Contoh kesederajatan perempuan dan laki-laki pada zaman sekarang ini adalah bahwa perempuan bisa

Kompetensi Dasar

3.3. Memahami kesederajatan sebagai laki-laki atau perempuan

4.3. Mengembangkan kesederajatan sebagai laki-laki atau perempuan dalam hidup sehari-hari

Indikator

Peserta didik mampu

1. Menjelaskan pandangan masyarakat tentang kedudukan perempuan dan laki-laki. 2. Memberikan contoh kasus yang memperlihatkan pandangan keliru tentang

kedudu-kan perempuan dan laki-laki.

3. Menjelaskan makna kesederajatan antara perempuan dan laki-laki berdasarkan kuti-pan Katekismus Gereja Katolik artikel 369, 371, 372; Yoh 8: 2–11 dan Mrk 15: 21-28. 4. Menyebutkan berbagai usaha untuk mengembangkan kesederajatan perempuan

dan laki-laki dalam kehidupan sehari-hari.

Bahan Kajian

1. Pandangan masyarakat tentang kedudukan perempuan dan laki-laki 2. Pandangan keliru tentang kedudukan perempuan dan laki-laki

3. Kesederajatan perempuan dan laki-laki menurut Kitab Suci Kej.1: 26-27; 2: 18 4. Usaha-usaha untuk mengembangkan kesederajatan perempuan dan laki-laki dalam

kehidupan sehari-hari

Sumber Bahan

1. Julius dan Rini Chandra, Melangkah ke Alam Kedewasaan, Cet. ke-9, Kanisius-Yogya-karta: 2001

2. Alex Lanur, OFM., Menemukan Diri, Cet. ke-9, Kanisius - Yogyakarta: 2000

3. Liria Tjahaja, Bertumbuh dan Beriman, Pendidikan Seksualitas untuk Peserta didik SLTP, Jakarta: Komkat & Kom-KK KAJ, 1999

Metode

Kerja Kelompok, Tanya Jawab, Menyanyi

Waktu

3 x 40 menit

Pemikiran Dasar

Dalam kebudayaan tertentu di masyarakat kita masih banyak ditemukan pandangan yang menganggap laki-laki lebih berharga dibandingkan dengan perempuan. Anak laki-laki sering dianggap andalan masa depan karena ia akan menjadi tulang punggung keluarga. Hal itu disebabkan karena laki-laki dianggap pribadi yang kuat dan dapat menguasai banyak hal. Laki-laki adalah kebanggan keluarga. Sebaliknya, anak perempuan dipandang sebagai pribadi yang lemah dan kurang mampu menjadi pemimpin dalam keluarga. Maka sering kita jumpai ada orangtua yang merasa kecewa ketika mengetahui bahwa anak yang lahir ternyata adalah anak perempuan. Dalam banyak hal, anak laki-laki sering lebih banyak mendapat kesempatan untuk mendapat pendidikan yang tinggi, dan perempuan kurang memperoleh kesempatan yang sama. Inilah yang disebut budaya patriarkhi, yakni budaya yang memandang kedudukan kaum laki-laki lebih penting daripada kedudukan kaum perempuan.

Situasi serupa terjadi pula pada zaman Yesus di kalangan bangsa Yahudi, sebagaimana banyak dikisahkan dalam Kitab Suci. Kaum perempuan menjadi kaum nomor dua dalam tatanan masyarakat. Maka tidak mengherankan jika banyak perlakuan tidak adil terhadap kaum perempuan. Perempuan yang tertangkap basah sedang berbuat dosa dihakimi secara sepihak oleh orang banyak tanpa melihat bahwa kaum laki-laki juga berdosa (lih. Yoh. 8: 2-11). Peraturan-peraturan yang diterapkan dalam pertemuan-pertemuan jemaat menunjukkan betapa kaum perempuan terpinggirkan, kurang diberi tempat (lih. 1Kor. 14: 26-40; 1Tim. 2: 11-14). Walaupun demikian, Yesus sangat menghargai dan membela kaum perempuan. Yesua memperlakukan perempuan berzinah secara manusiawi (lih. Yoh. 8: 2-11). Yesus juga memuji seorang perempuan Kanaan yang percaya (lih. Mrk. 15: 21-28) dan menempatkan contoh seorang janda miskin yang memberi sumbangan di bait Allah sebagai teladan dalam kejujuran di hadapan Allah. Yesus selalu berjuang agar tercipta suatu masyarakat ketika laki-laki dan perempuan sederajat/setara.

Sebagai pribadi-pribadi yang lahir dari berbagai budaya, peserta didik juga mungkin pernah mengalami perlakuan tidak adil yang diberikan masyarakat kepada kaum perempuan. Melalui pelajaran ini peserta didik diharapkan dapat memahami kesamaan martabat kaum perempuan dan laki-laki sehingga dapat hidup berdampingan sebagai pribadi-pribadi yang saling menghargai dan saling membantu.

Kegiatan Pembelajaran

Doa

Guru mengajak peserta didik untuk membuka pelajaran dengan doa atau nyanyian yang sesuai.

Allah Bapa Yang Mahabaik,

Engkau menciptakan manusia perempuan dan laki-laki baik adanya.

Sekalipun kami memiliki kekhasan dan perbedaan, namun Engkau tetap mencintai kami dan memanggil kami untuk saling membantu dan memperkembangkan.

Berkatilah kami, ya Tuhan

dan doronglah kami untuk saling menghargai dan meluhurkan satu sama lain sesuai dengan kehendakMu. Amin.

Langkah 1

Menggali Pandangan Masyarakat tentang Kedudukan Perempuan dan Laki-Laki

1. Guru memberi pengantar singkat tentang pokok pelajaran hari ini.

Di beberapa daerah atau suku yang ada dalam masyarakat Indonesia masih terdapat berbagai kebiasaan, sikap dan pandangan yang menempatkan seolah-olah laki-laki itu lebih hebat dari pe rempuan; tetapi juga sebaliknya di beberapa tempat perem-puan dipandang lebih berharga dibandingkan laki-laki.

2. Guru mengajak peserta didik berdiskusi dalam kelompok untuk membahas beberapa hal berikut ini.

a. Menginventarisasi bentuk kebiasaan, sikap dan pandang an yang dianut dalam masyarakat tentang kedudukan perempuan dan laki-laki.

b. Di daerah/suku mana kebiasaan tersebut berlaku?

c. Kedudukan siapa yang lebih ditonjolkan/diunggulkan? Perempuan atau laki-laki?

d. Dampak positif atau negatif dari kebiasaan, sikap dan pandangan yang dianut. 3. Bila selesai, guru meminta tiap kelompok memilih salah satu kebiasaan, sikap dan

pandangan yang sudah kamu temukan yang paling menarik, lalu menguraikan penilian mereka terhadapnya.

4. Guru memberi kesempatan masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskus-inya dalam pleno.

5. Guru mengajak peserta didik mengamati dan memberi pendapat tentang beberapa bentuk kesederajatan yang sudah tampak dalam masyarakat, dengan mengamati foto-foto dalam buku pegangan peserta didik.

Indira Gandhi, Perdana Menteri India

Kesederajatan dalam bidang: ... ... ... ... ... Pendapatku: ... ... ... ... ... Kesederajatan dalam bidang: ... ... ... Pendapatku: ... ... ...

Kesederajatan dalam bidang: ... ... ... ... Pendapatku: ... ... ... ...

6. Guru meminta peserta didik mendiskusikan bidang-bidang kehidupan apa saja yang memungkinkan untuk menjadi sarana pengembangan kesederajatan antara perempuan dan laki-laki, itu sebaik nya dikembangkan pada zaman sekarang, beserta alasannya!

Langkah 2

Mendalami Pandangan Gereja tentang Kesederajatan Perempuan dan Laki-Laki

1. Guru mengajak peserta didik untuk membaca beberapa kutipan dari Katekismus Gereja Katolik yang berkaitan dengan pandangan tentang kesederajatan perempuan dan laki-laki.

Katekismus Gereja Katolik Artikel 369

Pria dan wanita diciptakan, artinya, dikehendaki Allah dalam persamaan yang sempurna di satu pihak sebagai pribadi manusia dan di lain pihak dalam kepriaan dan kewanitaannya. “Kepriaan” dan “kewanitaan” adalah sesuatu yang baik dan dikehendaki Allah: keduanya, pria dan wanita, memiliki martabat yang tidak dapat hilang, yang diberi kepada mereka langsung oleh Allah, Penciptanya. Keduanya, pria dan wanita, bermartabat sama “menurut citra Allah”. Dalam kepriaan dan kewanitaannya mereka mencerminkan kebijaksanaan dan kebaikan Pencipta.

Katekismus Gereja Katolik Artikel 371

Allah menciptakan pria dan wanita secara bersama dan menghendaki yang satu untuk yang lain. Sabda Allah menegaskan itu bagi kita melalui berbagai tempat dalam Kitab Suci: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia” (Kej. 2:18). Dari antara binatang-binatang manusia tidak menemukan satu pun yang sepadan dengan dia (Kej. 2:19-20). Wanita yang Allah “bentuk” dari rusuk pria, dibawa kepada manusia. Lalu berkatalah manusia yang begitu bahagia karena persekutuan dengannya, “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” (Kej. 2:23). Pria menemukan wanita itu sebagai aku yang lain, sebagai sesama manusia.

Katekismus Gereja Katolik Artikel 372

Pria dan wanita diciptakan “satu untuk yang lain”, bukan seakan-akan Allah membuat mereka sebagai manusia setengah-setengah dan tidak lengkap, melainkan Ia menciptakan mereka untuk satu persekutuan pribadi, sehingga kedua orang itu dapat menjadi “penolong” satu untuk yang lain, karena di satu pihak mereka itu sama sebagai pribadi (“tulang dari tulangku”), sedangkan di lain pihak mereka saling melengkapi dalam kepriaan dan kewanitaannya. Dalam perkawinan Allah mempersatukan mereka sedemikian erat, sehingga mereka “menjadi satu daging” (Kej. 2:24) dan dapat meneruskan kehidupan manusia: “Beranak-cuculah dan bertambah banyaklah; penuhilah bumi” (Kej. 1:28). Dengan meneruskan kehidupan kepada anak-anaknya, pria dan wanita sebagai suami isteri dan orang-tua bekerja sama dengan karya Pencipta atas cara yang sangat khusus.

2. Guru meminta masing-masing kelompok merumuskan gagasan pokok, dari tiap artikel!

3. Bila memungkinkan, guru meminta tiap kelompok membaca dan merenungkan Yoh 8: 2-11 dan Mrk 15: 21-28 dan merumuskan pesan yang terdapat di dalamnya berkaitan dengan perjuangan Yesus menegakkan kesederajatan perempuan dan laki-laki.

4. Setelah diplenokan, guru dapat menyampaikan beberapa gagas an berikut ini.  Yesus hidup dalam masyarakat Yahudi tatkala kaum perempuan menjadi warga

masyarakat kelas dua dalam tatanan masyarakat. Pada masa itu, kaum perem-puan Yahudi banyak mendapat perlakuan tidak adil.

 Beberapa kasus dalam Kitab Suci memperlihatkan hal itu. Antara lain: Perempuan yang kedapatan berbuat dosa, dihakimi secara sepihak oleh orang banyak tanpa melihat bahwa kaum laki-laki juga berdosa (lih. Yoh. 8: 2-11). Peraturan-peraturan yang diberlakukan dalam pertemuan-pertemuan jemaat menunjukkan betapa kaum perempuan terpinggirkan, kurang diberi tempat (lih. 1Kor. 14: 26-40; 1Tim. 2:11-14).

 Yesus sangat menghargai dan membela kaum perem puan. Yesus memper-lakukan perempuan berzinah secara manusiawi (lih. Yoh. 8: 2-11). Yesus juga memuji seorang perempuan Kanaan yang percaya (lih. Mrk. 15: 21-28) dan menempatkan contoh seorang janda miskin yang memberi sumbangan di bait Allah sebagai teladan dalam kejujuran di hadapan Allah. Ia selalu berjuang agar tercipta suatu masyarakat di mana laki-laki dan perempuan sederajat/setara.  Sikap dan tindakan Yesus itu tampaknya dilandasi oleh pemahaman-Nya

bahwa baik laki-laki maupun perempuan sama di mata Allah karena Allah sendiri telah menciptakan mereka sebagai citra Allah yang saling membu-tuhkan. Karena saling membutuhkan itulah, maka tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah di antara mereka.

Langkah 3 Refleksi dan Aksi

1. Guru mengajak peserta didik masuk dalam suasana hening untuk berefleksi dan merencanakan aksi nyata yang akan dilakukan.

Anak-anak yang terkasih,

Sebagai penutup pelajaran hari ini, mari kita refleksi sejenak,

Keluhuran martabat manusia bukan ditentukan oleh apakah dia seorang laki-laki atau perempuan. Apakah saya selama ini menghormati teman saya sebagai ciptaan

Menghina manusia citra Allah sama dengan menghina penciptanya. Apakah saya pernah menghina teman saya perempuan atau laki-laki?

Laki-laki dan perempuan itu sederajat. Apakah saya menghiormati siapa saja dan tidak menganggap lawan jenis sebagai saingan?

Sekarang, pikirkan kebiasaan baik apa yang akan dilakukan sebagai wujud penghor-matan terhadap kesederajatan perempuan dan laki-laki, misalnya:

- Mau bergaul dengan siapa saja dengan tetap menjaga kesopanan dan kes-usilaan

- Tidak menghina lawan jenis

Masih dalam suasana hening, buatlah motto yang menggambarkan keyakinanmu bahwa perempuan dan laki-laki itu sederajat. Hiasilah motto itu sebaik mungkin dan kumpulkan

Doa

Guru mengajak peserta didik menutup pelajaran dengan doa.

Penilaian

1. Tes: Lisan/tertulis: PG/Uraian

a. Jelaskan pandangan masyarakat tentang kedudukan perempuan dan laki-laki! b. Berilah contoh kasus yang memperlihatkan pandangan keliru tentang kedudukan

perempuan dan laki-laki!

c. Jelaskan makna kesederajatan antara perempuan dan laki-laki berdasarkan kutipan Kej.1: 26-27; 2:18!

d. Sebutkan berbagai usaha untuk mengembangkan kesederajatan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan sehari-hari!

2. Non Tes: Karya

Membuat motto yang mengungkapkan keyakinan bahwa perempuan dan laki-laki itu sederajat.

C. Mengembangkan Diri sebagai Perempuan

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA