Berikut yang merupakan ciri ciri dari historiografi tradisional kecuali

Sejarah memiliki nilai histori yang tidak ternilai harganya. Sebab, sejarah juga mampu mencatatkan titik perjalanan hingga mencapai di titik saat ini. Namun, tahukah kalian jika para peneliti atau sejarawan pasti akan mencatatkan hasil penelitiannya secara historiografi? Nah, apa sih historiiografi, dan apa pula bedanya dengan historiografi tradisional?

Kata Historiografi sendiri berakar dari bahasa Yunani, “Historia” yang berarti “sejarah” dan “Graphe”, yang berarti “tulisan” atau “naskah”. Dapat diartikan bahwa Historiografi adalah tulisan berupa hasil penelitian sejarah. Salah satu bentuk dari historiografi, utamanya di Indonesia adalah historiografi tradisional.

Historiografi jenis ini, sebagaimana namanya, berasal dari masa tradisional yakni masa kerajaan-kerajaan Hindu-Budha dan Islam. Adapun penulisnya adalah para Brahmana, pujangga, atau dari kalangan sastrawan.

(Baca juga: Pengertian Historiografi dan Jenisnya)

Pada masanya, mereka semua inilah yang menjadi pejabat dalam struktur birokrasi tradisional dengan tanggung jawab menyusun sejarah dalam bentuk prasasti, kitab, babad, dan hikayat. Adapun contoh dari historiografi tradisional antara lain prasasti Canggal, Negarakertagama, Sutasoma, Hikayat Raja-raja Pasai, dan Babad Tanah Jawi.

Ciri-Ciri Historiografi

Ada beberapa ciri dari historiografi tradisional yang membedakan dengan historiografi lainnya, diantaranya:

  • Bersifat Dinastisentris, yaitu berpusat pada raja atau keluarga istana. raja atau penguasa cenderung digambarkan sebagai seorang yang sakti dan memiliki kekuataan supranatural. Itulah sebabnya, historiografi tradisional sering bersifat mistik.
  • Bersifat Feodalistis-Aristokratis, yaitu cenderung membicarakan kehidupan kaum bangsawan dengan segala perkataan dan perilakunya. Historiografi ini tidak memuat riwayat kehidupan rakyat, termasuk aspek sosial, ekonomi dari kehidupan rakyat.
  • Bersifat Religio-magis, yaitu berhubungan dengan kepercayaan dan hal-hal yang mistik.
  • Tidak tampak perbedaan jelas antara imajinasi yang bersifat mitologis dan fakta ataukeadian sebenarnya.
  • Bertujuan Menguatkan Legitimasi Raja, yakni untuk menghormati dan meninggikan kewibawaan raja. Tujuannya agar raja tetap dihormati, dipatuhi, dan dijunjung tinggi. Itulah sebabnya historiografi tradisional memiliki kadar mitos dalam penulisannya.
  • Bersifat Regio-Sentris, yaitu bercorak kedaerahan sehingga banyak dipengaruhi unsur-unsur daerah tertentu terkait tradisi, adat, nilai moral, dan kepercayaan.

Historiografi Tradisional Secara Periodik

Jika melihat secara periodik, maka historiografi tradisional di Indonesia ini terdiri atas dua masa, yaitu masa Hindu-Budha dan masa Islam.

  • Historiografi Masa Hindu-Budha

Pada masa ini, historiografo lebih dominan disajikan dalam bentuk prasasti, baik yang berbahan baku ataupun logam. Namun ada juga yang tertuang dalam bentuk kitab terutama sejak kerajaan Kahuripan atau awal abad 10 masehi.

Awal masa Hindu-Budha mayoritas historiografi menggunakan bahasa sanskerta dan tulisan pallawa. Sedangkan pada masa pertengahan penulisannya beralih menggunakan bahasa Jawa kuno. Sejak tertuang dalam bentuk kitab, historiografi tradisional masa Hindu-Budha mencapai puncak penulisan dengan munculnya para pujangga seperti Mpu Kanwa, Mpu Sedah, Mpu Panuluh, Mpu Sharmaja, Mpu Tantular, dan Mpu Prapanca.

Penulisan historiografi masa Islam memiliki corak tersendiri dalam penulisannya. Raja bukan lagi merupakan orientasi utama tetapi lebih menekankan kepada ajaran Islam, filsafat, dan tasawuf.

Historiografi masa islam muncul sebagai karya sastra dan kebanyakan disajikan dalam bentuk puisi dan prosa. Adapun sejumlah contoh penulisan lainnya antara lain hikayat, babad, syair, suluk, dan kitab.

Berikut ini merupakan ciri-ciri historiografi tradisional, kecuali?

  1. Regio-sentris
  2. Subjektivitas rendah
  3. Istana-sentris
  4. Feodal aristokratis
  5. Semua jawaban benar

Jawaban: B. Subjektivitas rendah

Dilansir dari Encyclopedia Britannica, berikut ini merupakan ciri-ciri historiografi tradisional, kecuali subjektivitas rendah.

Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Berikut ini yang bukan merupakan hasil Perundingan Renville adalah? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap.

tirto.id - Historiografi berasal dari kata history yang berarti sejarah dan grafi yang berarti deskripsi/penulisan jadi historiografi berarti penulisan sejarah.

Menururt Kuntowijoyo dalam buku Modul Pembelajaran SMA Sejarah Kelas X historiografi merupakan tahap menceritakan kembali suatu peristiwa sejarah sebagai sebuah bentuk catatan sejarah.

Soedjatmiko dalam buku Manusia dan Ruang Lingkup Ilmu Sejarah menyatakan bahwa historiografi tradisional Nusantara ditulis dalam bentuk pros maupun puisi (syair), seperti babad, serat, kanda, sajarah, carita, hikayat, sejarah, tutur, salsilah, dan cerita-cerita manurung.

Historiografi di Indonesia terbagi atas tradisional, kolonial, dan modern. Penulisan historiografi di Indonesia sudah dimulai pada zaman kerajaan Hindu-Budha sampai berkembangnya Islam.

Di Indonesia historiografi diawali dari masa aksara atau tulisan dengan karya pertama berupa prasasti oleh Mpu Prapanca yang menulis kitab Negarakertagama.

Pada masa tradisional buku dengan judul Cristische Beschouwing Van Sadjarah Van Banten atau buku tentang sejarah Banten pada 1962 – 1963 dianggap sebagai titik balik berakhirnya historiografi tradisional di Indonesia.

Historiografi Tradisional Masa Hindu-Budha

Pada masa Kerajaan Hindu-Budha, historiografi berkembang pesat yang dibuktikan dengan terciptanya 1.000 buah naskah di seluruh Nusantara dengan beberapa di antaranya berupa penulisan kitab. Contoh karya tulisan pada masa tradisional dari kerajaan Hindu-Budha berupa:

1. Babad Tanah Pasundan

2. Babad Parahiangan

3. Babad Tanah Jawa

4. Pararaton

5. Nagarakertagama

6. Babad Galuh

7. Babad Sriwijaya dll

Historiografi Tradisional Masa Islam

Cerita sejarah yang dibuat sebagian merupakan penyesuaian kebudayaan Islam. Contoh karya yang ditulis oleh pujangga pada saat kerajaan Islam di Nusantara meliputi:

1. Kerajaan Islam Cirebon

2. Babad Banten dari Kerajaan Islam Banten

3. Babad Diponegoro yang menceritakan mengenai kehidupan Pangeran Diponegoro

4. Babad Demak yang mengisahkan tentang Kerajaan Islam Demak

5. Babad Aceh dll

Ciri-ciri Historiografi Tradisional

Menurut Hasnawati dalam buku Modul Pembelajaran SMA Sejarah Kelas X menyatakan bahwa terdapat 6 (enam) ciri-ciri historiografi tradisional, yaitu,

1. Istana sentris, yaitu karya hanya difokuskan pada kehidupan raja atau keluarga istana jadi tidak ada cerita mengenai kehidupan masyarakat umum

2. Religius magis, yaitu sejarah yang berhubungan dengan kepercayaan dan hal-hal gaib. Hal ini bertujuan agar rakyat patuh kepada raja karena seorang raja dianggap sebagai penjelmaan Tuhan atau Dewa.

3. Bersifat feodalistis-aristokratis, yaitu cerita sejarah yang menceritakan tentang bangsawan feodal, sama seperti istana sentris, cerita yang dikisahkan hanya terpusat pada kaum bangsawan dan tidak ada sangkut paut mengenai kehidupan sosial ekonomi masyarakat umum

4. Tidak ada perbedaan peristiwa nyata dan khayal karena semua dianggap sama

5. Bersifat regio-sentris atau enocentrisme (kedaerahan), yaitu cerita sejarah yang menekankan pada budaya dan suku bangsa di kerajaan tersebut

6. Terdapat kesalahan-kesalahan dalam penguraiannya. Cerita yang ditulis tidak seluruhnya berdasarkan fakta yang terjadi, melainkan dalam menulis nama, fakta sejarah, penggunaan kosa kata, dan penulisan waktu pada cerita berbeda.

Baca juga:

  • Pengertian Cara Berpikir Kausalitas dalam Sejarah dan Jenisnya
  • Apa Sejarah, Asas dan Tujuan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)?

Baca juga artikel terkait HISTORIOGRAFI atau tulisan menarik lainnya Wulandari
(tirto.id - wnd/wta)


Penulis: Wulandari
Editor: Nur Hidayah Perwitasari
Kontributor: Wulandari

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA