar-benar menjadi orang yang beragama, dapat hidup tentram dan bahagia yang didasari dan dilandasi sraddha dan bhakti (keimanan dan ketakwaan) kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Secara historis, perkembangan agama Hindu pada awalnya dilaksanakan secara tradisional melalui pendidikan pasraman. Penerapan pendidikan, sebelum mulai belajar, maka diawali dengan suatu upacara keagamaan yang disebut upacara upanyana, dimana seorang guru atau nabe meletakkan telapak tangannya pada ubun-ubun seorang murid atau sisya sebagai simbol pencurahan seluruh personalite kepada sisya (murid/siswa). Azas pendidikannya bersifat kekeluargaan. Pencurahan kasih sayang antara Acharya dengan sisya sudah melekat, bagaikan anak dengan orang tua. Batasan umur sisya, tidak merupakan kriteria yang kaku. Setiap orang pada dasarnya dapat masuk pada waktu yang dianggap baik untuk memulai masuk sekolah. Sisya (murid) diharuskan mengikuti dan mentaati peraturan yang berlaku.

Perkembangan pendidikan Hindu selanjutnya mengikuti gerak situasi perkembangan sejarah pendidikan di Indonesia, baik pada masa kerajaan, masa penjajahan, maupun setelah kemerdekaan bangsa Indonesia. Seterusnya sampai pada zaman modern ini. Pendidikan agama Hindu menganut konsep trisentra pendidikan, yaitu pendidikan keluarga (guru rupaka) sebagai pendidikan informal, pendidikan di sekolah (guru pengajian) sebagai pendidikan formal, dan pendidikan masyarakat atau pemerintah (guru wisesa) sebagai pendidikan non formal. Pelaksanaan pendidikan secara non formal disebut dengan pasraman, sedangkan pelaksanaan pendidikan formal dapat dilakukan di sekolah-sekolah baik negeri maupun swasta.

2.3 Tantangan Pendidikan Agama Hindu dalam membangun kepribadian humanisme

Di era demokrasi ini tantangan dalam dunia pendidikan sangat besar, terutama bagi profesi pendidik. Dengan adanya situasi masyarakat yang lebih demokratis, sistem pendidikan mengalami perubahan. Model pendekatan yang sebelumnya cenderung sangat otoriter, dengan asumsi bahwa pendidik tahu segala-galanya, tampaknya tidak mungkin diberlakukan lagi. Pendekatan pendidikan dewasa ini diharapkan lebih demokratis. Pendidikan adalah suatu proses, yaitu proses dalam membentuk manusia Indonesia yang memiliki kepribadian utuh, yaitu utuh secara lahir dan batin, atau utuh secara jasmani dan rohani.

Pendidikan sangat berkaitan dengan pembangunan nasional yang diarahkan kepada terbinanya manusia Indonesia seutuhnya. Acuan normatif terhadap arah pembangunan ini, menggambarkan cita-cita yang ingin dicapai bangsa Indonesia melalui pembangunan nasional yang relevan dengan kerangka budaya dan sistem nilai bangsa Indonesia yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukankah konsep manusia seutuhnya mengandung pengertian bahwa manusia adalah sosok makhluk Tuhan yang senantiasa berinteraksi dengan alam, budaya, dan nilai-nilai kemanusiaan serta keyakinan terhadap ajaran agama.

Kesadaran akan nilai-nilai keagamaan yang tinggi di kalangan masyarakat menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Nilai-nilai keagamaannya itu sedapat mungkin tercermin dalam sikap dan pola perilaku keagamaannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam fungsinya, agama memberikan tuntunan terhadap semua perilaku dan tindakan kita. Sehubungan dengan pembinaan sumber daya manusia, khususnya terhadap para generasi muda, melalui pelaksanaan pendidikan di tingkat pendidikan tinggi ini dapat disampaikan dan ditanamkan pesan moral serta nilai-nilai yang berharga seperti kejujuran, sopan santun, kedisiplinan, kerja keras, kebersamaan, keikhlasan, kerukunan, persatuan dan kesatuan,nasionalisme, idealisme, patriotisme, kearifan lingkungan, integrasi bangsa, harmoni antara kewajiban dan hak, penegakan hukum yang berkeadilan, gender dan lain sebagainya.

Nilai-nilai keagamaan itu sangat perlu dikembangkan di dunia pendidikan. Pendidikan adalah proses membimbing kegiatan belajar atau menyampaikan pengetahuan kepada mahasiswa atau kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan di sekolah. Pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia yang cakap, berbudaya, mandiri dan mampu mengembangkan sikap hidup bersama, serta mengubah tingkah laku peserta didik ke dalam hal-hal yang positif dan konstruktif (Sanjaya, 2002:27). Pesan dan nilai-nilai sosial keagamaan yang bisa disampaikan melalui proses pendidikan di tingkat pendidikan tinggi ini dapat mempengaruhi perbuatan dan perilaku mereka yang pada gilirannya bisa pula dijadikan pedoman atau acuan untuk menghadapi beragam persoalan yang muncul di lingkungan hidup kesehariannya.

Karena demikian, pendidikan ini merupakan sebuah proses pembinaan yang memiliki fungsi penting dalam upaya mentransformasikan ilmu pengetahuan kepada para mahasiswa. Pendidikan merupakan proses pembelajaran kepada mahasiswa untuk mendewasakan dirinya dalam menjalankan hidup, dimana dalam hidup ini banyak kasus-kasus atau permasalahan-permasalahan yang akan dihadapi. Dengan pendidikan ini diharapkan para mahasiswa mampu memecahkan permasalahan yang dihadapinya dengan menggunakan kemampuan logika yang tersusun secara sistematis dalam kerangka berpikir dengan menggunakan analitis, kreatif, dan inovatif. Di samping itu pendidikan yang diselenggarakan di tingkat pendidikan tinggi diharapkan mampu memainkan peran untuk dapat membentuk kepribadian manusia yang cerdas, intelektual, berbudi pekerti yang luhur dan berakhlak mulia serta memiliki sradha dan bhakti kepada Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa).

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II pasal 3, dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Sinar Grafika, 2007: 6). Pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia, dan pada tingkat pendidikan tinggi, pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat sraddha dan bhakti (keimanan dan ketaqwaan) terhadap Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) sesuai dengan ajaran agama yang dianut oleh para mahasiswa dan dengan memperhatikan juga tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan memelihara kerukunan antar umat beragama.

BAB III

PENUTUP

3.1  Simpulan

Pendidikan Agama Hindu dalam mendukung tujuan nasional hendaknya memperioritaskan kepada peningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri sejalan dengan paradigma pendidikan masa depan. Pemberian prioritas ini sangat berkaitan dengan peningkatan kualitas sistem pendidikan itu sendiri dan memberi kesempatan kepada setiap orang untuk mengembangkan minat, bakat dan potensinya sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, pendidikan merupakan landasan utama bagi tumbuhnya tingkat pengetahuan dan penghayatan serta rasa keagamaan yang mantap. Usaha ini tentu saja harus mendapat perhatian utama dalam dunia pendidikan yang dilandasi oleh ajaran agama sebagaimana dinyatakan dalam kitab Veda.

3.2  Saran

Mengingat pentingnya pendidikan Agama Hindu dalam mempermudah tujuan hidup, perlu adanya pemahaman serta realisasi ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab suci Agama Hindu yakni Weda.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA