Hal-hal yang menyebabkan mabuk adalah kepandaian kekayaan kecantikan atau ketampanan dan

Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.

Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.

  • Mengganti markah HTML dengan markah wiki bila dimungkinkan.
  • Tambahkan pranala wiki. Bila dirasa perlu, buatlah pautan ke artikel wiki lainnya dengan cara menambahkan "[[" dan "]]" pada kata yang bersangkutan (lihat WP:LINK untuk keterangan lebih lanjut). Mohon jangan memasang pranala pada kata yang sudah diketahui secara umum oleh para pembaca, seperti profesi, istilah geografi umum, dan perkakas sehari-hari.
  • Sunting bagian pembuka. Buat atau kembangkan bagian pembuka dari artikel ini.
  • Susun header artikel ini sesuai dengan pedoman tata letak.
  • Tambahkan kotak info bila jenis artikel memungkinkan.
  • Hapus tag/templat ini.

Artikel ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. Bantu perbaiki artikel ini dengan menambahkan referensi yang layak. Tulisan tanpa sumber dapat dipertanyakan dan dihapus sewaktu-waktu.
Cari sumber: "Sapta Timira" – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · JSTOR

Sapta Timira (dalam bahasa Indonesia berarti "Tujuh Kegelapan") adalah tujuh unsur atau sifat yang menyebabkan pikiran orang jadi gelap. Kata sapta timira berasal dari bahasa Sansekerta, yakni "sapta" yang berarti tujuh, dan kata "timira" yang berarti gelap atau suram (awidya).

Ketujuh unsur kegelapan tersebut ada pada setiap diri manusia. Bagaimana nantinya dampak sifat tersebut ditentukan oleh bagaimana seorang manusia meggunakannya. Sifat awidya yang ada pada diri manusia apabila tidak dikendalikan akan menimbulkan berbagai macam tindakan kejam,seperti marah,kejam,denki,iri hati,suka mempitnah,merampok dan yang lainnya.

  1. Surupa atau Rupa(tampang) Karena wajah atau rupa yang tampan, ganteng atau cantik. Kegantengan atau kecantikan seseorang kadang kala menyebabkan yang bersangkutan menjadi angkuh, sombong dan tinggi hati. Semestinya kegantengan atau kecantikan wajah dibarengi dengan perilaku yang baik, budi yang luhur. Orang yang ganteng atau cantik, hendaknya dapat mengendalikan diri dengan membuang jauh-jauh sikap dan perilaku yang tidak baik.
  2. Dhana atau Kekayaan(Harta Benda) Karena banyak mempunyai harta benda atau kekayaan. Banyaknya harta benda yang dimiliki sering kali menyebabkan seseorang menjadi lupa diri, menepuk dada, angkuh dan sombong dan tidak ingat dengan teman-temannya. Pada hal kepemilikan harta benda seyogianya dibarengi dengan dharma, perilaku yang baik sesuai dengan ajaran agama. Karena itu orang yang memiliki banyak harta benda seyogianya dapat menjaga diri, tidak menepuk dada atau tidak sombong dengan harta bendanya.
  3. Guna atau Kecerdasan(Ilmu Pengetahuan) Karena mempunyai kepintaran atau kepandaian. Orang yang pintar juga kadang lupa diri, menganggap orang lain tidak tahu apa-apa. Orang seperti ini cenderung angkuh dan kurang disukai oleh masyarakat. Oleh karena kepandaian semestinya dibarengi dengan perbuatan yang baik, disertai dengan budi pekerti yang luhur. Kepintaran semestinya diamalkan, dipergunakan untuk maksud-maksud yang baik, sehingga dapat membantu masyarakat yang kurang mempunyai pengetahuan.
  4. Kulina atau Garis keturunan (Kasta) Karena keturunan. Faktor keturunan juga sering mengakibatkan orang lupa diri. Seorang keturunan bangsawan, keturunan raja, kadang kala juga menganggap remeh orang lain yang tidak seketurunan. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan bagi orang tersebut. Keturunan orang-orang terkenal, berpangkat atau bangsawan, sebaiknya mempunyai perilaku yang baik, berbudi luhur sejalan dengan ajaran agama. Mereka seharusnya dapat menjadi panutan dapat memberikan contoh yang baik terhadap masyarakat sekitarnya.
  5. Yowana atau Masa Muda (Usia Muda) Karena masa remaja atau masa muda. Anak muda remaja karena kurang pendidikan dan pengalaman, sering kali lebih menyukai kebebasan dan hura-hura, sering kali sok jagoan dan suka berkelahi. Sebaikanya semasa masih remaja, anak-anak itu diberi pendidikan agama yang memadai, diberi pelajaran mengenai etika, bagaimana harus berperilaku di dalam masyarakat, sebagaimana harus membawa diri dan lain-lain, supaya mereka dapat menjadi manusia yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama. Masa remaja adalah masa yang baik untuk mengembangkan diri menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, bagi nusa dan bangsa serta agama.
  6. Sura atau kemabukan (Lupa daratan/Ambisi) Karena minuman keras. Minuman keras merupakan musuh yang sangat buruk. Ia dapat membuat orang mabuk, lupa diri dan berbuat yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Karena itu manusia beragama sebaiknya menjauhi minuman keras.
  7. Kasuran atau Keberanian (Rasa Berani) Karena merasa mempunyai keberanian. Keneranian kadang kala membuat orang lupa diri. Keberanian tanpa disertai dengan pikiran yang sehat dan baik dapat mengakibatkan kerugian atau kesulitan bagi orang lain maupun yang bersangkutan sendiri. Keberanian hendaknya selalu dilandasi oleh kebenaran dan Dharma, oleh perbuatan yang luhur sesuai dengan ajaran agama.

 

Artikel bertopik agama Hindu ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sapta_Timira&oldid=18967473"

KATOLIKTIMES.COM – Surupa artinya kecantikan atau ketampanan, kecantikan atau ketampanan dibawa semenjak lahir dan merupakan anugrah Hyang Widhi Wasa.

Bagi yang mendapat anugrah wajah cantik atau tampan harus bersyukur atas anugerah tersebut.

Namun, tidak semestinya takabur, apalagi dimanfaat untuk kepentingan adharma (keburukan).

Dijaman serba modern ini, penggunaan teknologi sudah sangat biasa di kalangan masyarakat.

Tetapi disisi lain, banyak rakyat masih berada dalam hidup yang dikatakan tidak layak. Seperti di kota besar banyak sekali pengemis, pencuri, dan lainnya.

Mereka melakukan hal tersebut semata-mata hanya untuk mengisi perut atau terpaksa untuk menghidupi keluarga, dan ada pula melakukan hal tersebut karena malas dan tidak mau bekerja.

Kita sebagai umat manusia sebaiknya melakukan pengendalian diri. Dalam agama Hindu, dikenal dengan nama Tri Kaya Parisudha (berpikir,berkata,dan berbuat yang baik).

Dengan melaksanakan Tri Kaya Parisudha maka kita akan terbebas dari tujuh kegelapan dalam diri yang  disebut Sapta Timira.

Kata Sapta Timira berasal dari bahasa Sanskerta dari kata “sapta” yang berarti tujuh, dan kata “timira” yang berarti gelap, suram, awidya.

Jadi Sapta Timira adalah tujuh unsur atau sifat yang menyebabkan pikiran orang menjadi gelap atau mabuk.

Berdasarkan Kakawin Niti Sastra, disebutkan tujuh macam unsur yang dapat menyebabkan orang menjadi mabuk (Awidya).

Ketujuh unsur tersebut disebut Sapta Timira. Antara lain surupa (kecantikan), dhana (kekayaan), guna (kepandaian), kulina (keturunan), yohana (masa remaja), sura (minuman kera), kasuran (berani).

Ilustrasi (google)

Fenomena Eksistensi Media Sosial

Dijaman teknologi seperti ini, social media (media sosial) nyatanya menjadi salah satu aspek yang menjamur di dunia maya seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, dan berbagai platform lain.

Ini membuktikan bahwa media sosial perlahan menjadi candu terbesar bagi manusia modern.

Setiap harinya manusia tidak lepas dengan media sosial, entah apa.

Seakan, kehidupan mereka berfokus dan konsentrasi pada kehidupan yang baik di media sosial.

Hal ini membuat banyak orang merasa bahwa kebaikan hidup di dunia nyata harus berbanding dengan kebaikan yang dibagikan di media sosial.

Tak jarang, pesona kehidupan di media sosial menjadikan manusia lupa dengan jati dirinya yang berimbas pada kehidupan nyata.

Dititik inilah, media sosial seakan menjadi penyangga dari kehidupan seseorang. Banyak Fenomena saat ini yang terjadi disekitar kita, yang mempunyai wajah atau rupa yang tampan, ganteng atau cantik.

Surupa seseorang kadang kala menyebabkan yang bersangkutan menjadi angkuh, sombong dan tinggi hati.

Semestinya surupa dibarengi dengan perilaku yang baik, budi yang luhur.

Orang yang ganteng dan cantik, hendaknya dapat mengendalikan diri dengan membuang jauh-jauh sikap dan perilaku yang baik.

Kecantikan dan ketampanan itu tidak kekal, dia hanya bersifat sementara.

Bila kita sudah tua hilanglah semua itu yang tinggal hanya badan yang memiliki renta, wajah keriput, tidak memiliki kecantikan atau ketampanan, tinggal menunggu kapan waktunya berpulang (meninggal) dan akan terlupakan.

Oleh Luh Wantari, Mahasiswi STAHN Mpu Kuturan Singaraja, Prodi Teologi Hindu-Komunitas Penulis Art & Culture.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA