Merdeka.com - Di tengah hari jadinya yang 494 pada 22 Juni 2021 ini, wilayah DKI Jakarta terus mengalami perkembangannya yang teramat pesat.
Bahkan, jalan panjang perubahannya masih bisa kita lihat lewat ragam koleksi di Museum Sejarah Jakarta atau yang lebih dikenal dengan sebutan Museum Fatahillah.
Melansir dari kanal Museum Indonesia, di lokasi ini tersimpan berbagai benda lawas yang terkait jejak masa silam ibu kota seperti mebel, perabot rumah tangga, senjata, keramik, peta hingga berbagai macam koleksi buku zaman dahulu. Berikut ulasan lengkapnya.
Bangunan Museum Bekas Balai Kota Batavia
©2020 Liputan6.com/Faizal Fanani
Sebagai lokasi sejarah, bangunan museum di Jalan Fatahillah No 1, Jakarta Barat ini ternyata juga menyimpan cerita unik terkait fungsinya yang berubah seiring waktu. Dulunya bangunan ini didirikan untuk dijadikan tempat administrasi pemerintahan Kota Batavia (balai kota).
Pembangunannya sendiri diinisiasi oleh Gubernur Jenderal Pieter de Carpentier (1623-1627) pada 27 April 1626. Disebutkan, bangunan tersebut merupakan balai kota kedua yang didirikan VOC.
"Gedung ini merupakan gedung balai kota kedua yang dibangun pada masa pemerintahan VOC di Batavia. Kemudian bangunan museum juga pernah difungsikan sebagai pengadilan, kantor catatan sipil, tempat warga beribadah di hari Minggu, dan Dewan Kotapraja (College van Scheppen)," seperti tertulis di situs tersebut.
Koleksi Unik Museum Fatahillah
Adapun sejumlah koleksi terarsip rapi di dalam gedung tersebut. Beberapa di antaranya merupakan barang peninggalan yang unik seperti Prasasti Ciaruteun peninggalan Tarumanagara, Meriam Si Jagur, Patung Dewa Hermes, sel tahanan dari Untung Suropati (1670) dan Pangeran Diponegoro (1830).
Kemudian, ada pula koleksi lain seperti lukisan Gubernur Jendral VOC Hindia Belanda (1602-1942), alat pertukangan zaman prasejarah dan koleksi persenjataan. Selain itu, terdapat koleksi mebel antik peninggalan abad ke-17 sampai abad ke-19, sejumlah keramik, gerabah dan prasasti.
Secara keseluruhan, koleksi di Museum Sejarah Jakarta merupakan koleksi dari peninggalan abad ke-17 sampai abad ke-19. Kebanyakan merupakan perpaduan dari gaya Eropa, Tiongkok, dan asli Indonesia yang berpengaruh di Batavia pada saat itu.
Terdapat Beberapa Ruang Koleksi
©2021 Wikipedia/Merdeka.com
Koleksi di museum tersebut juga tersimpan di beberapa ruang sesuai fungsinya di masa silam seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang Batavia.
Beberapa koleksinya antara lain, koleksi perjalanan Jakarta, benda galian arkeolog di tanah Batavia, serta peninggalan lainnya.
Miliki Program Kesenian Nusantara
Sementara itu, di lokasi museum juga kerap menjadi lokasi untuk diadakan kegiatan berkesenian melalui Program Kesenian Nusantara.
Kegiatan tersebut sudah diadakan pengelola sejak 2001 hingga 2002. Kemudian kegiatan mulai difokuskan untuk kesenian bernuansa Betawi di tahun 2003 dengan diiringi kegiatan wisata kampung tua setiap Minggu ke-3 per bulannya.
Namun adanya pandemi Covid-19, membuat museum tersebut harus membatasi kegiatan dengan menerapkan sejumlah protokol kesehatan.
"Untuk masa pandemi ini, sesuai dengan aturan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, jumlah pengunjung dibatasi hanya 30 persen dari total kapasitas," kata Budi, salah seorang petugas di Museum Fatahillah, dilansir dari Merdeka.com beberapa waktu lalu.
Museum Fatahillah atau biasa disebut dengan Sejarah Museum Jakarta merupakan sebuah museum yang berada di Jalan Taman Fatahillah No. 1, Jakarta Barat Atau berada di Kota Tua. Museum Fatahillah berdiri di tanah dengan luas lebih dari 1.300 meter persegi. Dulu bangunan yang digunakan sebagai Museum Fatahillah ini adalah balai kota Batavia atau dalam Bahasa Belandanya Stadhuis van Batavia. Dibangun pada tahun 1707 dan selesai pada tahun 1712 atas perintah Gubernur-Jendral Belanda waktu itu yang bernama Joan van Hoorn. Harga masuknya cukup murah. Untuk dewasa Rp 5000, untuk pelajar Rp 3000 dan untuk anak-anak Rp 2000.
Model bangunan ini bergaya neo klasik yang didesain mirip dengan Istana Dam di Amsterdam. Perancangnya adalah W.J. van de Velde dan J. Kremmer. Susunannya yaitu bangunan utama yang memiliki dua sayap ruang lagi di bagian barat dan timur. Kemudian juga dilengkapi dengan bangunan sanding yang digunakan untuk ruang pengadilan, kantor dan beberapa ruang bawah tanah yang biasanya dipakai sebagai penjara. Pada tanggal 30 Maret 1974, bangunan ini kemudian diresmikan dengan nama Museum Fatahillah. Berikut akan dibahas sejarah Museum Fatahillah yang dimulai dari era Batavia.
Sejarah Museum Fatahillah
Hingga akhirnya di tahun 1707, atas perintah Gubernur-Jenderal yang baru yaitu Joan van Hoorn, bangunan yang tenggelam ke tanah ini dibongkar lalu dibangun ulang dengan menggunakan pondasi yang tidak jauh beda dari sebelumnya. Ini adalah kali ketiga pembangunan balai kota. Balai kota baru ini diresmikan oleh Gubernur-Jenderal Abraham van Riebeeck di tanggal 10 Juli 1710, meskipun belum selesai sepenuhnya. Bangunan ini selesai total setelah dua tahun diresmikan. Setelah selesai, selama dua abad, balai kota Batavia yang baru ini digunakan sebagai kantor urusan administrasi kota Batavia. Tidak hanya administrasi, tapi juga digunakan sebagai tempat College van Schepenen atau Dewan Kotapraja dan Raad van Justitie atau Dewan Pengadilan. Dulunya tempat sidang Dewan Pengadilan dilakukan di dalam Kastil Batavia. Lalu dipindahkan ke bagian timur balai kota. Kemudian dipindahkan lagi pada tahun 1870 ke gedung pengadilan yang baru.
Tata Ruang Museum Fatahillah
Kota Batavia mengalami perluasan ke wilayah selatan di akhir abab ke-19. Sehingga di waktu ini kota Batavia naik tingkat menjadi Gemeente Batavia. Karena perluasan kota Batavia, sebuah kesibukan di balai kota Batavia kemudian dipindahkan pada tahun 1913 ke Tanah Abang West yang sekarang dikenal dengan nama Jalan Abdul Muis No. 35, Jakarta Pusat. Lalu di tahun 1919 dipindahkan lagi ke Koningsplein Zuid yang sekarang dikenal dengan Jalan Medan Merdeka Selatan No. 8-9 di Jakarta Pusat hingga saat ini. Lalu bekas gedung balai kota kemudian menjadi Kantor Pemerintah Jawa Barat hingga tahun 1942.
Ketika Kekaisaran Jepang datang dan mengambil alih kekuasaan dari Belanda, gedung ini digunakan untuk tempat pengumpulan logistik tentara Kekaisaran Jepang. Saat Indonesia merdeka, gedung ini lalu digunakan lagi menjadi Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan juga ditempati sebagai markas Komando Militer Kota I hingga tahun 1961. Setelah tahun 1961, gedung ini digunakan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi DCI Djakarta. Baru di tahun 1970, bangunan yang dulunya digunakan sebagai balai kota Batavia ini ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya. Kemudian Gubernur DKI Jakarta pada masa itu Ali Sadikin memugar seluruh gedung ini. Setelah selesai kemudian diresmikan sebagai Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974.
Seperti umum bangunan di benua Eropa, balai kota memiliki lapangan yang bernama Stadhuisplein. Sebuah lukisan milik Johannes Rach menjelaskan bahwa di tengah lapangan tersebut ada sebuah air mancur yang menjadi satu-satunya sumber air untuk masyarakat sekitar. Sumber air itu berasal dari Pancoran Glodok yang disambungkan dengan pipa ke Stadhuiplein. Tetapi air mancur ini hilang di abad ke-19. Di tahun 1972, pemerintah Jakarta mengadakan penggalian terhadap lapangan tersebut dan hasilnya ditemukan sebuah pondasi air mancur yang dilengkap dengan pipa-pipanya.
Air mancur ini adalah bukti sejarah dan bukti sejarah ini bisa dibangun kembali sesuai lukisan Johannes Rach. Para arsitek lalu menciptakan air mancur di tengah Taman Fatahillah. Di tahun 1973 Pemda DKI Jakarta membuka kembali taman tersebut dengan nama baru yaitu Taman Fatahillah. Fatahillah diambil untuk untuk mengenang panglima Fatahillah dari Demak yang merupakan pendiri kota Jayakarta setelah beliau berhasil mengusir Portugis dari aktivitas perdagangan di Sunda Kelapa.
Di tahun 1937, Yayasan Oud Batavia membuat rencana mendirikan sebuah museum yang mengkoleksi dan menceritakan semua hal tentang sejarah Batavia. Yayasan itu lalu membeli gudang perusahaan milik Geo Wehry & Co yang berada di sisi timur Kali Besar. Tepatnya berada di Jl. Pintu Besar Utara No. 27. Kini kita mengenalnya sebagai Museum Wayang. Kemudian Yayasan Oud Batavia membangun dan merenovasinya kembali menjadi Museum Oud Batavia. Museum Batavia Lama ini mulai dibuka untuk umum di tahun 1939.
Di masa kemerdekaan Indonesia, museum ini diubah menjadi Museum Djakarta Lama di bawah naungan LKI atau Lembaga Kebudayaan Indonesia. Kemudian selanjutnya di tahun 1968 Museum Djakarta Lama diserahkan kewenangannya kepada PEMDA DKI Jakarta. Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta pada saat itu, kemudian meresmikan gedung ini jadi Museum Sejarah Jakarta di tanggal 30 Maret 1974.
Untuk meningkatkan penampilan dan kinerjanya, sejak tahun 1999 Museum Sejarah Jakarta bertekad mengubah museum ini tidak hanya sekadar tempat untuk memamerkan dan merawat benda dan koleksi yang berasal dari zaman Batavia, tetapi juga harus bisa menjadi tempat edukasi bagi semua orang untuk menambah pengalaman dan pengetahuan serta dapat berfungsi sebagai tempat rekreasi. Karena itulah Museum Sejarah Jakarta terus berusaha menyediakan informasi yang berkaitan dengan sejarah dan perjalanan panjang kota Jakarta dari masa prasejarah hingga masa kini dengan cara penyampaian yang lebih menyenangkan dan mudah dipahami..
Koleksi Museum Fatahillah
Koleksi-koleksi yang bisa ditemui di Museum Fatahillah ini adalah kronologi sejarah Jakarta, beberapa replika peninggalan masa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Pajajaran, hasil aktivitas penggalian arkeologis di Jakarta dan beberapa perabotan antik era penjajahan Belanda mulai dari abad ke-17 hingga abad ke-19. Perabotan yang menjadi koleksi merupakan perpaduan dari gaya Cina, Eropa dan Indonesia. Juga ada koleksi gerabah, keramik dan batu prasasti. Koleksi yang dimiliki ini terbagi di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Jayakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Sultan Agung, Ruang Fatahillah, dan Ruang Muhammad Husni Thamrin.
Selain benda-benda bersejarah, museum ini juga mengkoleksi banyak hal dari numismatik, kebudayaan Betawi, numismatik dan berbagai model becak. Bahkan kini juga ada patung Dewa Hermes yang merupakan dewa dari mitologi Yunani. Dewa Hermes merupakan dewa yang melambangkan keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang. Dewa Hermes terletak di perempatan Harmoni.
Tata Letak Koleksi
Agar Museum Fatahillah menjadi museum menarik dan bersifat menarik, pengelola Museum Fatahillah membuat tata letak khusus untuk koleksi-koleksinya. Selain itu juga karena mengikuti dinamika masyarakat yang selalu ingin perubahan agar tidak tenggelam dalam suasana museum yang membosankan. Tata letak koleksi Museum Fatahillah diurutkan berdasarkan urutan waktu sejarah Jakarta serta Jakarta sebagai pusat pertemuan budaya dari berbagai kelompok suku bangsa baik orang Indonesia asli maupun luar Indonesia.
Pertunjukkan koleksi berwujud dalam bentuk display. Sehingga perlu banyak koleksi yang berkaitan dengan sejarah Jakarta yang didukung secara grafis dengan menggunakan foto, sketsa, gambar, peta dan label deskripsi supaya lebih mudah dipahami. Sejarah Museum Fatahillah perlu anda ketahui agar anda lebih mengetahui koleksi apa saja yang ada di Museum Fatahillah berkaitan dengan sejarah perkembangan Jakarta. Cukup banyak museum yang layak dikunjungi di Indonesia. Contohnya seperti sejarah Museum Kapal Selam Surabaya, sejarah Museum Kalimantan Barat, sejarah Museum Kambang Putih Tuban, sejarah Museum Keraton Yogyakarta dan sejarah Museum Kota Makassar.