Contoh penggunaan lahan untuk kegiatan ekonomi yaitu untuk membangun

Contoh penggunaan lahan untuk kegiatan ekonomi yaitu untuk membangun
table of content

Perkembangan sebuah kota tidak dapat dihindari, baik itu di bidang ekonomi, sosial & budaya. Perkembangan kota ini dapat ditunjukan oleh pertumbuhan penduduk dan peningkatan aktivitas yang ada di dalamnya (Dwiyanto & Sariffuddin, 2013). Meningkatnya jumlah penduduk serta aktivitasnya berdampak kepada kebutuhan akan lahan yang semakin besar. Keterbatasan luas lahan yang ada di kota akan menyebabkan perkembangan mengarah ke daerah pinggiran kota. Hal ini yang membuat daerah pinggiran kota merupakan daerah yang mengalami dinamika dalam perkembangannya, terutama dinamika dalam penggunaan lahan. Dinamika penggunaan lahan di wilayah kota dikarenakan adanya kebutuhan lahan untuk permukiman serta sarana dan prasarana penunjang aktivitas penduduk. Fenomena yang terjadi di Indonesia menunjukan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, perkembangan sebuah kota memiliki kecenderungan memunculkan kawasan-kawasan perkotaan baru di sekitar wilayah kota tersebut (Firman, 2009).

Kecamatan Mranggen merupakan salah satu wilayah pinggiran Kota Semarang yang memiliki perkembangan paling pesat dibandingkan dengan wilayah-wilayah pinggiran lainnya. Pesatnya perkembangan Kecamatan Mranggen dibandingkan dengan ke-6 wilayah pinggiran Kota Semarang lainnya dapat dilihat dari jumlah penduduknya. Jumlah penduduk Kecamatan Mranggen merupakan yang terbanyak, yaitu 175.604 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk di Kecamatan Sayung sebanyak 102.692 jiwa, Kecamatan Ungaran Timur berjumlah 69.631 jiwa, Kecamatan Ungaran Barat sebanyak 69.631 jiwa, Kecamatan Boja berjumlah 70.792 jiwa, Kecamatan Kaliwungu Selatan sebanyak 45.412 jiwa dan penduduk Kecamatan Kaliwungu berjumlah 58.806 jiwa.

Kecamatan Mranggen sebagai wilayah yang berpatan langsung dengan Kota Semarang merupakan wilayah yang berpotensi mengalami perubahan karakteristik wilayah. Perubahan karakteristik wilayah baik secara spasial maupun sosial ekonomi, dikarenakan wilayah ini berperan sebagai penghubung Kota Besar Semarang dengan wilayah penyangga Kabupaten Grobogan. Perubahan yang terjadi di wilayah pinggiran ini merupakan perubahan karakteristik wilayah pedesaan menjadi wilayah perkotaan. Sedangkan perubahan secara spasial merupakan perubahan penggunaan lahan, dari tahun 1994 lahan pertanian sekitar 83% (5.979ha) dan pada tahun 2015 menjadi 69% (4.995ha). Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan wilayah di Kecamatan Mranggen dipengaruhi oleh kedekatan wilayah dengan Kota Semarang dan akses jalan utama Semarang-Purwodadi, namun juga tidak menutup adanya kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lainnya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1. Penelitian ini berusaha untuk menganalisis pola perkembangan lahan terbangun di Kecamatan Mranggen dan faktor yang mempengaruhinya.

Kecamatan Mranggen merupakan wilayah pinggiran Kota Semarang dengan aktivitas wilayah di sektor perdagangan jasa, industri dan pertanian. Melalui analisis pola perkembangan lahan terbangun maka dapat diketahui kecenderungan perkembangan perkotaan yang terbentuk di Kecamatan Mranggen. Hal ini dapat menjadi pertimbangan dalam pengembangan wilayah Kecamatan Mranggen.

Perkembangan Pola Lahan Terbangun Di Wilayah Kecamatan Mranggen.

Perkembangan Perkotaan. Kawasan perkotaan di Indonesia adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan social dan kegiatan ekonomi (UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Kecenderungan perkembangan kota secara fisik dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan dan melebar (dinamis), sementara batas administrasi kota relatif sama (statis). Perkembangan batas fisik kota yang diperlihatkan oleh perubahan wujud tata ruang kota merupakan akibat dari kebutuhan yang meningkat, baik karena peningkatan jumlah penduduk maupun karena peningkatan kegiatan ekonomi. Batas administrasi kota adalah alat kontrol pemerintah lokal guna memecahkan masalahnya sendiri. Oleh karena batas fisik selalu berubah, maka batas fisik maya dari kota berada jauh diluar batas administrasi kota.

Pesatnya perkembangan pembangunan di kawasan pinggiran terjadi dikarenakan kawasan tersebut telah menjadi pusat pertumbuhan baru dan dapat dilihat dari banyaknya penduduk yang memilih untuk tinggal dikarenakan kenyamanan dan jauh dari kepadatan kota (Nelson & Nelson, 2010). Perkembangan pada wilayah pinggiran akan memunculkan banyak aktivitas komersial yang diiringi dengan peningkatan kualitas sarana dan prasarana (Ehinmowo & Eludoyin, 2010). Perkembangan wilayah pinggiran yang terjadi pada kota-kota besar tidak terlepas dari peran pemenintah atas kebijakan yang telah diambil terkait aturan pemanfaatan tata ruang kota (Deng, Huang, Rozelle, Zhang, & Li, 2015).

Pola Perkembangan Penggunaan Lahan. Penggunaan lahan merupakan salah satu kegiatan campur tangan manusia atas penguasaan terhadap tanah, baik itu dilakukan secara terencana atau tidak terencana. Dalam penggunaan lahan pada suatu wilayah akan membentuk sebuah pola perkembangan sebuah wilayah, baik itu nanti berbentuk teratur atau tidak teratur.

Pola perkembangan lahan terbangun pada kawasan perkotaan dapat dibagi menjadi 3, yaitu : pola linier dengan bentuknya mengikuti jaringan jalan, pola kantong dengan bentuk mengelompok disekitar pusat kota, pola hirarki dengan bentuk yang teratur dan berada disekitar pusat kota (Koestoer, 2001). Perkembangan pemanfaatan lahan di suatu wilayah merupakan artikulasi dari kegiatan manusia yang ada di permukaan bumi. Perkembangan pemanfaatan lahan pada suatu wilayah dapat berupa perubahan bentuk pemanfaatan lahan, perubahan harga lahan dan perubahan lingkungan. Perkembangan pemanfaatan lahan ini dicirikan dari perubahan lahan (Yunus, 2000).

Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pemanfaatan Lahan. Perkembangan yang terjadi di wilayah pinggiran memberikan dampak perubahan pada wilayah tersebut baik itu perubahan yang positif atau perubahan negatif (Freeman, 2005). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian yang terjadi di wilayah pinggiran antaranya yaitu: bertambahnya penduduk di kawasan perkotaan, akan berdampak pada bertambahnya kebutuhan lahan untuk bermukim serta sarana dan prasarana penunjangnya. Kunci pembangunan sebuah kota adalah adanya pembangunan permukiman dengan skala yang besar, dibangunnya infrastruktur yang baik dan masuknya industri-industri baik itu berskala bersar atau berskala kecil (Firman, 2009). Homer Hoyt menyatakan bahwa perkembangan-perkembangan yang terjadi pada sebuah wilayah perkotaan dan wilayah disekitarnya, tidak terlepas dari adanya pengaruh lokasi, harga lahan, transportasi, dan komunikasi (Yunus, 2000). Faktor yang mempengaruhi pandangan masyarakat dalam memilih sebuah hunian dipengaruhi oleh kondisi fisik, sosial, ekonomi (Wang & Li, 2006).

Perkembangan pembangunan kawasan pinggiran adalah dampak dari pembangunan yang ada di pusat kota dan memunculkan pusat pertumbuhan baru. Berkembangnya pusat baru ini tidak terlepas dari faktor lokasi yang dekat dengan pusat kota, harga lahan yang lebih murah dibandingkan dengan pusat kota, lingkungan yang lebih nyama dari pada pusat kota, aksesibilitas yang terhubung dengan baik dengan pusat kota, dan fasilitas lengkap. Faktor-faktor tersebut dianalisis dengan tabulasi silang dan nantinya akan menunjukan faktor mana yang lebih dominan dalam mempengaruhi perkembangan wilayah pinggiran.

Contoh penggunaan lahan untuk kegiatan ekonomi yaitu untuk membangun
table of content

2. METODE PENELITIAN

Penelitian terkait pola dan faktor perkembangan pemanfaatan lahan dalam kurun waktu 20 tahun terakhir di Kecamatan Mranggen ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Analisis yang digunakan adalah analisis pola perkembangan pemanfaatan lahan terbangun dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pola perkembangan lahan terbangun yang terjadi di wilayah pinggiran Kecamatan Mranggen. Analisis ini dilakukan berdasarkan indikasi pada perubahan spasial. Data yang digunakan dalam analisis adalah gambar rupa bumi Kecamatan Mranggen tahun 1994 dan tahun 2015. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah survei primer dan survei sekunder serta metode analisis yang dilakukan antara lain analisis spasial, analisis deskriptif dan analisis komparatif.

Analisis faktor yang mempengaruhi perkembangan pemanfaatan lahan terbangun dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan perkotaan di Kecamatan Mranggen. Data yang dibutuhkan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi perkembangan pemanfaatan lahan terbangun di Kecamatan Mranggen adalah data primer berupa hasil sebaran kuesioner dari lapangan. Analisis data yang digunakan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi perkembangan pemanfaatan lahan terbangun di Kecamatan Mranggen dari hasil sebar kuesioner adalah analisis crosstabs. Analisis crosstabs atau tabulasi silang merupakan salah satu metode yang menggunakan uji statistik untuk mengidentifikasikan dan mengetahui kolerasi antara dua variabel.

Contoh penggunaan lahan untuk kegiatan ekonomi yaitu untuk membangun
table of content

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Pola Lahan Terbangun Di Wilayah Kecamatan Mranggen. Pada tahun 1994, karakteristik lahan terbangun di Kecamatan Mranggen masih didominasi oleh perkampungan penduduk (lihat gambar 1).

Contoh penggunaan lahan untuk kegiatan ekonomi yaitu untuk membangun

Gambar 1. Pola Perkembangan Lahan Terbangun Kecamatan Mranggen

Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2016

Perkampungan penduduk tersebut merupakan permukiman yang memiliki bentuk tidak teratur dan dibangun secara mandiri oleh penduduk. Permukiman pada desa-desa yang berada didalam wilayah Kecamatan Mranggen memiliki kecenderungan sifat yang menyebar. Sifat permukiman yang memancar memiliki karakteristik permukiman yang mengelompok pada titik-titik wilayah dan terpisahkan oleh area persawahan ataupun perkebunan. Pola permukiman penduduk antara desa yang satu dengan desa lainnya terpisahkan oleh lahan persawahan dan perkebunan.

Pada tahun 2015, pola lahan terbangun yang terdapat di Kecamatan Mranggen mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan meningkatnya jumlah populasi penduduk yang tinggal serta luasnya kawasan permukiman yang juga bertambah. Permukiman baru yang muncul sebagian besar berada di wilayah yang dekat dengan Kota Semarang dan wilayah yang berada di lalui Jalan Semarang-Purwodadi. Pola lahan terbangun di Kecamatan Mranggen bersifat menyebar dan akhirnya mengalami penggabungan secara linier akibat munculnya lahan terbangun baru di sepanjang jalan penghubung antara titik permukiman satu dengan pemukiman yang lainnya. Seperti wilayah permukiman Batursari, Mranggen, dan Kembangarum yang saling terhubung dengan adanya Jalan Semarang-Purwodadi.

Selain itu, pada beberapa wilayah di Kecamatan Mranggen juga terbentuk permukiman baru yang mana awalnya hanya berupa permukiman yang tidak teratur dengan sifat perkampungan, berkembang menjadi permukiman yang teratur berupa perumahan baru. Terdapat beberapa wilayah di Kecamatan Mranggen yang memunculkan perumahan-perumahan baru, antara lain di Desa Bandungrejo, Desa Batursari, Desa Kebonbatur dan Desa Mranggen.

Perumahan yang terdapat di Kecamatan Mranggen secara langsung ataupun secara tidak langsung dipengaruhi oleh wilayah yang dekat dengan Kota Semarang dan adanya akses Jalan Semarang-Purwodadi. Perumahan muncul merupakan akibat dari semakin berkembangnya aktivitas masyarakat, dimana untuk menunjang aktivitas tersebut masyarakat membutuhkan tempat untuk beristirahat setelah beraktivitas. Perumahan yang muncul di Kecamatan Mranggen sebagian besar merupakan perumahan yang berskala besar. Tingginya kebutuhan penduduk Kota Semarang akan rumah sudah tidak dapat ditampung lagi oleh Kota Semarang. Akibatnya penduduk Kota Semarang memiliki kecenderungan untuk lebih memilih mencari tempat tinggal di pinggiran Kota Semarang. Melihat hal ini, para developer mengembangkan kawasan perumahan baru dipinggiran Kota Semarang, dikarenakan memiliki harga yang relative lebih terjangkau dan kondisi lingkungan yang lebih nyaman.

Pada awal tahun 1990-an, perumahan yang telah berkembang di Kecamatan Mranggen adalah Perumnas Pucang Gading dan Pondok Majapahit 1. Memasuki tahun 2000-an, perumahan mulai berkembang akibat dari perembetan pembangunan sebelumnya dengan munculnya perumahan baru, yaitu Jasmine Park, Batursari Permai, Kebon Asri, Pondok Majapahit 2, Arion Mas, dan Ivory Park.

Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Lahan Kecamatan Mranggen. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara perkembangan lahan dengan harga, aksesibilitas, lokasi, fasilitas, dan lingkungan dapat dilakukan dengan mentabulasi silang/crosstab antara variabel tersebut. Untuk mengetahui hubungan dapat dilakukan pengujian hipotesis sebagai berikut : H0 : Tidak ada hubungan antara perkembangan lahan Kecamatan Mranggen dengan harga, aksesibilitas, lokasi, fasilitas, dan lingkungan. H1 : Ada hubungan antara perkembangan lahan Kecamatan Mranggen dengan harga, aksesibilitas, lokasi, fasilitas, dan lingkungan.

Dengan ketentuan pengambilan keputusan dapat dilakukan berdasarkan probabilitas :

Jika nilai probabilitas > 0,05, maka H0 diterima.

Jika nilai probabilitas < 0,05, maka H1 ditolak.

A. Tabulasi Silang antara Perkembangan Kecamatan Mranggen dengan Lokasi. Untuk tabulasi silang (lihat tabel 1) antara perkembangan Kecamatan Mranggen dengan lokasi yang ada, dari hasil pengolahan data didapatkan bahwa kolom Asymp Sig. bernilai 0,000. Dimana nilai Asymp Sig. 0,000 memiliki arti < 0,05 yang menunjukan bahwa Ho ditolak. Hal ini berarti ada hubungan antara variabel tingkat perkembangan Kecamatan Mranggen dengan variabel lokasi. Dapat diartikan juga bahwa tingkat perkembangan di Kecamatan Mranggen dipengaruhi oleh jauh/dekatnya lokasi yang ada di wilayah tersebut.

Tabel 1. Chi-square tests Perkembangan dengan Lokasi

Contoh penggunaan lahan untuk kegiatan ekonomi yaitu untuk membangun

B. Tabulasi Silang antara Perkembangan Kecamatan Mranggen dengan Harga. Untuk tabulasi silang antara perkembangan Kecamatan Mranggen dengan harga yang ada (lihat tabel 2), dari hasil pengolahan data didapatkan bahwa kolom Asymp Sig. bernilai 0,000. Dimana nilai Asymp Sig. 0,000 memiliki arti < 0,05 yang menunjukan bahwa Ho ditolak. Hal ini berarti ada hubungan antara variabel tingkat perkembangan Kecamatan Mranggen dengan variabel harga. Dapat diartikan juga bahwa tingkat perkembangan di Kecamatan Mranggen dipengaruhi oleh mahal/murahnya harga yang ada di wilayah tersebut.

C. Tabulasi Silang antara Perkembangan Kecamatan Mranggen dengan Lingkungan. Untuk tabulasi silang antara perkembangan Kecamatan Mranggen dengan lingkungan yang ada (lihat tabel 3), dari hasil pengolahan data didapatkan bahwa kolom Asymp Sig. bernilai 0,000. Dimana nilai Asymp Sig. 0,000 memiliki arti < 0,05 yang menunjukan bahwa Ho ditolak. Hal ini berarti ada hubungan antara variabel tingkat perkembangan Kecamatan Mranggen dengan variabel lingkungan. Dapat diartikan juga bahwa tingkat perkembangan di Kecamatan Mranggen dipengaruhi oleh baik/buruknya lingkungan yang ada di wilayah tersebut, yaitu tinggi/rendahnya polusi udara dan bebas banjir.

Tabel 2. Chi-Square Tests Perkembangan Dengan Harga

Contoh penggunaan lahan untuk kegiatan ekonomi yaitu untuk membangun

Tabel 3. Chi-Square Tests Perkembangan Dengan Lingkungan

Contoh penggunaan lahan untuk kegiatan ekonomi yaitu untuk membangun

D. Tabulasi Silang antara Perkembangan Kecamatan Mranggen dengan Aksesibilitas. Untuk tabulasi silang antara perkembangan Kecamatan Mranggen dengan aksesibilitas yang ada (lihat tabel 4), dari hasil pengolahan data didapatkan bahwa kolom Asymp Sig. bernilai 0,000. Dimana nilai Asymp Sig. 0,000 memiliki arti < 0,05 yang menunjukan bahwa Ho ditolak. Hal ini berarti ada hubungan antara variabel tingkat perkembangan Kecamatan Mranggen dengan variabel aksesibilitas. Dapat diartikan juga bahwa tingkat perkembangan di Kecamatan Mranggen dipengaruhi oleh baik/buruknya kondisi jalan yang ada di wilayah tersebut.

E. Tabulasi silang antara perkembangan Kecamatan Mranggen dengan fasilitas. Untuk tabulasi silang antara perkembangan Kecamatan Mranggen dengan fasilitas yang ada (lihat tabel 5), dari hasil pengolahan data didapatkan bahwa kolom Asymp Sig. bernilai 0,000. Dimana nilai Asymp Sig. 0,000 memiliki arti < 0,05 yang menunjukan bahwa Ho ditolak. Hal ini berarti ada hubungan antara variabel tingkat perkembangan Kecamatan Mranggen dengan variabel fasilitas. Dapat diartikan juga bahwa tingkat perkembangan di Kecamatan Mranggen dipengaruhi oleh kelengkapan fasilitas yang telah tersedia di wilayah tersebut.

Tabel 4. Chi-Square Tests Perkembangan Dengan Aksesibilitas

Contoh penggunaan lahan untuk kegiatan ekonomi yaitu untuk membangun

Tabel 5. Chi-Square Tests Perkembangan Dengan Fasilitas

Contoh penggunaan lahan untuk kegiatan ekonomi yaitu untuk membangun

Dari perhitungan tabulasi silang disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Kecamatan Mranggen adalah lokasi, harga lahan, lingkungan, aksesibitas, dan fasilitas. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan kawasan Mranggen sama dengan yang kemukakan oleh Freeman, Yunus, Wang dan Si-ming, dimana perkembangan sebuah kota dipengaruhi oleh perkembangan sarana, prasarana, fasilitas, lokasi, harga, transportasi dan kondisi fisik. Dari kelima faktor ini terdapat faktor yang memiliki nilai besar terhadap perkembangan Kecamatan Mranggen. Kelengkapan fasilitas menjadi faktor pendorong utama berkembangannya Kecamatan Mranggen, kemudian faktor aksesibilitas, faktor lokasi, faktor harga dan faktor lingkungan.

Kecenderungan Perkembangan Pemanfaatan Lahan Kecamatan Mranggen. Pada tuhun 1994, sebagian besar wilayah Kecamatan Mranggen berkarakteristik pedesaan dengan aktivitas utama berupa pertanian. Secara keseuluruhan wilayah Kecamatan Mranggen tidak semuanya berkarakteristik pedesaan, melainkan terdapat satu (1) desa yang memiliki karakteristik perkotaan, yaitu Desa Mranggen. Karakteristik perkotaan yang dimiliki oleh Desa Mranggen ini ditunjukan oleh perkembangan aktivitas perdagangan dan jasa.

Dilihat dari perubahan spasial yang telah terjadi, terdapat beberapa wilayah yang mengalami perubahan menjadi kota (mengalami perubahan cepat, sedang, dan lambat). Wilayah desa yang berkarakteristik kota atau yang mengalami perubahan secara signifikan hanya ada dua (3) desa, yaitu Desa Mranggen, Desa Kebonbatur dan Desa Batursari. Sedangkan wilayah yang berkarakteristik perkotaan dengan mengalami perubahan cukup sedang mencakup dua (2) desa, yaitu Desa Bandungrejo, Desa Kembangarum (lihat gambar 2).

Contoh penggunaan lahan untuk kegiatan ekonomi yaitu untuk membangun

Gambar 2. Aktivitas Wilayah Perkotaan Kecamatan Mranggen Tahun 2015

Sementara itu, masih terdapat empat belas (14) desa di wilayah Kecamatan Mranggen yang masih berkarakteristik pedesaan atau yang hanya mengalami perubahan perkembangan wilayah yang lambat, yaitu Desa Banyumeneng, Desa Sumberejo, Desa Candisari, Desa Ngemplak, Desa Waru, Desa Jamus, Desa Menur, Desa Tegalarum, Desa Tamansari, Desa Kangkung, Desa Kalitengah, Desa Brumbung, Desa Karangsono, dan Desa Wringinjajar.

Jika dilihat dari wilayah amatan, perubahan karakteristik kawasan perkotaan cepat terdapat di wilayah tengah. Hampir seluruh wilayah tengah adalah wilayah yang mengalami perubahan lahan terbangun cepat. Selain wilayah tengah, perubahan karakteristik cepat juga terjadi di wilayah Selatan. Tidak semua wilayah Selatan yang mengalami perubahan kawasan perkotaan yang cepat, hanya wilayah yang bersebelahan dengan Kota Semarang saja. Sedangkan wilayah Selatan yang berbatasan dengan Kecamatan Karangawen memiliki perkembangan yang lambat dan sedang. Wilayah Utara merupakan wilayah yang paling lambat perkembangan kawasan perkotaannya di Kecamatan Mranggen. Hal ini terlihat dari keseluruhan desa yang ada di wilayah Utara masih bercirikan pedesaan.

Kecenderungan yang terjadi pada wilayah terbangun yang cepat tumbuh dan berkembang di Kecamatan Mranggen yaitu akan lebih berkembang kearah Selatan dengan rupa hunian atau permukiman. Hal ini terlihat dari adanya pembangunan permukiman baru di Desa Kebonbatur, Desa Batursari, dan Desa Kangkung yang semakin meluas kearah Selatan dan Barat. Arah Selatan dan Barat dari Kecamatan Mranggen yaitu mengarah ke Kecamatan Tembalang dan Kecamatan Pedurungan. Kecenderungan ini harus mendapatkan perhatian dari pemerintah kedepannya, jika tidak maka perkembangan permukiman Kecamatan Mranggen akan sampai di Kecamatan Tembalang yang mana wilayahnya masih banyak berupa lahan pertanian. Serta jika perkembangan permukiman Kecamatan Mranggen terus mengarah ke Selatan, maka perkembangan permukiman ini akan sampai hingga ke kawasan Selatan yaitu Wilayah Ungaran.

Contoh penggunaan lahan untuk kegiatan ekonomi yaitu untuk membangun
table of content

4. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian ini terkait dengan perkembangan Kecamatan Mranggen dari tahun 1994 sampai tahun 2015 menunjukan perkembangan kawasan yang beragam. Terdapat wilayah yang memiliki perkembangan yang lambat, sedang hingga perkembangan cepat. Dilihat dari tingkat perkembangan aktivitas perkotaannya, Kecamatan Mranggen yang berada di bagian Utara memiliki perkembangan yang lambat dari pada wilayah yang berada di bagian Selatan. Akan tetapi wilayah yang memiliki perkembangan tercepat di Kecamatan Mranggen adalah wilayah yang berada di bagian Tengan yang dilalui oleh Jalan Semarang-Purwodadi.

Ditinjau dari kecenderungannya, kawasan perkotaan di Kecamatan Mranggen cenderung mengarah ke bagian Barat dan Selatan yang dekat dengan Kota Semarang. Melihat pola perkembangan pemanfaatan lahan terbangun di Kecamatan Mranggen membentuk pola yang menyebar, yaitu pada tahun 1994 masih berupa perkampungan kecil yang menyebar diseluruh wilayah dan dibatasi oleh lahan pertanian. Pada tahun 2015, pola permukiman di Kecamatan Mranggen tetap menyebar tetapi berkembang mengikuti jalan. Perkembangan pemanfaatan lahan terbangun di Kecamatan Mranggen ini tidak terlepas dari adanya faktor kedekatan lokasi dengan Kota Semarang, harga lahan, kondisi lingkungan, aksesibilitas wilayah dan fasilitas yang ada di wilayah tersebut.

Contoh penggunaan lahan untuk kegiatan ekonomi yaitu untuk membangun
table of content

5. DAFTAR PUSTAKA

Deng, X., Huang, J., Rozelle, S., Zhang, J., & Li, Z. (2015). Impact of urbanization on cultivated land changes in China. Land Use Policy, 45, 1-7. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.landusepol.2015.01.007

Dwiyanto, T. A., & Sariffuddin, S. (2013). Karakteristik Belanja Warga Pinggiran Kota (Studi Kasus: Kecamatan Banyumanik Kota Semarang). 2013, 1(2), 118-127. doi: http://dx.doi.org/10.14710/jpk.1.2.118-127

Ehinmowo, A., & Eludoyin, O. (2010). The university as a nucleus for growth pole: Example from Akungba-Akoko, Southwest, Nigeria. International Journal of Sociology and Anthropology, 2(7), 149-154. doi: http://www.academicjournals.org/article/article1379428966_Ehinmowo%20and%20Eludoyin.pdf

Firman, T. (2009). The continuity and change in mega-urbanization in Indonesia: A survey of Jakarta–Bandung Region (JBR) development. Habitat International, 33(4), 327-339. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.habitatint.2008.08.005

Freeman, L. (2005). Displacement or Succession?: Residential Mobility in Gentrifying Neighborhoods. Urban Affairs Review, 40(4), 463-491. doi: http://dx.doi.org/10.1177/1078087404273341

Koestoer, R. H. (2001). Dimensi Keruangan Kota: teori dan kasus. Jakarta: UI Press.

Nelson, L., & Nelson, P. B. (2010). The global rural: Gentrification and linked migration in the rural USA. Progress in Human Geography. doi: http://dx.doi.org/10.1177/0309132510380487

Wang, D., & Li, S.-m. (2006). Socio-economic differentials and stated housing preferences in Guangzhou, China. Habitat International, 30(2), 305-326. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.habitatint.2004.02.009

Yunus, H. S. (2000). Struktur tata ruang kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Page 2

DOI: https://doi.org/10.14710/jpk.4.1

JPK Vol. 4 (1). Online since 12 July 2016

Statistic : 
1) Documents: 10 articles (HTML & PDF)
2) External Author: 40% from Untar, Unibraw, ITB, Tadulako University
3) Internal Author: 60%

Front matter editor jpk

PDF  |   i-iv

Back-matter editor jpk

PDF  |   v-viii

PENINGKATAN KINERJA DAN KESELAMATAN PERSIMPANGAN DI KAWASAN PUSAT KOTA MALANG Imma Widyawati Agustin

DOI: 10.14710/jpk.4.1.1-13

| FULLTEXT  |   1-13

POTENSI PENGEMBANGAN WISATA SEPEDA DI KOTA BANDUNG BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI WISATAWAN Dian Aquarita, Arief Rosyidie, Wiwik Dwi Pratiwi

DOI: 10.14710/jpk.4.1.14-20

| FULLTEXT  |   14-20

PERENCANAAN KONSEP MINAPOLITAN DI KAWASAN TAMBAK LOROK, SEMARANG UTARA Sintia Dewi Wulanningrum, Theresia Budi Jayanti

DOI: 10.14710/jpk.4.1.21-28

| FULLTEXT  |   21-28

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBARANA KECAMATAN POSO PESISIR UTARA KABUPATEN POSO Muh Ryman Napirah, Abd Rahman, Agustina Tony

DOI: 10.14710/jpk.4.1.29-39

| FULLTEXT  |   29-39

IDENTIFIKASI PENCEMAR WADUK MANGGAR KOTA BALIKPAPAN Arya Rezagama, Ahmad Tamlikha

DOI: 10.14710/jpk.4.1.40-48

| FULLTEXT  |   40-48

KAJIAN PEMANFAATAN RUANG KEGIATAN KOMERSIAL KORIDOR JALAN TAMAN SISWA KOTA SEMARANG Indra Wisnu Wardhana, Ragil Haryanto

DOI: 10.14710/jpk.4.1.49-57

| FULLTEXT  |   49-57

EVALUASI PENYEDIAAN SARANA DAN PRASARANA DI PERUMAHAN PURI DINAR MAS SEMARANG Tiasa Adimagistra, Bitta Pigawati

DOI: 10.14710/jpk.4.1.58-66

| FULLTEXT  |   58-66

POLA DAN FAKTOR PERKEMBANGAN PEMANFAATAN LAHAN DI KECAMATAN MRANGGEN, KABUPATEN DEMAK Dewa Raditya Putra, Wisnu Pradoto

DOI: 10.14710/jpk.4.1.67-75

| FULLTEXT  |   67-75

KAPASITAS KELEMBAGAAN DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA (STUDI KASUS: DESA WISATA KETENGER, BANYUMAS) Gita Ratri Prafitri, Maya Damayanti

DOI: 10.14710/jpk.4.1.76-86

| FULLTEXT  |   76-86

TRANSFORMASI PERUMAHAN SOSIAL DAN KEBERLANJUTAN PERUMAHAN DI PERUMNAS SENDANGMULYO Nany Yuliastuti, Annisa Mu’awanah Sukmawati

DOI: 10.14710/jpk.4.1.87-94

| FULLTEXT  |   87-94