Hukum bacaan Al qur an yang terdapat pada lafadz بِا للَّهِ adalah

Hukum Tajwid Surat An-nisa Ayat 146 Lengkap ♦ Annisa artinya adalah perempuan, disebut surat an-nisa karena kebanyakan hukum yang terdapat di dalam surat ini berkaitan dengan kaum perempuan. Ada lebih dari 20 kali surat ini menyebutkan tentang kaum perempuan.

Surat an-nisa merupakan salah satu surat madaniyah atau surat yang turun di Madinah. Ada di urutan nomor 4 di dalam Alquran dengan jumlah ayatnya ada 176 ayat, memiliki 3764 kata, dan juga ada 16328 huruf.

Kali ini saya akan membahas mengenai hukum tajwid yang ada di dalam surat an-nisa ayat 146 titik tujuannya adalah agar anda yang membaca atau sedang mencari hukum tajwid di dalam surat an-nisa lebih mudah di dalam memahaminya.

Hukum Tajwid Surat An-nisa Ayat 146 Lengkap Dengan Penjelasan Dan Isi Kandungan

Berikut ini hukum tajwid yang ada di dalam surat an-nisa ayat 146:

  1. بِاللَّهِ = Lam tarqiq, karena ada lafadz Allah yang sebelumnya ada tanda baca kasrah. Cara membacanya ditipiskan.
  2. دِينَهُمْ لِلَّهِ = Idhar Syafawi, karena ada mim mati bertemu dengan huruf lam. Cara membacanya jelas.
  3. لِلَّهِ = Lam tarqiq, karena ada lafadz Allah yang sebelumnya ada tanda baca kasrah. Cara membacanya ditipiskan.
  4. فَأُولَٰئِ = Mad wajib, karena ada mad thobi’i bertemu dengan huruf alif dalam satu kalimat. Cara membacanya panjang 5 harakat.
  5. مَعَ الْمُؤْمِنِينَ = Al qomariyah, karena ada huruf alif lam bertemu dengan huruf mim cara membacanya jelas.
  6. الْمُؤْمِنِينَ = Mad arid lissukun, karena ada mad thobi’i di akhir kalimat atau di tanda berhenti. Cara membacanya dipanjangkan.
  7. وَسَوْفَ = Mad layyin, karena ada fathah bertemu dengan huruf wawu. Cara membacanya lunak.
  8. تِ اللَّهُ = Lam tarqiq, karena ada lafadz Allah yang sebelumnya ada tanda baca kasrah. Cara membacanya ditipiskan.
  9. الْمُؤْمِنِينَ = Al qomariyah, karena ada huruf alif lam bertemu dengan huruf mim cara membacanya jelas.
  10. أَجْرًا = Qolqolah sugra, karena ada huruf jim mati di tengah kalimta. Cara membacanya membalik membentuk huruf jim.
  11. عَظِيمًا = Mad arid lissukun, karena ada mad thobi’i di akhir kalimat atau di tanda berhenti. Cara membacanya dipanjangkan.

Baca juga : Hukum Tajwid Surat Al-Mujadalah Ayat 11 Lengkap Dengan Penjelasan dan Kandungan

Isi Kandungan Surat An-nisa Ayat 146


إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا

Artinya : “Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar”.

isi kandungan surat an-nisa ayat 146 adalah sebagai berikut:

Ketika shalat, disyariatkan untuk membaca doa ta’awudz sebelum membaca Al-Qur’an (surat Al-Fatihah). Doa ta’awudz ini diistilahkan juga dengan doa isti’adzah (doa memohon perlindungan). Tulisan ini akan membahas seputar hukum yang berkaitan dengan bacaan ta’awudz ketika shalat.

Lafadz-lafadz bacaan ta’awudz

Terdapat beberapa lafadz untuk doa ta’awudz, yaitu:

Pertama, membaca:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk.”

Imam Asy-Syafi’i, Abu Hanifah, dan mayoritas ahli qira’ah menilai bahwa lafadz inilah yang paling afdhal berdasarkan surat An-Nahl ayat 98,

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Apabila kamu membaca Al-Qur’an, mintalah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl [16]: 98)

Kedua, membaca:

أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha mendengar dan Maha mengetahui dari setan yang terkutuk.”

Imam Ahmad, Al-A’masy, Al-Hasan bin Shalih, Nafi’, Ibnu ‘Amir dan Al-Kisai rahimahumullahu Ta’ala menilai bahwa lafadz inilah yang paling afdhal.

Ketiga, membaca:

أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha mendengar dan Maha mengetahui dari setan yang terkutuk. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha mendengar dan Maha mengetahui.”

Lafadz ini diriwayatkan dari Al-Hasan dan Ats-Tsauri, berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushilat [41]: 36)

Keempat, membaca:

أَستعيذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk.”

Lafadz ini dipilih oleh Ibnu Sirin dan Hamzah Az-Zayyaat.

Kelima, membaca:

أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ، وَنَفْخِهِ، وَنَفْثِهِ

“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha mendengar dan Maha mengetahui dari setan yang terkutuk, dari gangguannya, dari tiupannya dan dari semburannya.”

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ath-Tharifi berkata, “Setiap lafadz tersebut memiliki atsar (riwayatnya), sehingga perkara ini longgar (boleh memilih mana saja, pent.).”

Lihat pembahasan lafadz-lafadz di atas dalam Shifat Shalat Nabi (hal. 89-90), karya Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ath-Tharifi dan Shahih Fiqh Sunnah (1: 332), karya Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim.

Hukum membaca doa ta’awudz

Para ulama berselisih pendapat tentang hukum membaca ta’awudz ketika shalat. Jumhur (mayoritas) ulama menyatakan bahwa hukumnya adalah sunnah (dianjurkan). Di antara ulama kontemporer yang berpendapat bahwa hukumnya sunnah adalah Syaikh Masyhur Hasan Salman (Al-Qaulul Mubiin, hal. 109).

Sebagian ulama yang lain, di antaranya adalah ‘Atha’, Sufyan Ats-Tsauri, Al-Auza’i, dan Ibnu Hazm rahimahumullahu Ta’ala, menyatakan bahwa hukum membacanya adalah wajib. (Shahih Fiqh Sunnah, 1: 331)

Mereka berdalil dengan firman Allah Ta’ala,

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Apabila kamu membaca Al-Qur’an, mintalah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl [16]: 98)

Ayat di atas menunjukkan perintah untuk meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala ketika hendak membaca Al-Qur’an. Dan sebagaimana kita ketahui dalam ilmu ushul fiqh bahwa hukum asal perintah adalah wajib.

Dari dua pendapat di atas, pendapat yang lebih tepat adalah pendapat jumhur ulama yang menyatakan sunnah. Hal ini karena terdapat dalil yang memalingkan perintah Allah Ta’ala dalam surat An-Nahl ayat 98 dari hukum asal wajib menjadi sunnah (dianjurkan).

Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di tengah-tengah kami dan saat itu beliau dalam keadaan tidur ringan (tidak nyenyak). Lantas beliau mengangkat kepala dan tersenyum. Kami pun bertanya, “Mengapa Engkau tertawa, wahai Rasulullah?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Baru saja turun kepadaku suatu surat.” Lalu beliau membaca,

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَر

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (QS. Al-Kautsar: 1-3).” (HR. Muslim no. 400)

Dalam kisah turunnya surat Al-Kautsar di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al-Kautsar tanpa membaca ta’awudz terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa hukum membaca ta’awudz sebelum membaca Al-Qur’an tidak sampai derajat wajib. Wallahu Ta’ala a’lam.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ath-Tharifi hafidzahullahu Ta’ala berkata, “Yang lebih kuat adalah pendapat yang menyatakan sunnah.” (Shifat Shalat Nabi, hal. 90)

Membaca doa ta’awudz dengan lirih

Hukum asal membaca doa ta’awudz adalah dibaca dengan suara lirih (sirr). Hal ini karena tidak pernah dikabarkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau membaca doa tersebut dengan keras (jahr). Demikian pula, tidak terdapat riwayat dari para khulafaur rasyidin bahwa mereka mengeraskan bacaan doa tersebut ketika shalat.

Akan tetapi, diperbolehkan bagi imam untuk sesekali mengeraskan bacaan tersebut dalam rangka memberikan contoh atau pengajaran kepada para makmum. (Shahih Fiqh Sunnah, 1: 332)

Apakah bacaan ta’awudz disyariatkan untuk dibaca di setiap raka’at?

Mayoritas ulama berpendapat bahwa doa ta’awudz cukup dibaca di raka’at pertama, dan tidak perlu diulang di raka’at-raka’at berikutnya. Sedangkan para ulama yang lainnya menganjurkan untuk membaca doa ta’awudz di setiap raka’at sebelum membaca Al-Qur’an.

Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim berkata, “Sisi pendalilan (dianjurkannya membaca setiap raka’at) adalah bahwa ayat di atas menunjukkan (menuntut) diulangnya doa ta’awudz setiap kali mengulang bacaan Al-Qur’an. Ketika terdapat jeda (pemisah) antara dua bacaan Al-Qur’an (antara rakaat pertama, ke dua, dan seterusnya, pent.) dengan ruku’, sujud, dan semisalnya, maka disyariatkan untuk membaca doa ta’awudz.” (Shahih Fiqh Sunnah, 1: 332)

Syaikh Masyhur Hasan Salman hafidzahullahu Ta’ala berkata,

“Yang tampak (baca: dzahir) adalah disyariatkannya membaca doa isti’adzah di setiap raka’at, berdasarkan cakupan makna umum dari firman Allah Ta’ala,

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Apabila kamu membaca Al-Qur’an, mintalah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl [16]: 98)

Inilah pendapat terkuat dalam madzhab Syafi’iyyah dan dikuatkan oleh Ibnu Hazm.” (Al-Qaulul Mubiin, hal. 109)

[Selesai]

Baca Juga: Fawaid Seputar Bacaan Basmalah

@Rumah Lendah, 4 Jumadil akhir 1440/ 9 Februari 2018

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Referensi:

Al-Qaulul Mubiin fi Akhtaa’i Al-Mushalliin, karya Syaikh Masyhur Hasan Salman, penerbit Daar Ibnu Hazm dan Daar Ibnul Qayyim, cetakan ke empat tahun 1416.

Shahih Fiqh Sunnah, karya Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, penerbit Maktabah At-Tauqifiyyah.

Shifat Shalat Nabi, karya Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Marzuq Ath-Tharifi, penerbit Maktabah Daarul Minhaaj, cetakan ke tujuh tahun 1439.

🔍 Maulid Nabi Bid'ah, Niat Dalam Shalat, Buku Panduan Umroh Lengkap Pdf, Ciri Orang Terkena Sihir Menurut Islam, Surat Al Anbiya Ayat 107

Tags: bacaan ta'awudzdoa ta'awudzfikih shalatta'awudz

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA