Contoh pengujian peraturan perundang-undangan di indonesia

Daftar Judicial Review

Perkara

Perkara Nomor: No 94/PUU-XVI/2018

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor No 94/PUU-XVI/2018 Perkara pengujian UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi)

Pemberi Keterangan:

DPR RI dan Pemerintah

Obyek Termohon

Pasal 42 ayat (2) UU Telekomunikasi

Selengkapnya

Perkara Nomor: No. 64/PUU-XVI/2018

Permohonan Uji Formil UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Pemohon:

  1. Muhammad Rahmani
  2. Marganti Kuasa Pemohon

Pemberi Keterangan:

DPR RI dan Pemerintah cq Menteri Hukum dan HAM

Obyek Termohon

Permohonan Uji Formil atas Pasal 1 angka 6a UU ITE dan Uji Materiil atas Pasal 157 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang dalam hal ini khusus berkenaan dengan uji formil Pasal 1 angka 6a UU ITE dianggap tidak sesuai dengan norma pasal 43 UU No. 12 Tahun 2001, pasal 20 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), serta pasal 21 Undang-Undang Dasar 1945

Selengkapnya

Perkara Nomor: No: 51/PUU-XVI/2018

Permohonan Uji Materiil UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers)

Pemohon:

Ferdinand Halomoan Lumban Tobing

Pemberi Keterangan:

DPR RI dan Pemerintah yang dalam hal ini Kuasa Presiden RI ditujukan kepada Menteri Kominfo dan Menteri Hukum dan HAM

Obyek Termohon

Pasal 1 ayat (2), Pasal 9 ayat (2), dan Pasal 18 yat (2) UU Pers

Selengkapnya

Perkara Nomor: I/PUU-XII/2015

Penetapan Uji Materil atas Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1)Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

Pemohon:

Muhammad Ibrahim (Pemohon)

Pemberi Keterangan:

Permohonan Pengujian undang-undang di MK

Adapun pihak-pihak pembentuk undang-undang adalah :

  1. DPR RI
  2. Pemerinta RI Cq Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Komunikasi dan Informatika

Obyek Termohon

Penetapan Uji Materil atas Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1)Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Selengkapnya

Perkara Nomor: 9/PUU-XIX/2021

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 9/PUU-XIX/2021 pengujian materiil Pasal 33 (dalam hal ini perizinan berusaha) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja)

Pemberi Keterangan:

DPR dan Pemerintah

Obyek Termohon

Pengujian materiil Pasal 33 (dalam hal ini perizinan berusaha) UU Cipta Kerja

Selengkapnya

Perkara Nomor: 8_PUU-XV_2017

Penetapan Uji Materil atas Pasal 38 ayat (1) Jo. Pasal 55 Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Pemohon:

Rusdi (Pemohon I)

Arifin Nur Cahyono (Pemohon II)

Pemberi Keterangan:

Permohonan Pengujian undang-undang di MK

Adapun pihak-pihak pembentuk undang-undang adalah :

  1. DPR RI
  2. Pemerinta RI Cq Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Komunikasi dan Informatika

Obyek Termohon

Penetapan Uji Materil atas Pasal 38 ayat (1) Jo. Pasal 55 Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Selengkapnya

Perkara Nomor: 81/PUU-XVIII/2020

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 81/PUU-XVIII/2020 permohonan pengujian materiil Pasal 40 ayat (2b) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 (UU ITE Perubahan)

Pemohon:

  1. Arnoldus Belau (Pemred suarapapua.com)
  2. Perkumpulan Aliansi Jurnalis Independen (AJI)

Pemberi Keterangan:

DPR dan Pemerintah

Obyek Termohon

Pengujian Pasal 40 ayat (2b) UU ITE Perubahan

Selengkapnya

Perkara Nomor: 81 PUU XV 2017

Putusan Uji Materil atas Pasal 46 ayat (3) huruf c UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pemohon:

  1. Pemuda Muhammadiyah (Dahnil Anzar, Ketua Umum)
  2. Naisyatul Aisyah (Dyah Puspitarini, Ketua Umum)
  3. Ikatan Pelajar Muhammadiyah (Velandani Prakoso, Ketua Umum)
  4. Yayasan Lembaga Pemberdayaan Sosial Indonesia (Sudibyo Markus, Dewan Penasehat)
  5. Gufroni

Pemberi Keterangan:

Menteri Komunikasi dan Informatika

Obyek Termohon

  1. Pasal 46 ayat (3) huruf c yang berbunyi “promosi rokok yang memperagakan wujud rokok” UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran).
  2. Pasal 13 huruf c sepanjang frase “peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok” UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers)

terhadap UUD 1945:

  1. Pasal 28A: setiap orang berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya.
  2. Pasal 28B ayat (2): setiap anak berhak atas kelangungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
  3. Pasal 28H
  • ayat (1): Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
  • ayat (3): Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
  • Ayat (1): Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
  • Ayat (4): Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

Ayat (5): untuk menegakkan dan melndungi hak asasi manusia sesuai prinsip Negara hokum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan

Selengkapnya

Perkara Nomor: 78/PUU-XVIII /2020

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XVIII /2020 Permohonan Pengujian Pasal 1 angka 2, Kata “kiriman” dalam Pasal 1 angka 8, Pasal 15 ayat (2) s.d ayat (4). Pasal 15 ayat (5). Frasa “upaya penyehatan” dalam Pasal 51 UU Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos (UU Pos)

Pemohon:

  1. PT. Pos Indonesia (Persero) yang diwakili oleh Direktur Hubungan Strategis dan Kelembagaan, Noer Fajriansyah (Pemohon I).
  2. Harry Setya Putra, Warga Negara Indonesia (Pemohon II).

Pemberi Keterangan:

DPR dan Pemerintah

Obyek Termohon

Pasal 1 angka 2, kata “kiriman” dalam Pasal 1 angka 8, Pasal 15 ayat (2) s.d ayat (5), frasa “upaya penyehatan” dalam Pasal 51 UU Pos namun juga meminta pembatalan seluruh UU Pos.

Selengkapnya

Perkara Nomor: 78/PUU-XVII/2019

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XVII/2019 Permohonan Pengujian Pasal 32 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 19 Tahun 2016 (UU ITE) dan Pasal 25 ayat (2) huruf a UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta)

Pemohon:

PT Nadira Intermedia Nusantara (Ninmedia)

Pemberi Keterangan:

DPR dan Pemerintah

Obyek Termohon

Pasal 32 ayat (1) UU ITE dan Pasal 25 ayat (2) huruf a UU Hak Cipta

Selengkapnya

Detail asep nursobah
Prosedur Berperkara 18 Juli 2021

Hak uji materiil (HUM) adalah hak yang dimiliki oleh Mahkamah Agung untuk menilai materi muatan suatu peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap perhaturan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.[1] Lingkup tugas dan wewenang Mahkamah Agung ini sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

“Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.”

Bersumber dari kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar tersebut maka, dalam hal terdapat muatan suatu peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang diduga bertentangan dengan undang-undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.[2] Kemudian melalui putusan HUM[3], MA menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

Adapun putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan keberatan langsung yang diajukan kepada Mahkamah Agung. Implikasi hukum atas putusan tersebut adalah peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah maka tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.[4]

Prosedur Pengajuan Uji Materiil

Kriteria Pemohon Uji Materiil

  1. Subyek permohonan dapat berupa perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang, atau badan hukum publik atau badan hukum privat;[5]
  2. Pemohon keberatan disyarakatkan harus merupakan pihak yang menganggap haknya dirugikan[6] atas berlakunya peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang hendak diajukan uji materiil;[7]
  3. Adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan obyek permohonan kebaratan;[8]
  4. Apabila permohonan bersangkutan kelak dikabulkan, maka kerugian yang bersangkutan tidak lagi atau tidak akan terjadi dengan dibatalkannya peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang dimaksud.[9]

Termohon

Termohon adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan peraturan perundangan-undangan yang dipersoalkan, seperti Presiden untuk Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah, Kepala Daerah dan DPRD untuk PERDA, dan sebagainya.[10]

Obyek Permohonan Keberatan

Obyek permohonan HUM adalah peraturan perundang-undangan, yakni kaidah hukum tertulis yang mengikat umum di bawah undang-undang.[11] Berkaitan dengan obyek permohonan, dalam hal terjadi kasus bilamana undang-undang yang dijadikan sebagai dasar pengujian sedang diuji di Mahkamah Konstitusi, maka berdasarkan nota kesepakatan MA dan MK yang telah dibuat, setiap pengujian UU terhadap UUD 1945 oleh MK diberitahukan ke MA. Disamping itu bagian pratalak secara berkala memeriksa di situs resmi MK adanya pengujian UU terhadap UUD tersebut.[12]

Dasar Alasan Permohonan Hak Uji Materiil[13]

  • Materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang dimohonkan uji materiil dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan/atau
  • Pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

Tata Cara Mengajukan Permohonan Uji Materiil

  1. Permohonan Hak Uji Materiil diajukan dengan membuat permohonan secara tertulis, dibuat rangkap sesuai keperluan, yang menyebutkan secara jelas dalil-dalil/ alasan keberatan dan wajib ditandangani oleh Pemohon atau kuasanya yang sah;[14]
  2. Pemohon membayar biaya permohonan pada saat mendaftarkan permohonan keberatan;[15]
  3. Permohonan HUM dapat diajukan dengan dua cara, yakni:
  • Diajukan langsung ke Mahkamah Agung (MA)[16]
  • Dalam hal permohonan keberatan diajukan langsung ke MA, didaftarkan di Kepaniteraan MA dan dibukukan dalam buku register tersendiri dengan menggunakan kode: .....P/HUM/Th......;
  • Panitera MA setelah memeriksa kelengkapan berkas, kemudian mengirim salinan permohonan tersebut kepada Termohon (setelah terpenuhi kelengkapan berkasnya);
  • Termohon wajib mengirimkan atau menyerahkan jawabannya kepada Panitera MA dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya salinan permohonan tersebut;
  • Ketua Kamar Bidang Tata Usaha Negara MA atas nama Ketua MA, menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan memeriksa dan memutus permohonan keberatan tersebut;
  • Majelis Hakim Agung yang telah ditetapkan kemudian memeriksa dan memutus permohonan keberatan HUM tersebut dengan menerapkan ketentuan hukum yang berlaku bagi perkara permohonan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya, sesuai dengan asas peradilan yang sederhana, cepat dan berbiaya ringan.
  1. Diajukan melalui Pengadilan Negeri atau PTUN yang membawahi wilayah hukum tempat kedudukan pemohon[17]
  • Dalam hal hal permohonan keberatan diajukan melalui PN/PTUN, didaftarkan pada kepaniteraan PN/PTUN dan dibukukan dalam buku register tersendiri dengan menggunakan kode / nomor:....., P/HUM/Th....../PN atau PTUN......, dengan membayar biaya permohonan dan diberikan tanda terima;
  • Panitera PN/PTUN setelah memeriksa kelengkapan berkas, mengirimkan permohonan keberatan HUM kepada MA pada hari berikutnya setelah pendaftaran (dan proses selanjutnya ditangani oleh MA);
  • Panitera MA menyampaikan kepada Ketua MA untuk menetapkan Majelis Hakim Agung, setelah dinyatakan lengkap berkas-berkas permohonan tersebut.
  1. Putusan HUM
  2. Dalam hal MA berpendapat bahwa permohonan keberatan itu beralasan, yaitu karena peraturan perundang-undangan yang dimohonkan HUM tersebut bertentangan dengan uu atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka permohonan HUM tersebut dapat dikabulkan dengan menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang dimohonkan HUM tersebut tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat untuk umum, serta memerintahkan kepada instansi yang bersangkutan segera mencabutnya;
  3. Dalam hal MA berpendapat bahwa permohonan HUM tidak beralasan, maka permohonan itu ditolak;
  4. Pemberitahuan isi putusan beserta salinan Putusan MA dikirimkan dengan surat tercatat kepada para pihak, atau dalam hal permohonan diajukan melalui PN/PTUN, maka penyerahan/pengiriman salinan putusan melalui PN/PTUN yang bersangkutan;
  5. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah Putusan diucapkan Panitera MA mencantumkan petikan Putusan dalam Berita Negara dan dipublikasikan atas biaya Negara;
  6. Dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah Putusan MA dikirim kepada Badan/Pejabat TUN yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan tersebut ternyata tidak dilaksanakan, maka peraturan perundang-undangan yang bersangkutan demi hukum tidak mempunyai kekuatan hukum lagi;
  7. Terhadap Putusan HUM, tidak dapat diajukan Peninjauan Kembali (PK).

Dasar Hukum:

  • Undang-Undang Dasar 1945
  • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
  • Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
  • Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
  • Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Hak Uji Materiil
  • Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil

[1] Pasal 1 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil (PERMA No. 1 Tahun 2011)

[2] Pasal 9 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU No. 12 Tahun 2011)

[3] Dalam Pasal 31 ayat (5) UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung diatur bahwa putusan tersebut wajib dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan

[4] Ibid. Pasal 31 ayat (4)

[5] Pasal 31A ayat (2) UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung jo. Pasal 1 ayat (4) PERMA No. 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil

[6] Frasa "menganggap haknya dirugikan" dalam rumusan norma Pasal 31 A ayat (2) UU Mahkamah Agung belum diikuti pengaturan secara jelas. Undang-undang Mahkamah Agung maupun Perma 1/2011 tidak menyebutkan secara implisit jenis hak apa yang dilindungi oleh upaya hukum hak uji materil. Bila dibandingkan dengan upaya hukum pengujian konstitusionalitas undang-undang yang dimiliki Mahkamah Konstitusi, secara jelas dinyatakan dalam Pasal 51 UU Mahkamah Konstitusi hak yang dilindungi melalui pengujian konstitusionalitas adalah hak konstitusional, yaitu hak asasi warga negara yang diatur dan dijamin dalam UUD NRI Tahun 1945. Menggunakan perbandingan hukum, dengan jenis hak yang dilindungi oleh kewenangan pengujian konstitusionalitas undang-undang di Mahkamah Konstitusi tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan jenis hak yang dilindungi melalui kewenangan hak uji materil di Mahkamah Agung adalah hak-hak warga negara yang diatur dalam undang-undang

[7] Ibid

[8] Ibid

[9] Ibid

[10] Pasal 1 ayat (5) PERMA No. 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil

[11] Ibid. Pasal 1 ayat (2)

[12] SEMA Nomor 4 Tahun 2014, rumusan kamar Tata Usaha Negara B.3

[13] Pasal 31A ayat (3) UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung

[14] Pasal 2 ayat (3) PERMA No. 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil

[15] Ibid. Pasal 2 ayat (4)

[16] Ibid. Pasal 3

[17] Surat Pengantar PERMA No. 1 Tahun 2004 tanggal 29 Maret 2004 No. MA/KUMDIL/30/III/K/2004

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA