Hubungan persatuan dan kesatuan dengan KEBANGKITAN nasional

Oleh : Banindhia Shalfa Aisyahadani

Hari Kebangkitan Nasional setiap tahunnya selalu diperingati pada tanggal 20 Mei. Tujuan dari diperingatinya Hari Kebangkitan Nasional adalah untuk mengenang awal pergerakan pemuda di Indonesia. Selain itu, Hari Kebangkitan Nasional, atau yang biasa kita sebut sebagai Harkitnas ini diperingati bertepatan dengan berdirinya organisasi Budi Oetomo, yaitu pada 20 Mei 1908.

Pada awalnya, Boedi Oetomo merupakan sebuah organisasi yang didirikan akibat adanya kebijakan politik etis yang dicanangkan oleh van Deventer pada masa Belanda. Politik etis adalah pemikiran bahwasanya pemerintah kolonial Hindia Belanda memiliki tanggung jawab secara moral kepada pribumi yang telah membantu mereka mencapai kemakmuran dan kesejahteraan. Dalam perancangannya, politik etis ini memiliki tiga program utama atau trias politika, yang berfokus pada irigasi, emigrasi, dan edukasi. Organisasi Boedi Oetomo sendiri merupakan perwujudan dari salah satu program tersebut, yaitu edukasi, yang kemudian didirikan oleh Sutomo dan sejumlah mahasiswa STOVIA, sekolah kedokteran Jawa yang menjadi cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Seiring berjalannya waktu, Boedi Oetomo memiliki peran yang cukup penting dalam mempersatukan rakyat Indonesia sebagai upaya untuk meraih kemerdekaan Indonesia. Organisasi Boedi Oetomo ini menjadi pelopor organisasi pergerakan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sehingga dijadikan landasan penetapan 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Kebangkitan nasional memiliki makna atau arti yang sangat dalam bagi bangsa Indonesia. Kebangkitan nasional merupakan titik awal mula bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme. Selain itu, ini juga menjadi titik munculnya kesadaran masyarakat Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang. Masa kebangkitan nasional ini ditandai dengan terjadinya dua peristiwa penting, yaitu berdirinya organisasi Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 dan ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.

Kebangkitan nasional merupakan tonggak awal mula persatuan seluruh pemuda yang bersumpah atas nama Indonesia. Para pemuda Indonesia mengaku bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu, yaitu Indonesia. Indonesia merupakan satu kesatuan yang sama sekali tidak mengacuhkan adanya perbedaan suku, agama, ras, dan budaya. Kebangkitan nasional memberi isyarat bahwa para pendiri bangsa Indonesia ini menjadikan keberagaman yang ada sebagai salah satu kekuatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan bermodalkan kesadaran akan pentingnya persatuan dan kesatuan, akhirnya bangsa Indonesia mampu mengusir penjajah dan mengantarkan rakyat Indonesia ke gerbang kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Tujuan diperingatinya Hari Kebangkitan Nasional tiap tahunnya adalah untuk memelihara, menumbuhkan, dan menguatkan semangat gotong-royong kita sebagai landasan dasar dalam melaksanakan pembangunan Indonesia. Selain itu, tujuan diperingatinya Hari Kebangkitan Nasional ini adalah untuk mengenang kembali bagaimana semangat perjuangan bangsa Indonesia pada zaman dahulu. Dalam pelaksanaannya di masa sekarang, Hari Kebangkitan Nasional ini diharapkan dapat menjadi pengingat bagi bangsa Indonesia untuk terus meningkatkan semangat nasionalisme dalam mengisi kemerdekaan.

Di masa kini, adanya peringatan Hari Kebangkitan Nasional diharapkan dapat menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang unggul dalam segala hal. Dengan begitu, bangsa Indonesia dapat mewujudkan pembangunan nasional yang optimal serta maksimal. Terlaksananya pembangunan yang optimal ini tentu menjadi harapan besar agar kelak negara ini dapat mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat Indonesia sesuai dengan salah satu tujuan didirikannya negara Indonesia seperti yang telah tertuang dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum. Pembangunan tersebut tentunya perlu dibersamai dengan semangat nasionalisme yang diharapkan terus meningkat setiap tahunnya. Namun, perlu diingat juga bahwa jangan sampai jiwa nasionalisme yang dimiliki alih-alih justru membuat masyarakat Indonesia menjadi ultranasionalis dan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan disintegrasi bangsa.

Makna diperingatinya Hari Kebangkitan Nasional ini sebaiknya tidak dilihat hanya sebatas ritual untuk melakukan upacara rutin setiap tahunnya saja, melainkan setiap warga negara Indonesia diharapkan mampu membuktikan diri mereka melalui karya yang bisa mendukung kemajuan bangsa Indonesia. Seluruh bagian dari bangsa Indonesia hendaknya saling mengisi kemerdekaan dengan cara mempererat persatuan dan kesatuan yang akan menjadi landasan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Melalui peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang dilaksanakan tiap tahunnya, generasi penerus bangsa juga diharapkan dapat melanjutkan makna dan semangat kebangsaan yang telah diawali oleh para pendahulu bangsa. Sehingga generasi penerus bangsa juga dapat mengembangkan berbagai upaya untuk mengatasi tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini maupun di masa depan. (lth)

Soni mengatakan tema Harkitnas ini memiliki makna melalui kebangkitan nasional maka harus lebih fokus pada perwujudan kerja nyata dengan bekerja lebih keras dan bukan sekedar wacana. 

"Tuntutan untuk terus maju dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara sejahtera telah menjadi pemicu pentingnya merealisasikan semangat kebangkitan nasional dengan kerja keras, kerja cerdas dan produktif," kata Soni.

Dia juga menyampaikan momentum Harkitnas ini harus mampu membangkitkan kembali nilai kebersamaan, persatuan dan kesatuan bangsa dalam menghadapi tantangan yang ada dengan menggelorakan rasa bangga dan cinta tanah air.

"Tujuan dari peringatan Harkitnas ke-107 ini adalah untuk terus memelihara, menumbuhkan dan menguatkan jiwa nasionalisme kebangsaan. Karena hal tersebut adalah landasan dasar dalam melaksanakan pembangunan dan menegakkan nilai-nilai demokrasi berdasarkan moral serta etika berbangsa dan bernegara,"

"Selain itu, kita juga harus mempererat persaudaraan untuk mempercepat visi dan misi negara Indonesia menjadi bangsa yang maju dan sejahetera," tutup Soni. (Humas)

Polhukam, Jakarta – Salah satu modal penting dalam mewujudkan Indonesia yang damai, maju dan modern, serta anti radikalisme adalah adanya persatuan dan kesatuan bangsa. Tentunya masih ada pihak yang menyatakan bahwa pembinaan persatuan dan kesatuan Indonesia sudah tidak diperlukan lagi karena seolah-olah hanya dalih untuk membatasi ruang gerak masyarakat sejak masuk Era Reformasi dan demokrasi.

“Menurut mereka, persatuan dan kesatuan bangsa akan lestari dengan sendirinya. Oleh karena itu, kita tidak boleh lengah dan merasa bahwa persatuan Indonesia itu take it for granted yang selalu utuh dan lestari tanpa upaya pembinaan, kita semua harus memiliki persepsi yang sama bahwa persatuan dan kesatuan bangsa harus tetap dibina,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam, Arief P Moekiyat, dalam Forum Koordinasi dan Sinkronisasi ‘Dengan Semangat Bhineka Tungal Ika Kita Cegah Radikalisme Guna Memperkokoh Ideologi Pancasila Dalam Kehidupan Bermasyarakat dan Berbangsa’ di Jakarta, Kamis (14/11/2019).

Dikatakan, NKRI ini diperjuangkan dan dibangun oleh para pendiri bangsa dan para pejuang kemerdekaan karena sadar bahwa masyarakatnya terdiri dari berbagai suku, agama, golongan, ras, dan budaya dengan Ideologi Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa, serta memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika. “Saya mengajak semua elemen bangsa untuk terus menjalin tali persaudaraan dan menegakkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Arief.

Baca juga:  Suksesnya Pilkada Cermin Kehormatan dan Martabat Bangsa

Terkait penanganan terhadap radikalisme dan terorisme, Arief menegaskan bahwa Kemenko Polhukam bersama dengan Polri, TNI, BIN, dan BNPT, serta K/L terkait lainnya, memiliki komitmen tinggi untuk melakukan berbagai langkah pencegahan dan penanganannya. Pemerintah tentu tidak bisa bekerja sendirian dan membutuhkan peran dari seluruh elemen bangsa, masyarakat, diantaranya tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda.

“Untuk itu, Kemenko Polhukam melaksanakan kegiatan hari ini dengan melibatkan berbagai elemen untuk mencari solusi terbaik penanganan radikalisme,” kata Arief.

Radikalisme adalah suatu gerakan yang ingin melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan/ekstrim. Radikalisme merupakan tindakan/faham yang mempunyai akar dan jaringan yang kompleks, sehingga tidak mungkin hanya bisa didekati dengan pendekatan keras berupa penegakan hukum dan intelijen, maupun tindakan respresif lainnya, namun juga harus ditangani dengan pendekatan wawasan kebangsaan, kewaspadaan nasonal, serta persatuan dan kesatuan bangsa melalui pendekatan persuasif dengan instrument Ideologi Pancasila dan moderasi beragama.

“Forum ini menjadi sangat penting dan bermanfaat untuk terus meneguhkan komitmen dan semangat diantara kita di dalam mencegah dan memberantas radikalisme, juga merupakan inisiatif yang konstruktif untuk terus menggunakan spirit gotong royong antar berbagai pihak, sebagai kontribusi terhadap upaya untuk menciptakan Indonesia yang damai serta anti radikalisme,” kata Arief.

Di tempat yang sama, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ir. Hamli mengatakan bahwa radikal ini bukan soal agama. Berdasarkan penelitian Alvara, ada tiga kelompok masyarakat di Indonesia. Kelompok pertama (39,43%) merupakan kelompok yang menyatakan jika Pancasila tidak bertentangan dengan agama Islam dan dalam bermasyarakat tidak harus memperhatikan norma dan adat yang berlaku.

Kelompok kedua (42,47%) menyatakan Islam adalah agama yang cinta damai dan insklusif, dan mendukung Perda Syariah diterapkan di Indonesia. Sedangkan kelompok ketiga (18,10%) menyatakan, kekerasan diperlukan untuk menegakkan amar ma’aruf nahi mungkar, pemimpin Kelurahan hingga Presiden harus dari kalangan muslim, dan cenderung setuju dengan konsep khilafah.

“Berdasarkan catatan yang kami miliki, pelaku teroris ada sekitar 2 ribu, sekitar 500 orang berada di Lapas dan sisanya masih di luar. Ini belum ditambah dengan yang berangkat ke ISIS ada sekitar 1.500an, mereka ini orang yang sudah jadi semua,” katanya.

Oleh karena itu, Hamli mengatakan harus ada perlawanan dalam bentuk counter narasi. Sehingga mereka yang sudah terdoktrin dapat bisa dikembalikan. “Ada tiga cara yang kami lakukan yaitu soft approach, hard approach dan kerja sama antar negara,” katanya.

Semenatar itu, Direktur Bina Ideologi, Karakter dan Wawasan Kebangsaan Dirjen Polpum Kemendagri, Praba Eka Soesanta mengatakan, Indonesia tidak akan ada kalau tidak ada perbedaan. Menurutnya, tidak boleh ada mayoritas dan minoritas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Tanah Air ini.

Direktur Pembudayaan BPIP, Irene Camelyn Sinaga mengatakan, Pancasila merupakan roso. Menurutnya, masalah radikal ini menjadi sulit untuk ditekan ketika sudah dibawa ke luar publik. “Oleh karena itu, kami bertekad untuk membaliknya yaitu menciptakan radikalisme untuk mencintai Pancasila, bagaimana hidup dengan Pancasila,” katanya.

Biro Hukum, Persidangan, dan Hubungan Kelembagaan Kemenko Polhukam RI

Terkait