Gerakan Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1908 dipelopori oleh

Indonesia menjadi salah satu negara yang mempunyai sejarah kelam dalam memperjuangkan keadilan bagi rakyat dari pemerintahannya. Gerakan reformasi dilakukan oleh seluruh mahasiswa dan masyarakat Indonesia untuk menumbangkan kekuasaan pemerintah Orde Baru yang dinilai tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.

Gerakan reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan dan persaudaraan.

Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Dimana saat itu, terjadi krisis politik, ekonomi, hukum, sosial maupun krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Tujuan lahirnya gerakan reformasi adalah untuk memperbaiki tatanan perikehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupakan faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi.

Disamping itu, banyak faktor yang mempengaruhi gerakan reformasi di Indonesia terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan hukum. Pemerintahan orde baru dipimpin Presiden Soeharto selama 32 tahun tidak konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita orde baru. Pada awal kelahirannya tahun 1966, Orde baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan.

Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi, diantaranya :

Krisis Hukum

Dalam bidang hukum pemerintah melakukan intervensi artinya kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasal 24 UUD 1945 yang menyatakan bahwa kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif).

Krisis Ekonomi

Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia dan tidak mampu menghadapi krisis global tersebut. Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah.

(Baca juga: Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi Masa Orde Baru)

Krisis ekonomi yang melanda tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi seperti hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi.

Krisis Politik

Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun, yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan presiden Soeharto dan kroni-kroninya artinya demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan orde baru bukan demokrasi yang semestinya melainkan demokrasi rekayasa.

Krisis Sosial

Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah. Ketimpangan perekonomian Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial. Dimana, pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial.

Krisis Kepercayaan

Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan.

Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa dan gerakan rakyat pendukung demokrasi pada akhir dasawarsa 1990-an di Indonesia. Gerakan ini menjadi monumental karena dianggap berhasil memaksa Soeharto berhenti dari jabatan Presiden Indonesia pada tangal 21 Mei 1998, setelah 32 tahun menduduki jabatan tersebut.

Gerakan ini mendapatkan momentum saat krisis moneter Asia melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Namun para analis asing menyoroti percepatan gerakan yang mendukung demokrasi setelah Peristiwa 27 Juli 1996 (disebut juga Peristiwa Kudatuli). Pada tahun 1998, Soeharto kembali dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk menjabat sebagai Presiden Indonesia untuk ketujuh kalinya, dengan B.J. Habibie sebagai wakil presiden. Namun sejumlah pihak, termasuk mahasiswa, menuntut adanya reformasi dalam sistem pemerintahan Indonesia. Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa hal, seperti mengadili Soeharto dan kroni-kroninya, melaksanakan amendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menghapus dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, melaksanakan otonomi daerah seluas-luasnya, menegakkan supremasi hukum, dan menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Kompleks Parlemen Republik Indonesia dan gedung-gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia. Organisasi mahasiswa yang mencuat pada saat itu antara lain Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ) dan Forum Kota. Meskipun salah satu agenda perjuangan mahasiswa yaitu menuntut lengsernya Soeharto berhasil, tetapi beberapa pihak menilai agenda reformasi belum tercapai. Gerakan mahasiswa ini mencakup tragedi Trisakti yang menewaskan empat orang mahasiswa yang dianggap sebagai "Pahlawan Reformasi". Setelah Soeharto mundur, kekerasan terhadap rakyat dan mahasiswa masih terjadi, yang antara lain mengakibatkan tragedi Semanggi yang berlangsung hingga dua kali. Turunnya Soeharto memulai babak baru dalam kehidupan bangsa Indonesia, yaitu Era Reformasi. Meskipun demikian, masih ada unjuk rasa untuk menuntut keadilan akibat pelanggaran hak asasi manusia selama periode gerakan mahasiswa 1998, termasuk hilangnya keberadaan mahasiswa dan kematian mahasiswa oleh aparat pemerintah.

Pada bulan Mei 1998, Indonesia mengalami pukulan berat akibat krisis finansial yang menerpa kawasan Asia Timur, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Meningkatnya inflasi dan pengangguran, ditambah dengan perilaku korupsi pemerintah, menciptakan ketidakpuasan terhadap pemerintahan Orde Baru.

Pada bulan April 1998, ketika Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden Indonesia, setelah masa bakti 1993–1998, mahasiswa dari berbagai universitas di seluruh Indonesia menggelar unjuk rasa secara besar-besaran. Mereka menuntut pemilu kembali diadakan dan tindakan efektif pemerintah untuk mengatasi krisis. Pada demonstrasi-demonstrasi ini, mahasiswa menerima kekerasan fisik karena dianggap akan menimbulkan gangguan.

Pada 12 Mei 1998, mahasiswa melakukan demonstrasi dan berjalan dari Universitas Trisakti menuju Gedung MPR/DPR. Aparat keamanan menembaki demonstran sehingga menewaskan empat orang mahasiswa dan melukai mahasiswa-mahasiswa lainnya. Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Keempatnya kemudian dianggap sebagai "Pahlawan Reformasi".

Kejatuhan Soeharto

Pada 21 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden sehingga posisinya digantikan oleh Baharuddin Jusuf Habibie yang sebelumnya adalah wakil presiden. Mundurnya Soeharto menandai terwujudnya salah satu agenda reformasi.

Tragedi Semanggi

Meskipun salah satu agenda perjuangan mahasiswa yaitu menuntut lengsernya Soeharto telah berhasil, tetapi sejumlah pihak menilai agenda reformasi belum tercapai atau malah gagal. Setelah Soeharto mundur, masih terjadi kekerasan terhadap rakyat dan mahasiswa, yang antara lain mengakibatkan tragedi Semanggi yang berlangsung dua kali. Tragedi pertama berlangsung pada tanggal 11–13 November 1998, sementara tragedi kedua pada tanggal 24 September 1999.

Mahasiswa menganggap bahwa kepemimpinan Habibie masih sama dengan Soeharto, salah satunya adalah karena Dwifungsi ABRI masih ada. Ketika Sidang Istimewa MPR berlangsung pada November 1998, masyarakat bergabung dengan mahasiswa melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Keadaan di Gedung MPR/DPR secara umum aman dan terkendali. Penjagaan diperketat sampai ke kawasan Semanggi. Ketika mahasiswa bentrok dengan aparat keamanan, terjadi penembakan oleh aparat yang mengakibatkan sejumlah orang meninggal di tempat.

Tragedi Semanggi kedua terjadi pada 24 September 1999, ketika Kabinet Reformasi Pembangunan B.J. Habibie telah berakhir.

  • Trisakti and Semanggi tragedy part 1 of 5 - YouTube
  • Trisakti and Semanggi tragedy part 2 of 5 - YouTube
  • Trisakti and Semanggi tragedy part 3 of 5 - YouTube
  • Trisakti and Semanggi tragedy part 4 of 5 - YouTube
  • Trisakti and Semanggi tragedy part 5 of 5 - YouTube
 

Artikel bertopik sejarah Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gerakan_mahasiswa_Indonesia_1998&oldid=19225317"