Jelaskan kelebihan dan kekurangan penggunaan zat kimia pembasmi hama bagi tanaman pangan

Laporan oleh Artanti Hendriyana

Dosen Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Unpad Yusup Hidayat, SP., M.Phil., Ph.D, saat menyampaikan materi pada Webinar Series #5 “Pengendalian Serangga Hama Menggunakan Pestisida Nabati”, Kamis (27/8).*

[unpad.ac.id, 27/8/2020] Sebagai salah satu alternatif pengendalian serangga hama tanaman, penggunaan pestisida nabati dinilai aman digunakan. Proses pembuatannya pun tidak sulit. Petisida ini dibuat dengan menggunakan bahan baku yang mudah ditemui.

“Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tanaman,” jelas Dosen Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Unpad Yusup Hidayat, SP., M.Phil., Ph.D saat menjadi pembicara dalam Webinar Series #5 “Pengendalian Serangga Hama Menggunakan Pestisida Nabati”, Kamis (27/8).

(baca juga: Teknologi Nano Wujudkan Formulasi Pestisida Ramah Lingkungan)

Lebih lanjut Yusup mengatakan, tanaman yang berpotensi sebagai bahan pestisida di antaranya memiliki ciri beraroma kuat, rasa yang pahit, tidak disukai serangga hama, dan dapat digunakan sebagai tanaman obat.

Sejumlah tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan baku pestisida nabati seperti daun pepaya, brotowali, bawang putih, mimba, kipait, saliara, suren, dan  jarak pagar.

Pembicara lain, Pranata Laboratorium Pendidikan Laboratorium Pestisida dan Toksikologi Lingkungan Faperta Unpad Ema Budiman, S.E. menjelaskan bahwa pestisida nabati dapat menolak kehadiran serangga karena baunya yang menyengat.

(baca juga: Pertanian Indonesia Harus Akrab Teknologi)

Selain itu, pestisida nabati juga dapat mencegah serangga memakan tanaman, menghambat reproduksi serangga, mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga, dan mengendalikan pertumbuhan jamur dan bakteri.

Menurut Ema, proses pembuatan pestisida nabati terbilang murah dan mudah. Pestisida nabati juga aman pada manusia dan lingkungan, termasuk tidak meracuni tanaman.

Pestisida berbahan alam ini juga  dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang telah mengalami resistensi terhadap pestisida sintetis.

Meski demikian, petisida nabati memiliki beberapa kelemahan, seperti cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga harus sering diaplikasikan. Selain itu, produksi pestisida nabati juga belum dapat dilakukan dalam jumlah besar dan tidak tahan disimpan lama.

(baca juga: Pandemi Covid-19, Indonesia Harus Siap Wujudkan Ketahanan dan Kemandirian Pangan)

“Penggunaan pestisida bahan alam harus relatif lebih sering dibanding pestisida sintetis,” ujar Ema.

Pada kesempatan tersebut, Ema memperkenalkan proses pembuatan pestisida nabati menggunakan daun sirsak. Pestisida berbahan dasar daun sirsak ini dinilai sederhana dan mudah dibuat.

Untuk membuat pestisida nabati berbahan dasar daun sirsak, terlebih dahulu daun sirsak dipotong-potong, kemudian ditambah air lalu diblender atau dihancurkan. Selanjutnya, bahan tersebut ditambahkan detergen dan direndam selama 24 jam. Hasil rendaman kemudian disaring, diencerkan, dan siap diaplikasikan pada tanaman.

“Ini pestisida yang sederhana. Pestisida yang ramah lingkungan,” ujar Ema.(arm)*

Ana Khoiriyah (171510701006)
Penulis adalah mahasiswa Program Studi Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jember

Saat ini beberapa petani Indonesia sedang gencar-gencarnya menggunakan pestisida kimia. Sesuai dengan pengertianya, pestisida kimia merupakan bahan kimia sintetik yang digunakan oleh petani untuk mengendalikan OPT. Pestisida menjadi perisai andalan petani untuk mengendalikan OPT. Selain diaplikasikan di lahan , pestisida juga dapat digunakan di rumah seperti racun tikus, kutu, nyamuk, kecoa dan masih banyak lagi. Disamping efektif untuk mengendalikan OPT, pestisida juga dapat menjadi racun bagi organisme lain termasuk juga manusia. Oleh karena itu, budaya pertanian yang sehat harus dibangun mulai saat ini, seperti prosedur penggunaan, penyimpanan, hingga prosedur pembuanganya harus diperhatikan.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 mengenai Sistem Pertanian Berkelanjutan yang berbunyi “Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan sebagai bagian dari pertanian pada hakikatnya adalah pengelolaan sumber daya alam hayati dalam memproduksi komoditas pertanian guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik dan berkesinambungan dengan menjaga kelestarian lingkungan hidup”. Pada prinsipnya, Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan bertujuan agar manfaat pertanian dapat dinikmati dalam waktu yang lama atau jangka panjang. Beberapa hal yang mendukung untuk mewujudkan Sistem Pertanian Berkelanjutan adalah menjaga kelestarian lingkungan supaya tanaman dapat tumbuh dengan baik.

Masa Lalu Buram Petani

Bagi beberapa petani penggunaan pestisida dirasa menguntungkan, yaitu dapat mengendalikan OPT dengan cepat dan pengaplikasianya juga mudah. Selain itu, pestisida juga dapat menekan kehilangan hasil yang disebabkan oleh OPT pengganggu. Petani dan pestisida merupakan dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan. Hasil produksi pertanian yang melimpah adalah harapan para petani, dan pestisida dijadikan sebagai bahan kimia yang dimanfaatkan sebagai pemberantas OPT. Petani yang mengendalikan OPT dengan penggunaan pestisida seolah-olah merawat padahal menyayat, karena bagi petani mereka sudah melakukan perawatan yang paling baik untuk tanamanya tetapi disisi lain justru menyayat lingkungan yang semakin lama semakin tercemar akibat penggunaan pestisida yang berlebihan.

Tingkat pengetahuan beberapa petani terhadap penggunaan pestisida yang menjadikan petani kurang bijaksana melakukan pengendalian OPT. Seperti pada studi kasus di Desa Curut Kabupaten Grobogan, penggunaan pestisida boleh dicampur tanpa memperhatikan komposisi serta jenis pestisida, hal ini sebanyak 54 petani menyatakan 61,1% meyatakan benar; 40,7% tidak perlu membaca label pada kemasan; 64,8% petani mencampur pestisida berdasarkan petunjuk sesama petani; 79,6% petani melakukan pencampuran di dekat sumber air; 85,2% penyemprotan pestisida sesuai dengan kebiasaan tanpa melihat arah angin; setelah melakukan penyemprotan 83,3% petani tidak membersihkan alat semprot dengan alasan alat masih digunakan untuk menyempot.

Dampak negatif penggunaan pestisida tidak menyurutkan sebagian petani untuk mengurangi penggunaan pestisida, hal ini tidak sepenuhnya salah petani hanya saja kurangnya informasi mengenai pertanian yang didapatkan oleh para petani sehingga petani kurang bijaksana dalam melakukan pengendalian. Menurut salah satu Filsuf, kerja seorang guru tidak ubah seperti kerja seorang petani yang senantiasa membuang duri serta mencabut rumput yang tumbuh di celah-celah tanamanya. Mirisnya, pernahkan kita berterimakasih kepada petani penanam benih? Keramahan yang putih, ketulusan yang tak pernah menagih.

Saat ini masyarakat banyak yang mulai kembali untuk melakukan pola hidup sehat seperti yang dilakukan nenek moyang dahulu. Keadaan masyarakat seperti ini dapat dikatakan sebagai “Back to Nature” yang mana masyarakat kembali melakukan pola hidup sehat dari alam dan mulai mengerti dampak dari pola hidup modern yang dianggap kurang sehat. Hal ini menjadikan petani harus lebih gencar dalam melakukan pengelolaan pertanian, seperti pertanian organik, karena pada pertanian organik hasil produksinya terbebas dari zat kimia baik itu berupa pestisida, hormon, maupun pupuk kimia. Budaya beberapa petani dalam menggunakan pestisida kimia dengan tidak bijaksana akan menghasilkan pangan yang dapat meninggalkan residu sehingga akan meracuni tubuh konsumen, bahkan sayuran yang dulu dianggap sebagai makanan yang menyehatkan sekarang juga diwaspadai karena penggunaan pestisida yang berlebihan.

Waktunya Petani Move On!

Peningkatan pengetahuan beberapa petani yang kurang dalam penggunaan pestisida sebaiknya dapat dimulai dari sekarang. Peningkatan pengetahuan untuk para petani dapat dilakukan dengan cara pemberdayaan masyarakat. Petani akan menyadari bahwa penggunaan pestisida yang berlenihan akan menimbulkan bahaya yang mengancam lingkungan bahkan manusia. Jika digunakan dalam jangka waktu yang panjang, paparan pestisida beresiko menimbulkan masalah kesehatan bagi manusia.

Pengetahuan petani terhadap penyimpanan pestisida jauh dari jangkauan anak-anak sudah benar 100% dan sebagian besar petani sudah mengetahui dalam menggunakan alat pelindung diri ketika mengaplikasikan pestisida di lahan, tetapi pengetahuan yang baik belum tentu praktiknya baik, tetapi pada kenyataanya di lapang beberapa petani tidak menggunakan alat pelindung diri untuk keselamatan dirinya. Dalam metode yang tepat seperti pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan petani, selain itu juga perlu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pada pencemaran udara dengan menggalakan peran partisipasi dan dukungan secara penuh dari pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), praktisi serta pengguna. Para petani harus berperan aktif untuk belajar bersama hingga menemukan sendiri permasalahan yang dihadapi serta dapat memecahkan hingga menyelesaikan masalahnya.

Hidup ­­­Petani ku!

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA