Di hadapan Allah SWT semua umat muslim sama yang membedakannya hanyalah derajat

Ilustrasi Pixabay

Sesungguhnya harta itu hanya amanah Allah. Sebagai kepemilikan yang dipinjamkan sementara kepada manusia sebagai kebutuhan untuk menjalani hidup di dunia.

Semua sudah terukur secara pasti berapa yang akan diterima oleh manusia selama hidup, tidak akan lebih atau kurang.

Sebanyak apapun harta yang diterima oleh manusia, suatu saat akan diminta kembali, bahkan harta  yang sudah dipakai di dunia akan dipertanyakan di akhirat, dari mana hartanya didapatkan, dengan cara apa, dan digunakan untuk apa.

Setiap manusia tidak dapat mengelak dari pertanyaan di akhirat akan keberadaan harta benda yang dimiliki. Sehingga dalam sebuah hadist disebutkan bahwa Kampak seorang tukang kayu menjadi alasan penundaan masuk surga selama 40 tahun karena belum ada kejelasan mengenai dari mana asal kapak tersebut.

Harta akan menjadi fitnah bagi manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Seorang manusia memiliki keyakinan bahwa harta yang ada saat ini adalah miliknya, yang telah usahakan. Bahkan tak menyadari bahwa harta hanyalah titipan dari Sang Pemilik Rejeki yang suatu saat harus dikembalikan.

Saat lahir, manusia tak membawa apa-apa, bahkan nama pun ia belum punya. Dan saat meninggal manusia juga tidak membawa apa-apa selain kain kafan tidak berjahit yang menjadi pakaiannya.

Memang tidak dipungkiri bahwa untuk menjalankan syariat agama dibutuhkan harta benda. Untuk sholat dibutuhkan pakaian untuk menutup aurat, untuk zakat dibutuhkan harta benda yang sudah mencapai nishab, dan untuk bisa menunaikan ibadah haji dibutuhkan banyak biaya.

Sehingga untuk itu dibutuhkan berbagai upaya agar bisa mewujudkan harta benda sebagai pendukung ibadah.

Akan tetapi seringkali manusia lupa, saat ia sudah sibuk dengan harta bendanya. Orang memperoleh harta benda seperti minum air laut. Semakin banyak minum semakin kurang. Semakin banyak hartanya semakin kurang. Karena ada sifat tamak yang melekat pada diri manusia. Ingin lebih, ingin menguasai dan merasa selalu kurang.

Sabtu-12-desember-2020

Semua manusia dihadapan tuhan sama, tak ada yang membedakannya kecuali hanya pada ketakwaannya, miskin kaya sama rata, susah bahagia melarat semuanya tak ada bandingan di hadapan tuhan, hingga dikemudian hari yang dapat memasukkan seseorang ke syurga bukan karena banyak uangnya, bukan karena kecantikan dan ketampanannya, bukan sama sekali, yang mampu menyelamatkan umat manusia dari siksa api neraka, ialah atas rahmat tak kenal laki-laki maupun perempuan jika tuhan menghendakinya akan masuk syurga, maka tak ada  yang dapat menghalanginya, begitupun sebaliknya.

Oleh karena itu, kita sesama manusia di anjurkan untuk selalu berbuat kebaikan kepada orang banyak baik bagi anak kecil maupun besar baik bagi manusia maupun makhluk Allah yang lainnya, karena semua makhluk tersebut kelak di akhirat akan dimintai pertanggung-jawaban kelak apa saja yang pernah dilakukan di dunia ini, semuanya akan terlihat dan tak dapat disembunyikan pada waktu di padang mahsyar kelak.

Manusia akan dimintai peranggung-jawaban atas apa saja yang pernah di perbuat di dunia ini, misalnya dulu di dunia ada manusia yang pernah memberikan kucing yang kelaparan lalu memberikannya  makanan dengan suka cita dan penuh keriangan, maka kelak di akhirat pasti akan didapatkan balasannya, begitupun jika di dalam dunia pernah menyiksa hewan yang tak bersalah pasti kelak akan dimintai pertanggung jawabannya.

Oleh karena itu, dalam menjalankan kehidupan di dunia ini, marilah kita berusaha dengan semaksimal mungkin untuk selalu berbuat kebaikan meskipun sedikit namun dipenuhi dengan hati yang tulus dan ikhlas, berharap Allah akan meridoinya.

2,784 Likes, 7 Comments - ISLAM KECE (@islam.kece) on Instagram: “Dihadapan Allah kita semua sama, yang membedakan hanyalah ketakwaan dan keimanan kita . . . . . . .…”

Di hadapan Allah SWT semua umat muslim sama yang membedakannya hanyalah derajat

Find this Pin and more on Islam by inayatul maula.

Share

BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Allah SWT tidak pernah membedakan hambanya. Apakah hamba itu berkulit hitam ataupun putih.

Allah juga tidak pernah membedakan hambanya yang berparas tampan atau tidak. Allah memandang semua hambanya adalah sama.

Lalu, apa yang bisa meningkatkan status seroang hamba di hadapan Allah? Tak lain adalah tingkat keimanan dan ketakwaan hamba tersebut.

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu,” (QS: Al-Hujurat: 13).

“Maka, marilah kita meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah. Karena, status kita disisi Allah hanya ditentukan dengan ketakwaan,” ujar Khatib Masjid Ulul Azmi Pelalawan dalam khotbah Jumatnya, 9 November 2018.

Allah menciptakan perbedaan diantara manusia adalah agar manusia bisa saling mengenal satu dan lainnya. Namun, dimata Allah, semua hambanya sama, terkecuali tingkat ketakwaannya. (bpc2)

Derajat Manusia Sama di Hadapan Tuhan?

Ada sebagian orang yang menyatakan,

Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan, memiliki derajat yang saja di hadapan tuhan. Sehingga satu sama lain, tidak boleh saling merasa benar. Apalagi meremehkan orang lain.

Mohon kritik untuk kalimat ini…

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Salah satu upaya setan untuk menyesatkan manusia adalah dengan membisikkan kalimat-kalimat indah, namun menipu. Seolah itu benar, padahal isinya kesesatan. Itulah kalimat-kalimat racun, yang sedang diperjuangkan liberal untuk merusak aqidah kaum muslimin.

Allah mengingatkan,

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا

“Demikianlah Kami jadikan musuh bagi setiap nabi, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, mereka saling membisikkan kepada yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (QS. al-An’am: 112)

Dari pernyataan yang anda sampaikan, isinya campuran. Ada yang baik dan ada yang sesat. Tentu saja dinilai berdasarkan dalil, bukan berdasarkan kaca mata liberal.

Kita akan lihat lebih dekat,

Pertama, “Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan”

Kalimat ini benar, diakui oleh semua manusia yang mengakui adanya Pencipta alam semesta. Ada banyak dalil dalam al-Quran yang menyebutkan hal ini. diantaranya firman Allah,

وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

Allah yang menciptakan kalian dan apa yang kalian kerjakan. (QS. as-Shaffat: 96)

Kedua, “memiliki derajat yang saja di hadapan tuhan”

Jelas ini tidak benar. Karena manusia tidak sama derajatnya di hadapan Allah.

Bahkan salah satu yang sangat banyak di bahas dalam al-Quran adalah membedakan antara penduduk surga dan penduduk neraka.

لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ

Tidaklah sama penghuni neraka dengan penghuni jannah; penghuni jannah itulah orang-orang yang beruntung. (QS. al-Hasyr: 20)

Yang baik dan yang buruk jelas beda,

قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ

Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu. (QS. al-Maidah: 100)

Allah sebut orang mukmin dengan khoirul bariyah (makhluk terbaik) dan Allah sebut orang kafir dengan Syarrul bariyyah (makhluk terjelek),

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ . إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. (QS. al-Bayyinah: 6 – 7)

Bahkan Allah membedakan antara orang berilmu dan orang yang tidak berilmu,

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

Sampaikan, tidaklah sama antara orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui. (QS. az-Zumar: 9).

Ketiga, “Sehingga satu sama lain, tidak boleh saling merasa benar”

Tidak semua pembenaran layak dianggap meremehkan orang lain. Atau tidak menerima pendapat orang lain. Kita semua yakin 2 x 3 = 6. Ketika ada anak kelas 1 SD yang memberikan jawaban salah, kemudian Pak Guru meluruskan, tentu saja bukan berarti Pak Guru meremehkan anak itu atau tidak menerima pendapatnya.

Allah memberikan kita akal untuk menimbang setiap informasi yang kita terima. Sehingga manusia bisa mencapai derajat kebenaran mutlak. 3 + 1 = 4, itu kebenaran mutlak berdasarkan logika dasar manusia.

Demikian pula ini berlaku dalam masalah agama.

Setiap muslim wajib merasa benar dengan agama dan keyakinan yang dia miliki. Karena membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah, itu bukti iman.

Allah memuji orang mukmin yang tidak ragu dengan kebenaran imannya,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (QS. al-Hujurat: 15)

Allah memuji orang mukmin yang membenarkan al-Quran,

وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَآَمَنُوا بِمَا نُزِّلَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَهُوَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ كَفَّرَ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَأَصْلَحَ بَالَهُمْ

Orang-orang mukmin dan beramal soleh serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang haq dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka. (QS. Muhammad: 2)

Sebaliknya, Allah memerintahkan kita untuk memerangi orang yang menyimpang dari ajaran islam,

قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah (upeti) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS. at-Taubah: 29)

Ketika ada seorang mengaku mukmin, namun dia masih meragukan kebenaran rukun iman, meragukan kebenaran al-Quran dan hadis shahih, menganggap itu bukan kebenaran mutlak, maka dia belum mukmin.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!

KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • Donasi dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 (BCA) / 7051601496 (Syariah Mandiri) / 1370006372474 (Mandiri). a.n. Hendri Syahrial

🔍 Batasan Sholat Dhuha, Batas Waktu Sahur Puasa Sunnah Senin Kamis, Penolak Sihir, Doa Dan Dzikir Untuk Ibu Hamil, Bacaan Wirid Setelah Sholat Dhuha, Bacaan Sholat Dhuhur

Di hadapan Allah SWT semua umat muslim sama yang membedakannya hanyalah derajat

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO CARA SHOLAT, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28