Jelaskan apa yang dimaksud dengan Ad Dhararu Yuzalu?

No Text Content!

Halaman 1 dari 35 muka | daftar isi Halaman 2 dari 35 muka | daftar isi Halaman 3 dari 35  Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam terbitan (KDT) Kaidah Fikih; Adh-Dhararu Yuzal Penulis : Wildan Jauhari, Lc. 35 hlm Judul Buku Kaidah Fikih; Adh-Dhararu Yuzal Penulis Wildan Jauhari, Lc Editor Fatih Setting & Lay out Fayyad & Fawwaz Desain Cover Wahab Penerbit Rumah Fiqih Publishing Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940 Cetakan Pertama 17 Oktober 2018 muka | daftar isi Halaman 4 dari 35 Daftar Isi Daftar Isi................................................................. 4 A. Pengertian dan Kedudukan.................................. 6 B. Sumber Pembentukan Kaidah.............................. 8 1. Al-Qur’an.......................................................... 8 a. Ayat Pertama................................................ 8 b. Ayat Kedua ................................................... 8 c. Ayat Ketiga ................................................... 8 d. Ayat Keempat............................................... 9 2. Al-Hadist........................................................... 9 a. Hadist Ibnu Abbas ........................................ 9 b. Hadist Samurah bin Jundub ....................... 11 C. Contoh Penerapan Kaidah................................... 13 1. Contoh Pertama............................................. 13 2. Contoh Kedua................................................. 13 3. Contoh Ketiga................................................. 13 4. Contoh Keempat ............................................ 14 D. Kaidah Cabang................................................... 15 1. Kaidah Pertama.............................................. 15 a. Makna kaidah............................................. 15 b. Contoh Penerapan Kaidah ......................... 15 2. Kaidah Kedua ................................................. 16 a. Makna Kaidah............................................. 16 b. Contoh Penerapan Kaidah ......................... 17 3. Kaidah Ketiga.................................................. 17 a. Makna Kaidah............................................. 18 b. Contoh Penerapan Kaidah ......................... 18 muka | daftar isi Halaman 5 dari 35 4. Kaidah Keempat ............................................. 19 a. Makna Kaidah............................................. 19 b. Contoh Penerapan Kaidah ......................... 19 5. Kaidah Kelima................................................. 20 a. Makna Kaidah............................................. 20 b. Contoh Penerapan Kaidah ......................... 21 6. Kaidah Keenam .............................................. 22 a. Makna Kaidah............................................. 22 b. Contoh Penerapan Kaidah ......................... 22 7. Kaidah Ketujuh ............................................... 23 a. Makna Kaidah............................................. 23 b. Contoh Penerapan Kaidah ......................... 25 8 .Kaidah Kedelapan........................................... 26 a. Makna Kaidah............................................. 26 b. Contoh Penerapan Kaidah ......................... 27 9. Kaidah Kesembilan ......................................... 27 a. Makna Kaidah............................................. 27 b. Contoh Penerapan Kaidah ......................... 28 10. Kaidah Kesepuluh......................................... 29 a. Makna Kaidah............................................. 29 b. Contoh Penerapan Kaidah ......................... 29 Kesimpulan ............................................................ 31 Daftar Pustaka .......................................................34 Penulis...................................................................35 muka | daftar isi Halaman 6 dari 35 A. Pengertian dan Kedudukan ‫اَل َّض َررُ ي َزا ُل‬ “Kemudharatan (bahaya) itu wajib dihilangkan.” Secara etimologi, al-Dharar (bahaya) adalah lawan dari al-Naf’u (manfaat). Juga bisa diartikan bahwa al-Dharar adalah segala bentuk kondisi buruk, kekurangan, kesulitan dan kemalangan.1 Sedangkan secara terminologi, maknanya tidak jauh dari pengertiannya secara bahasa, yaitu kekurangan atau kerusakan yang menimpa sesuatu. Segala bentuk kemudharatan hukumnya haram di dalam Syariat Islam yang agung ini. Seseorang tidaklah dibenarkan menimbulkan kerusakan atau menyebabkan mara bahaya bagi dirinya sendiri dan orang lain, baik terhadap jiwa, harta maupun kehormatannya. Dan wajib hukumnya, untuk mencegah timbulnya segala kemudharatan yang akan terjadi (preventif), sebagaimana syariat ini juga mengharuskan untuk menghilangkan kemudharatan setelah terjadi (represif). 1 Ibnu al-Mandhur. Lisan al-Arab. Juz 4 hal 482 muka | daftar isi Halaman 7 dari 35 Kaidah fikih yang satu ini begitu penting karena sejalan dengan sifat dasar Syariat Islam yang diturunkan Allah SWT lewat Nabi Muhammad SAW, yaitu ‫( َع َدُم اْحلََرحج‬meniadakan kesulitan). Berdasarkan firman Allah SWT, 2‫َوَما َجَع َل َعلَحي ُك حم يِف ال يدي ين يم حن َحَرج‬ “Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama.” Juga karena luasnya cakupan hukum yang berada di bawah kaidah fikih ini. Sebagian ulama mengatakan bahwa kaidah al-Dhararu Yuzal adalah setengah dari ilmu fikih. Sebab, secara garis besar semua hukum fikih hanya terbagi menjadi dua nilai utama, yaitu untuk; ‫جلب المصالح أو درء المفاسد‬ “mendatangkan kebermanfaatan atau menolak kemudharatan.” Imam al-Suyuthi (911 H) menggambarkan betapa tinggi kedudukan dan pentingnya kaidah fikih yang satu ini. Beliau mengatakan, “Ketahuilah, bahwa ada banyak sekali hukum fikih yang terlahir berdasarkan kaidah al-Dhararu Yuzal (‫)الضرر يزال‬.”3 2 QS. Al-Hajj [22]: 78 3 As-Suyuthi. Al-Asybah wa al-Nadhair. Hal 84 muka | daftar isi Halaman 8 dari 35 B. Sumber Pembentukan Kaidah 1. Al-Qur’an a. Ayat Pertama ‫ف‬...‫طَََسلّيرحقتُُحُموُهالَّنين يَِسبَاحعءَُروفَبَلَفحغََونَلأَُتَحجلَيسُه َُكّنوُفهَأََّنحم يسيضَُكراًوراُهلَيّتَن حعيِتَبَُحعدُرواو‬ ‫َوإي َذا‬ ‫أَحو‬ “Dan apabila kamu menceraikan istri-istrimu, lalu sampai akhir iddahnya, maka tahanlah mereka dengan cara yang baik, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang baik pula. Dan janganlah kamu tahan mereka dengan maksud jahat untuk menzalimi mereka…” QS. Al-Baqarah [2]: 231 b. Ayat Kedua ...‫َل تُ َضاَّر َواليَدةٌ بيَولَ يد َها َوَل َمحولُوٌد لَهُ بيَولَ يديه‬... “…Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya, dan jangan pula seorang ayah menderita karena anaknya…” QS. Al-Baqarah [2]: 233 c. Ayat Ketiga ...‫يم حن بَ حع يد َو يصَيّة يُو َصى ِيبَا أَحو َديحن َغحَْي ُم َضار‬... “…Setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris)…” QS. Al-Nisa muka | daftar isi Halaman 9 dari 35 [4]: 12 d. Ayat Keempat ...‫َوَل تُحف يس ُدوا يِف احْلَحر يض بَ حع َد إي حصَل يحَها‬ “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya…” QS. Al-A’raf [7]: 56 2. Al-Hadist a. Hadist Ibnu Abbas 4‫َلَ َضَرَر َوَلَ يضَراَر‬ “Tidak boleh membahayakan dan tidak boleh pula saling membahayakan (membalas perbuatan bahaya).” Para ulama menganggap hadist ini sebagai jawami’ kalim, kemudian hadist ini oleh sebagian ulama lebih dipilih sebagai redaksi qaidah fiqhiyyah kulliyah dibanding redaksi awal yang telah kami jelaskan (‫)الضرر يزال‬. Diantara alasannya adalah: Pertama, karena redaksi ini (‫)لا ضرر و لا ضرار‬ adalah redaksi langsung yang terucap dari lisan Nabi Muhammad SAW, sehingga akan lebih berdampak di hati jika digunakan. Kedua, karena maknanya yang lebih luas yaitu 4 Ahmad bin Hanbal. Al-Musnad. Jilid 3 hal 267. No hadist: 2867, Ibnu Majah. Sunan Ibnu Majah. Jilid 2 hal 30, 31. muka | daftar isi Halaman 10 dari 35 mencakup pencegahan madharat sebelum terjadi dan kewajiban menghilangnya setelah terjadi. Berbeda dengan kaidah (‫ )الضرر يزال‬yang hanya berarti menghilangkan kemudharatan setelah terjadi.5 Meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa sebagian ulama justru memaknai sebaliknya, yaitu dipilihnya redaksi (‫ )الضرر يزال‬karena ia mengandung arti bahwa suatu kemudharatan atau marabahaya itu wajib untuk dihilangkan bahkan sebelum terjadinya. Sehingga maknanya lebih luas karena mengandung makna preventif dan represif. Redaksi ini juga dinilai lebih singkat dan padat. Adapun makna al-dharar (‫ )الضرر‬dan al-dhirar (‫ )الضرار‬sebagian ulama menyamakan pengertian antara keduanya. Tetapi menurut sebagian yang lain, al-dharar (‫ )الضرر‬adalah membahayakan orang lain secara mutlak, sedangkan al-dhirar (‫ )الضرار‬adalah membahayakan rang lain dengan cara yang tidak disyariatkan. Menurut al-Khusyani, al-dharar adalah sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi membahayakan orang lain. Sedangkan al-dhirar adalah sesuatu yang tidak bermanfaat bagi diri sendiri dan membahayakan orang lain. Menurut ulama lain, al-dharar dan al-dhirar 5 Muslim bin Muhammad al-Dusury. Al-Mumti’ fi al-Qawaid al- Fiqhiyyah. Hal 223 muka | daftar isi Halaman 11 dari 35 seperti bentuk al-qatl dan al-qital; al-dharar adalah membahayakan orang lain yang tidak membahayakan kita, sedangkan al-dhirar adalah membahayakan orang lain yang telah membahayakan kita dengan cara yang tidak disyariatkan, seperti harus seimbang dalam rangka menegakkan kebenaran (al-intishar bi al-haq).6 b. Hadist Samurah bin Jundub Diriwayatkan bahwa Samurah memiliki pohon kurma yang rantingnya masuk ke rumah tetangganya. Merasa terganggu dengan ranting pohon kurma itu, maka ia meminta Samurah untuk menjual pohon itu atau memangkas sebagiannya. Samurah tidak mengindahkan sama sekali usulan tetangganya yang terganggu itu. Maka kejadian ini dilaporkan kepada Nabi Muhammad SAW. Di hadapan Nabi SAW, Samurah tetap bergeming dan menolak untuk menjual atau memangkas pohon kurmanya itu. Bahkan ia tetap menolak setelah Nabi SAW mengiming-iminginya dengan halini dan itu. Nabi SAW berkata mengenai Samurah; ‫ اذهب‬: ‫ ثم قال رسول الله للأنصاري‬،‫أنت مضار‬ 7‫فاخلع نخله‬ “Kamu ini menyusahkan orang lain. kemudian 6 ‘Athiyah ‘Adlan. Mausuah al-Qawaid al-Fiqhiyyah. Hal 48 7 HR. Abu Dawud juz 10 hal 46, dan al-Baihaqi juz 6 hal 157 muka | daftar isi Halaman 12 dari 35 Nabi SAW berkata kepada si tetangga itu, “pulanglah, dan tebang ranting kurmanya Samurah!” Dari ayat-ayat dan hadist serta pendapat para ulama yang telah disebutkan di atas, menunjukkan bahwa menghilangkan sesuatu yang membahayakan hukumnya wajib, sesuai dengan bunyi kaidah, yaitu: ‫اَل َّضَرُر يَُزا ُل‬ “Kemudharatan (bahaya) itu wajib dihilangkan.” muka | daftar isi Halaman 13 dari 35 C. Contoh Penerapan Kaidah 1. Contoh Pertama Jika seseorang membeli barang dari seorang penjual. Lalu setelah akad jual beli, ia melihat adanya aib atau cacat di barang dagangan tersebut. Maka boleh hukumnya bagi si pembeli untuk membatalkan akad tersebut, guna menghilangkan madharat yang ia terima. Hal yang demikian disebut sebagai khiyar aib. 2. Contoh Kedua Jika seseorang sengaja menimbun satu komoditas yang diperlukan masyarakat, seperti beras atau bahan bakar misalnya. Kemudian menjualnya ke masyarakat dengan harga yang tinggi demi mengeruk keuntungan pribadi, maka wajib bagi pihak yang berwenang untuk menindak tegas para pelaku tersebut, dan juga diperkenankan untuk memaksanya menjual dengan harga yang wajar. Demi menghilangkan kemudharatan yang akan menimpa masyarakat luas. 3. Contoh Ketiga Jika sepasang suami istri harus mengalami hubungan jarak jauh (LDR). Dan hal demikian muka | daftar isi Halaman 14 dari 35 dirasa menyiksa kedua pihak atau salah satunya, maka wajib bagi keduanya untuk berupaya menghilangkan dharar tersebut, baik dengan menghadirkan sang istri di sisi sang suami atau sebaliknya atau dengan jalan menceraikannya. Jika keberadaan suami tidak diketahui dalam waktu yang lama, maka boleh bagi sang istri menghadap ke muka hakim untuk meminta surat keterangan cerai, agar menghilangkan kesusahan lahir dan batin yang dialaminya.8 4. Contoh Keempat Jika seseorang berhutang makanan, kemudian orang yang menghutangi makanan tersebut menagih utang di Mekkah misalnya, sedangkan harga makanan yang dihutangkan itu mahal, atau murah di sana. Menurut Abu Yusuf, orang yang berhutang itu hanya wajib membayar sesuai dengan nilai uang waktu berhutang dari orang yang menghutanginya di negaranya. Hal ini untuk menghilangkan madharat bagi yang menghutangi dan yang berhutang.9 8 Muslim bin Muhammad al-Dusury. Al-Mumti’ fi al-Qawaid al- Fiqhiyyah. Hal 225 9 Ahmad Muhammad al-Zarqa. Syarh al-Qawaid al-Fiqhiyyah. Hal 180 muka | daftar isi Halaman 15 dari 35 D. Kaidah Cabang 1. Kaidah Pertama ‫ال رضر يدفع بقدر الإمكان‬ “Bahaya itu dicegah sebisa mungkin (sesuai kemampuan)” a. Makna kaidah Pada dasarnya, suatu bahaya harus dihilangkan secara keseluruhan, dan inilah maksud dan tujuan dari kaidah (‫)الضرر يزال‬. Tetapi jika menghilangkan bahaya secara keseluruhan sulit untuk dilakukan, maka diwajibkan untuk menghilangkannya sebisa mungkin-sesuai kemampuan, karena hal ini tetap lebih baik daripada membiarkan bahaya itu. Karena paling tidak, dengan usaha tersebut bahaya itu dapat berkurang. b. Contoh Penerapan Kaidah Jika seseorang membuat jendela baru di rumahnya. Tetapi jendela ini berpotensi mengganggu tetangganya, karena langsung menghadap dan bisa melihat ke tempat-tempat privasi tetangganya seperti kamar tidur, dapur atau kamar mandi. Maka wajib baginya untuk menutup jendela muka | daftar isi Halaman 16 dari 35 tersebut dengan cara membangun tembok atau memasang sesuatu yang menghalanginya.10 Jika orang yang mengghashab telah merusak harta yang dighashabnya, atau rusak di tangannya tanpa ada unsur kesengajaan, dan berhalangan untuk dikembalikan kepada pemiliknya, maka orang yang mengghashab ini dikenakan jaminan sesuai dengan nilai barang yang dighashabnya apabila dapat diperkirakan nilainya. Atau dikembalikan dengan yang serupa jika ada yang serupa dengannya.11 2. Kaidah Kedua ‫ال رضر لا يزال بمثله‬ “Suatu bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya yang serupa” a. Makna Kaidah Suatu kenudharatan wajib hukumnya untuk dihilangkan, karena ia merupakan salah satu bentuk kezaliman, kemungkaran, kejahatan dan kerusakan. Tetapi meskipun demikian, dalam prakteknya ia tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan yang serupa. Sebagaimana juga tidak dibolehkan menghilangkan bahaya itu dengan bahaya yang lebih besar darinya, melainkan hanya dibolehkan 10 Majallah al-Ahkam al-Adliyah. Materi No. 1202 11 Majallah al-Ahkam al-Adliyah. Materi No. 891 muka | daftar isi Halaman 17 dari 35 menghilangkan suatu bahaya tanpa menimbulkan bahaya lain yang baru. b. Contoh Penerapan Kaidah Jika seseorang berada di bawah ancaman pembunuhan. Kemudian ia dipaksa untuk membunuh orang lain yang tak bersalah. Maka, ia tidak boleh melaksanakan perintah itu (membunuh orang lain). Sebab, ancaman pembunuhan dirinya merupakan satu bahaya. Dan membunuh orang lain juga satu bahaya yang serupa. Sedangkan kaidahnya berbunyi, suatu bahaya tak boleh dihilangkan dengan bahaya yang serupa. Jika seseorang hidup miskin. Dan ia memiki kerabat yang senasib sepenanggungan (sama- sama miskin). Maka tidak wajib bagi salah satu pihak untuk menafkahi pihak yang lain. karena ia sendiri sedang dalam keadaan susah. Dan kewajiban menafkahi kerabat adalah satu kesusahan yang lain, bahkan lebih besar. Sedangkan kaidahnya, satu kesusahan tidak dihilangkan dengan kesusahan yang semisal apalagi dengan kesusahan yang lebih besar.12 3. Kaidah Ketiga ‫ال رضر الأشد يزال بال رضر الأخف‬ 12 Muslim bin Muhammad al-Dusury. Al-Mumti’ fi al-Qawaid al-Fiqhiyyah. Hal 239 muka | daftar isi Halaman 18 dari 35 “Bahaya yang besar dihilangkan dengan bahaya yang kecil” a. Makna Kaidah Jika seseorang dihadapkan pada dua mara bahaya. Dan ia melihat bahwa salah satunya lebih besar madharat jika terjadi dibanding yag lainnya. Maka, wajib baginya menempuh bahaya yang lebih ringan untuk menghilangkan atau mencegah terjadinya bahaya yang lebih besar. b. Contoh Penerapan Kaidah Jika ada dua orang yang memiliki hubungan kekerabatan. Hanya saja, yang satu berkecukupan dan yang satunya fakir. Maka wajib bagi yang berkecukupan itu menafkahi saudaranya yang fakir, meskipun sebenarnya hal itu menjadi dharar baginya. Tetapi kemudharatan yang menimpa si fakir jika tidak ada yang menafkahi itu lebih besar dibanding beban nafkah yang harus ditanggung si kaya. Maka si kaya wajib menafkahinya, sebagai jalan menghindari bahaya yang lebih besar. Jika dalam peperangan, seorang muslim menjadi tawanan pihak musuh (orang kafir). Dan tidak akan dibebaskan kecuali dengan membayar sejumlah uang sebagai tebusannya. Maka dalam kondisi seperti ini boleh hukumnya memberi harta kepada orang kafir itu, karena jika masih menjadi tawanan bahayanya lebih besar dibanding pemanfaatan harta kamu muslimin oleh muka | daftar isi Halaman 19 dari 35 orang kafir.13 4. Kaidah Keempat ‫يحتمل ال رضر الخاص لدفع رضر عام‬ “Melakukan dharar yang khusus untuk menolak dharar yang umum” a. Makna Kaidah Jika dihadapkan pada dua kemudharatan, yang satu sifatnya luas dan mencakup kepentingan orang banyak, sedangkan yang lainnya bersifat khusus dan sempit, maka ditempuhlah madharat yang khusus dan sempit untuk mencegah atau menghilangkan madharat yang besar dan berdampak luas. b. Contoh Penerapan Kaidah Contohnya adalah pencekalan terhadap dokter atau tabib gadungan. Hukum pencekalan ini tentu dirasakan sangat berat bagi kedua orang yang berprofesi sebagai pelayan jasa tersebut. Namun membiarkan orang-orang yang tidak memiliki latar belakang kedokteran (medis) dan ketabiban menangani hal-hal yang berhubungan dengan pengobatan adalah bahaya yang lebih besar, sebab bisa mengancam keselamatan jiwa orang banyak. Demikian ini sama halnya dengan menyerahkan urusan kepada orang yang bukan ahlinya. Maka 13 Muslim bin Muhammad al-Dusury. Al-Mumti’ fi al-Qawaid al-Fiqhiyyah. Hal 244 muka | daftar isi Halaman 20 dari 35 untuk melindungi keematan jiwa masyarakat, segala sesuatu yang bisa mengancamnya harus ditolak. Demikian pula dokter dan tabib yang tidak memiliki keahlian dibidangnya.14 Contoh lainhya : jika tembok seseorang telang miring dan condong hampir roboh. Dan dikhawatirkan akan mengenai atau membahayakan orang-orag yang lewat di sekitarnya. Maka dibolehkan untuk memaksanya agar merobohkan tembok tersebut demi menghilangkan bahaya yang menimpa orang banyak. Meskipun ia mungkin merasa rugi dengan hal ini, tetapi yang demikian hanya bersifat khusus dan parsial bagi pemilik tembok.15 5. Kaidah Kelima ‫يختار أهون ال رشين‬ “memilih bahaya yang paling ringan” a. Makna Kaidah Pengertian dari kaidah cabang ‫يختار اهون الشرين‬ hampir mirip dengan kaidah nomor cabang nomor tiga yang telah kami sebutkan di atas 14 Abbas, Ahmad Sudirman. Qawa’id Fiqhiyyah Dalam Perspektif Fiqh. Abbas Press, Depok, 2015 15 Muslim bin Muhammad al-Dusury. Al-Mumti’ fi al-Qawaid al-Fiqhiyyah. Hal 250 muka | daftar isi Halaman 21 dari 35 (‫)الضرر الأشد يزال بالضرر الأخف‬. Bedanya hanya pada apakah bahaya tersebut sudah terjadi salah satunya ataukah belum. Kita akan lebih memahaminya dengan melihat contoh penerapannya berikut ini. b. Contoh Penerapan Kaidah Jika seseorang mempunyai luka dibagian tubuhnya. Jika ia sujud, mengalir darah dari lukanya. Dan jika tidak sujud, tidak mengalir darahnya. Maka boleh baginya shalat tanpa sujud (sempurna) sebab ada dua dharar yang akan ia hadapi. Yaitu, meninggalkan sujud, atau shalat tapi berhadast. Dan shalat dengan hadast lebih besar dhararnya dibanding dengan meninggalkan sujud. Maka dipilihlah bahaya yang lebih ringan yaitu meninggalkan sujud. Dengan begitu ia juga selamat dari bahaya yang lain yaitu kekurangan darah (jika ia memaksa untuk sujud).16 Misalnya seseorang memiliki sebilah pisau. Kemudian ada tetangga yang terlibat perkelahian dan berniat saling membunuh. Lalu ia datang untuk meminjam pisau itu. Maka bagi pemilik pisau tidak boleh meminjamkannya pisau karena kemungkinan besar akan digunakan untuk menikam lawannya tadi. Meskipun taruhannya ia akan dibenci dan dianggap pelit. 16 Muslim bin Muhammad al-Dusury. Al-Mumti’ fi al-Qawaid al-Fiqhiyyah. Hal 247 muka | daftar isi Halaman 22 dari 35 6. Kaidah Keenam ‫درء المفاسد أولى من جلب المصالح‬ “Menolak mafsadah (kerusakan) didahulukan daripada memberi kemaslahatan” a. Makna Kaidah Jika seseorang dihadapkan pada kemaslahatn dan kemudharatan dalam waktu yang sama. Maka, pencegahan terhadap kemudharatan lebih diutamakan daripada memberikan atau mengambil kemaslahatan. Hal ini karena sifat Syariat Islam yang lebih tegas dalam hal menolak mafsadah daripada memberi manfaat. Sebagaimana hadist Nabi SAW yang tertuang dalam hadist arba’in yang disusun oleh Imam al- Nawawi (676 H), ‫ َوَما أَمرت ُكم بييه فَأتوا يمحنهُ َما ا حستَطَحعتُم‬،ُ‫َما َنَحيتُ ُك حم َعنهُ فَا حجتَنبُوه‬ “Apa yang aku larang, maka jauhilah olehmu! Dan apa-apa yang aku perintahkan, kerjakanlah semampu kalian!”17 b. Contoh Penerapan Kaidah Berkumur dan mengisap air kedalam hidung ketika berwudhu merupakan sesuatu yang disunatkan, namun dimakruhkan bagi orang yang berpuasa karena untuk menjaga masuknya air yang dapat membatalkan puasanya. 17 Ahmad Muhammad al-Zarqa. Syarh al-Qawaid al-Fiqhiyyah. Hal 205 muka | daftar isi Halaman 23 dari 35 Jika hukum mandi wajib bagi seorang wanita, tetapi ia tidak mendapati sesuatu untuk menutupi dirinya dari laki-laki. Maka ia harus mengakhirkan mandinya, sebab meskipun ada maslahat dalam prosesnya bersuci (mandi) tetapi jika ia mandi tanpa penutup di depan laki-laki maka itu sebuah kemungkaran yang besar. Sedangkan kaidahnya berbunyi, mencegah kemungkaran itu lebih didahulukan daripada mendapat maslahat.18 7. Kaidah Ketujuh ‫الحاجة ت ر رنل م ر رنلة ال رضورة عامة و خاصة‬ “Suatu kebutuhan penting bisa dianggap atau disamakan dengan kebutuhan darurat, baik kebutuhan penting yang berlaku umum maupun khusus” a. Makna Kaidah Hajah Ammah adalah kebutuhan yang dihadapi semua orang. Sedangkan hajah khashah adalah kebutuhan yang dihadapi komunitas tertentu atau orang dari profesi tertentu19 Maksud dari kaidah ini adalah bahwa hajah ammah (kebutuhan yang umum) diberikan hukum 18 Muslim bin Muhammad al-Dusury. Al-Mumti’ fi al-Qawaid al-Fiqhiyyah. Hal 257 19 Muslim bin Muhammad ad-Dusury, Al-Mumti’ fi al-Qawaid al-Fiqhiyyah. Hal 204. muka | daftar isi Halaman 24 dari 35 darurat dari sisi bahwa ia merupakan kesulitan yang harus ada keringanan didalamnya. Oleh karena itu Ahmad bin Halim bin Taimiyah berkata, ‫فكل ما احتاج الناس رف معاشهم ولم يكن سببه معصية ه‬ ‫ترك واجب أو فعل محرم لم يحرم عليهم لأنهم رف مع رن‬ 20‫المضطر الذي ليس بباغ ولا عاد‬ “Maka setiap apa-apa yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya dan sebabnya bukan karena maksiat seperti meninggalkan kewajiban atau melakukan yang diharamkan, maka hal tersebut tidak diharamkan karena mereka seperti dalam keadaan terpaksa bukan dalam keadaan suka dan tidak melampaui batas.” Dr. Muslim bin Muhammad ad-Dusury memberikan syarat dalam mengaplikasikan kaidah ini, diantaranya: 1. Kebutuhan tersebut terealisasi. 2. Kebutuhan tersebut bersifat umum 3. Sesuatu yang diharamkan tersebut merupakan pengharaman karena sebab lain (muharram lighairihi) seperti sad adz- dzari’ah (antisipasi keburukan). 4. Larangan tersebut bukan merupakan 20 Ahmad bin Halim bin Taimiyah, al-Qawaid an-Nuraniyah, Riyadh: Dar Ibnu al-Jauzy, cet. 1, thn 2010, hal. 165 muka | daftar isi Halaman 25 dari 35 larangan yang bersifat nash, jelas dalam mengharamkan. Sementara Abd al-Aziz Muhammad Azam memberikan syarat21 1. Ada dalil nash yang dijadikan justifikasi 2. Atau harus ada kebiasaan interaksi ekonomi di masyarakat yang menunjukan adanya al- hajat. 3. Atau tidak ada dalil yang melarangnya 4. Paling tidak harus ada contoh kasus yang terjadi di dalam hukum syar’i yang bisa digunakan untuk menyamakan (ilhaq). b. Contoh Penerapan Kaidah Contoh pertama adalah Keputusan Islamic Fiqh Academy of India atas bolehnya asuransi bagi muslim india. Walaupun dasar hukum asuransi komersial adalah haram dengan pertimbangan menghapus mudharat dan kesulitan serta menyelamatkan nyawa dan harta karena faktanya muslim india seringkali ditakut-takuti dengan kerusuhan dan penyerangan hingga menyebabkan kerugian seperti kehilangan nyawa dan atau harta.22 Contoh kedua adalah Keputusan European Fiqh 21 Abd al-Aziz Muhammad Azam seperti yang dikutip dari Ahmad Sudirman Abbas, Qawaid Fiqhiyyah: Dalam Perspektif Fiqh, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, thn. 2004, hal.120. 22 Muhammad Mansoori, Kaidah-Kaidah Fikih Keuangan dan Transaksi Bisnis, Uliln Albab Institute, Bogor, 2010. hal. 82 muka | daftar isi Halaman 26 dari 35 Council atas pembiayaan kredit untuk membeli rumah. Di eropa, kaum muslimin umumnya tidak bisa mebeli rumah secara kontan. Satu-satunya pilihan adalah membeli rumah secara kredit berbunga. Sehingga The European Fiqh Council membolehkan hal ini dengan syarat- syarat khusus. ▪ Pertama, rumah yang dibeli harus untuk pembeli atau keluarga. ▪ Kedua, pembeli benar-benar tidak mempunyai rumah lain. ▪ Ketiga, pembeli benar-benar tidak memiliki kelebihan aset yang dapat menolongnya untuk membeli rumah selain kredit.23 8. Kaidah Kedelapan ‫الاضطرار لا يبطل حق الغن‬ “Keadaan darurat tidak berarti meniadakan hak orang lain” a. Makna Kaidah Maksud dari kaidah inin adalah bahwa keadaan darurat tidak dapat menjadi sebab untuk melanggar hak-hak orang lain seperti merusak barang atau menghilankannya. Dia harus menjamin barang tersebut dan tidak 23 Muhammad Mansoori, Kaidah-Kaidah Fikih Keuangan dan Transaksi Bisnis, hal. 82 muka | daftar isi Halaman 27 dari 35 bisa ditiadakan dengan kondisi darurat.24 b. Contoh Penerapan Kaidah25 Jika seseorang diserang oleh hewan milik tetangganya, dan tidak ada cara lain untuk bisa membela diri kecuali dengan membunuhnya. Maka ia tetap harus mengganti dengan membayar ganti ke pemilik hewan tersebut karena meskipun membunuh hewan tersebut dibolehkan, tetapi tetap tidak menghilangkan hak orang lain di dalamnya. Jika suatu perahu hampir tenggelam karena beban yang berat, kemudian seseorang melempar barang-barang orang lain yang ada didalam perahu untuk meringankan beban, maka ia harus mengganti barang tersebut kepada pemiliknya meskipun tindakannya itu dibenarkan. 9. Kaidah Kesembilan ‫ال رضورات تبيح المحظورات‬ “Kondisi darurat memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang” a. Makna Kaidah Al-Dharurat (‫ )الضرورات‬adalah bentuk jamak atau plural dari al-Dharurah (‫ )الضرورة‬yang berarti satu kondisi dimana seseorang berada pada batas 24 Muslim bin Muhammad ad-Dusury, Al-Mumti’ fi al-Qawaid al-Fiqhiyyah, hal. 199 25 Muslim bin Muhammad ad-Dusury, Al-Mumti’ fi al-Qawaid al-Fiqhiyyah, hal. 200. muka | daftar isi Halaman 28 dari 35 tertentu yang menghilangkan kemaslahatan dirinya. Sedangkan al-Mahzhurah (‫)المحظورة‬ bermakna sesuatu yang dilarang (‫)الممنوع‬. Secara umum, kaidah ini bisa dimaknai bahwa jika seseorang berada pada kondisi darurat atau mendekati darurat, dan tidak ada jalan atau cara keluar dari kondisi tersebut kecuali dengan mengupayakan hal-hal yang sebenarnya dilarang syariat, maka pada kondisi yang demikian ia diperbolehkan untuk melakukan hal-hal yang dilarang itu. b. Contoh Penerapan Kaidah Jika seseorang diserang oleh binatang yang ingin memangsanya, atau oleh orang jahat yang ingin membunuhnya atau merampas hartanya, dan tidak ada cara lain untuk lolos darinya kecuali dengan membunuh hewan atau orang jahat tersebut, maka ia diperkenankan melakukan hal itu karena ia berada dalam kondisi darurat.26 Seorang relawan laki-laki yang bertugas di daerah bencana, boleh baginya memegang korban perempuan yang bukan mahramnya untuk menolongnya. Hal itu karena mereka dalam kondisi darurat yang mengharuskan untuk secepatnya mendapatkan pertolongan. 26 Muslim bin Muhammad ad-Dusury, Al-Mumti’ fi al-Qawaid al-Fiqhiyyah, hal. 193 muka | daftar isi Halaman 29 dari 35 10. Kaidah Kesepuluh ‫ال رضورات تق ّدر بقدرها‬ “Kondisi darurat (yang membolehkan hal yang dilarang) itu diukur sesuai kadar kedaruratannya.” a. Makna Kaidah Dalam situasi yang membolehkan melakukan hal-hal yang haram karena adanya kondisi darurat, hanya boleh diupayakan sebatas untuk menghilangkan kondisi kedaruratannya, seperti menghilangkan rasa lapar atau haus yang akan membunuhnya. Dan tidak boleh berlebihan atau melewati batasnya. b. Contoh Penerapan Kaidah Jika seseorang dalam situasi kelaparan yang amat sangat yang bisa membunuhnya, dan tidak mendapati makanan kecuali yang diharamkan seperti bangkai dll. Maka boleh baginya untuk memakan bangkai tersebut demi menanggulangi keadaan daruratnya itu. akan tetapi wajib baginya untuk mencukupkan makan sebatas untuk menghilangkan rasa laparnya itu agar ia tetap hidup. Sebab kebolehan memakan bangkai tersebut ada karena keadaan darurat, dan kedaruratan itu diukur sesuai kadarnya.27 27 Muslim bin Muhammad ad-Dusury, Al-Mumti’ fi al-Qawaid al-Fiqhiyyah, hal. 196 muka | daftar isi Halaman 30 dari 35 Seseorang yang terpaksa harus membuka sebagian auratnya di depan dokter untuk sebuah proses medis. maka wajib bagi si pasien untuk hanya menyingkap aurat yang diperlukan selama proses pengobatan itu. Dan bagi dokter hanya diperbolehkan melihat aurat yang hendak di sembuhkannya, tidak boleh melihat kepada selainnya. Yang demikian itu dibolehkan karena adanya kedaruratan pengobatan, dan situasi darurat itu diukur sesuai kadarnya.28 28 Muslim bin Muhammad ad-Dusury, Al-Mumti’ fi al-Qawaid al-Fiqhiyyah, hal. 196 muka | daftar isi Halaman 31 dari 35 Kesimpulan 1. Kaidah ‫( الضرر يزال‬al-Dhararu Yuzal) merupakan satu diantara lima qawaid fiqhiyyah kulliyah kubra. 2. Dalil yang membentuk kaidah ini bisa ditemukan di dalam Al-Qur’an maupun hadits Nabi Muhammad SAW. 3. Kaidah fikih ini memiliki kedudukan yang tinggi di dalam Syari’at Islam. Karena banyaknya masalah fikih yang menjadi terapan dari kaidah besar ini. 4. Kaidah al-Dhararu Yuzal memiliki beberapa kaidah cabang, diantaranya: ‫ال رضر يدفع بقدر الإمكان‬ “Bahaya itu dicegah sebisa mungkin (sesuai kemampuan)” ‫ال رضر لا يزال بمثله‬ “Suatu bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya yang serupa” ‫ال رضر الأشد يزال بال رضر الأخف‬ muka | daftar isi Halaman 32 dari 35 “Bahaya yang besar dihilangkan dengan bahaya yang kecil” ‫يحتمل ال رضر الخاص لدفع رضر عام‬ “Melakukan dharar yang khusus untuk menolak dharar yang umum” ‫يختار أهون ال رشين‬ “memilih bahaya yang paling ringan” ‫درء المفاسد أولى من جلب المصالح‬ “Menolak mafsadah (kerusakan) didahulukan daripada memberi kemaslahatan” ‫الحاجة ت ر رنل م ر رنل ال رضورة عامة و خاصة‬ “Suatu kebutuhan penting bisa dianggap atau disamakan dengan kebutuhan darurat, baik kebutuhan penting yang berlaku umum maupun khusus” ‫الاضطرار لا يبطل حق الغن‬ “Keadaan darurat tidak berarti meniadakan hak orang lain” ‫ال رضورات تبيح المحظورات‬ “Kondisi darurat memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang” muka | daftar isi Halaman 33 dari 35 ‫تق ّدر‬ ‫ال رضورات‬ ‫بقدرها‬ “Kondisi darurat (yang membolehkan hal yang dilarang) itu diukur sesuai kadar kedaruratannya” muka | daftar isi Halaman 34 dari 35 Daftar Pustaka Al-Quran Al-Karim Kutub al-Ahadits Abbas, Ahmad Sudirman. Qawa’id Fiqhiyyah Dalam Perspektif Fiqh. Abbas Press, Depok, 2015 Ahmad bin Halim bin Taimiyah, al-Qawaid al- Nuraniyah, Riyadh: Dar Ibnu al-Jauzy, cet. 1, thn 2010, Ahmad Muhammad al-Zarqa. Syarh al-Qawaid al- Fiqhiyyah. Damaskus: Dar al-Qolam, thn 1989 ‘Athiyah ‘Adlan. Mausuah al-Qawaid al-Fiqhiyyah. Ibnu al-Mandhur, Muhammad bin Mukrim bin Ali, Lisan al-Arab. Beirut: Dar al-Shodir, thn 1414 H Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nazhair, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet. 1, thn 1983 Majallah al-Ahkam al-Adliyah. Muhammad Mansoori, Kaidah-Kaidah Fikih Keuangan dan Transaksi Bisnis, Uliln Albab Institute, Bogor, 2010. Muslim bin Muhammad ad-Dausary, Al-Mumti’ fi al-Qawaid al-Fiqhiyyah, Riyadh: Dar Zidni, cet. I, thn 2007 muka | daftar isi Halaman 35 dari 35 Penulis Saat ini penulis termasuk salah satu peneliti di Rumah Fiqih Indonesia (www.rumahfiqih.com), sebuah institusi nirlaba yang bertujuan melahirkan para kader ulama di masa mendatang, dengan misi mengkaji Ilmu Fiqih perbandingan yang original, mendalam, serta seimbang antara mazhab- mazhab yang ada. Selain aktif menulis, juga menghadiri undangan dari berbagai majelis taklim baik di masjid, perkantoran atau pun di perumahan di Jakarta dan sekitarnya. Saat ini penulis tinggal di daerah Pedurenan, Kuningan, Jakarta Selatan. Penulis lahir di Solo, Jawa Tengah, tanggal 7 Januari 1992. Pendidikan penulis, S1 di Universitas Islam Muhammad Ibnu Suud Kerajaan Saudi Arabia, Cabang Jakarta, Fakultas Syariah Jurusan Perbandingan Mazhab. Penulis saat ini sedang menempuh pendidikan S2 di Institut Ilmu Al- Quran (IIQ) Jakarta – Prodi Hukum Ekonomi Syariah. muka | daftar isi


Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA