Berikut perubahan yang terjadi pada masa kolonial negara-negara barat kecuali

Asia tengah ada berapa kawasan​

Cowok bisa pakai high heels cewek. Tebak ukuran berapa Sepatunya?​

Pertanyaan 1. Adalah kesamaan komponen biotik dan komponen abiotik dari kedua ekosistem tersebut? 2. Adakah perbedaan komponen biotik dan komponen abi … otik dari kedua ekosistem tersebut? 3. Bagaimana perilaku sosial masyarakat yang ada disekitar perumahan yang bersih dan kumuh? 4. Buatlah kesimpulan dari kegiatan yang telah ananda lakukan?​

Jenis Komponen Komponen yang diamati Komponen 1. Jenis Biotik Kompnen Abiotik produsen 2. Jenis konsumen 1. Air 2. Kecepatan angin 3. Temperatur 4. ke … asaman Ekosistem Pemukiman kumuh Ekosistem Pemukiman bersih​

Cowok bisa pakai high heels cewek. Tebak ukuran berapa Sepatunya?​

mengapa pedalaman benua lebih kering dari pada pesisir benuabantu jawab dong ​

sebutkan negara-negara yang ad di Asia selatan​

bagaimana poses geografis memengaruhi keragaman alam indonesia​

carilh dan tuliskan isi teks hukum perjanjian yang menyatakan batas hukum politik Indonesia​

Masyarakat Indonesia mengenal varietas unggulan komoditas pertanian dan peternakan dengan label "bangkok". Apa yang dapat Anda simpulkan berdasarkan k … enyataan tersebut? Berikan alasannya!​

Ilustrasi sawah. Perubahan Masyarakat Indonesia pada Masa Kolonial Barat, Simak Penjelasannya.

TRIBUNNEWS.COM - Pada perjalanan sejarah sejak masa kolonialisme VOC, pemerintah Hindia Belanda, pemerintah Inggris, dan pendudukan Jepang, berdampak pada perubahan masyarakat Indonesia.

Dikutip dari Buku SMP/MTS IPS Kelas VIII (2017) oleh Mukminan, terjadinya kolonialisme dan imperialisme di Indonesia menyebabkan berbagai perubahan masyarakat Indonesia dari berbagai aspek;

Yaitu dari segi aspek geografis, ekonomi, budaya, pendidikan, maupun politik.

Lalu, perubahan apa saja yang terjadi pada masyarakat Indonesia pada masa kolonial?

Baca juga: Mengenal Nilai Sosial: Pengertian, Ciri-ciri, Macam, dan Fungsinya

Baca juga: Mengenal Apa Itu Organisasi: Pengertian, Unsur, Ciri-Ciri, Prinsip, dan Manfaatnya

Perbandingan Jumlah Penduduk yang Tinggal di Desa dan di Kota (Buku IPS Kelas IX SMP/MTs)

1. Perluasan Penggunaan Lahan

Perkebunan di Indonesia telah berkembang sebelum masa penjajahan.

Bangsa Indonesia telah memiliki teknologi turun temurun untuk mengembangkan berbagai teknologi pertanian.

Di masa penjajahan, terjadi perubahan besar pada perkebunan di Indonesia.

Penambahan jumlah lahan untuk tanaman ekspor dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia.

Bukan hanya pemerintah kolonial yang mengembangkan lahan perkebunan di Indonesia, tetapi juga perusahaan-perusahaan swasta.

Artikel ini menjelaskan tentang berbagai perubahan masyarakat di Indonesia saat terjadinya penjajahan bangsa kolonial Belanda dan Jepang

--

Banyak yang bilang kalau belajar sejarah itu tidak penting-penting amat. Buat apa kita mempelajari kejadian yang sudah lewat? Kenyataannya, apa yang kamu lakukan sekarang adalah akibat dari kejadian-kejadian di masa lalu. Bukan tidak mungkin jalan yang kamu lewati ke sekolah merupakan hasil dari kesepakatan beberapa pihak di masa lalu.

Di artikel kali ini, kita akan membahas tentang kehidupan masyarakat di masa penjajahan. Baik saat masa penjajahan Kolonial, maupun saat Jepang berada di Indonesia. Kira-kira gimana ya situasinya waktu itu?

Meskipun telah berkembang sebelum penjajahan, perkebunan di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Adanya penambahan jumlah lahan untuk mengembangkan berbagai tanaman ekspor. Pemerintah Kolonial juga melibatkan perusahaan asing untuk berinvestasi di Indonesia. Hutan dibuka untuk pembukaan lahan perkebunan.

Nah, yang namanya pembukaan lahan pasti harus diatur oleh manusia dong. Nggak mungkin hutan ditebas, dijadikan lahan pertanian lalu nggak ada kehidupan di sekitar sana. Gara-gara Kolonial yang berfokus pada hal ini, mau nggak mau, penduduk kita jadi tersebar. Salah satunya, karena adanya perjanjian Politik Etis yang memberikan tiga keuntungan: 1) Irigasi, 2) Transmigrasi, dan 3) Edukasi.

Hutan-hutan di Sumatera Selatan, misalnya. Dibabat dan diubah kegunaannya. Sebagian ada yang menjadi lahan pertanian dan perkebunan. Ada juga yang menjadi lahan irigasi yang digunakan di sepanjang alirannya dimanfaatkan sebagai lumbung padi.

Salah satu bekas peninggalan yang paling nyata adalah saluran air Bendung Komering 10 di Kabupaten OKU Timur. Sampai saat ini, masih dimanfaatkan dengan baik untuk lahan sekitar.

Selain concern terhadap perkebunan yang tinggi, Kolonial juga membangun berbagai infrastruktur seperti jalan raya, rel kereta, dan telepon.

Jalan Raya Pos (Sumber: KOMPAS TV via youtube)

Salah satu yang paling terkenal adalah Jalan Raya Pos.

Herman Willem Daendels adalah sosok di belakangnya.

Dia datang ke Batavia pada 5 Januari 1808. Sebagai Gubernur Jenderal, ia mendapat mandat untuk menjaga Hindia agar tidak jatuh ke tangan Inggris yang saat itu sedang berpusat di India. Demi menjalankan misinya tersebut, ia memutuskan untuk membuka jalan dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Situbondo, Jawa Timur).

Ya, jalan yang panjangnya lebih dari 1.000 km.

Tentu aja, proyek ambisius Daendels ini harus dibayar mahal oleh para pekerja dari kaum pribumi kala itu. Kaum pribumi, dalam artikel Sejarah Jalur Daendels: Semacam Jalan Tol di Era Hindia Belanda dikatakan “dipekerjakan secara paksa tanpa diberi upah.”

Bagi Daendels, jalan ini adalah mahakarya yang ia banggakan.

Saat ini, jalur ini biasa kita sebut dengan Pantura (Pantai Utara). Salah satu jalan sentral yang sering dilewati pemudik ketika lebaran. Walau begitu, dalam Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa (201), Jan Breman mengatakan kalau proyek jalan ini menelan belasan ribu korban jiwa.

Baca juga: Kedatangan NICA di Indonesia

Inilah ironisnya: di satu sisi, Daendels berjasa bagi pembangunan kita. Tapi di sisi lain, ia juga menelan banyak korban. Bayangkan coba kalau hal ini terjadi di masa sekarang? Sebagai sobat rebah, kita pasti ngamuk. Lagi enak-enak tiduran nonton Spongebob, eh disamperin emak. ‘Gali jalan lo sono! Tiduran aje?!’

Masa penjajahan kolonial juga merupakan masa di mana kita pertama kali menggunakan uang sebagai alat pembayaran tenaga kerja. Tapi, ya, dari segi strata sosial, rakyat kita jelas kalah jauh dibanding kaum kolonial yang datang. Pribumi yang sebelumnya birokrat harus tunduk kepada kompeni-kompeni ini. Para raja dan bupati, harus lengser karena sistemnya diubah. Kolonial lebih memilih gubernur jenderal, residen, bupati dalam sistem pemerintahannya. Sisi baiknya, kaum pribumi yang selama ini terkotak-kotak oleh kerajaan, kini mulai bersatu.

Kita, sedikit demi sedikit, disatukan dalam identitas bernama Indonesia.

Meskipun sama-sama datang dengan tujuan menguasai Indonesia, Jepang terkenal "lebih sadis dan brutal" dibandingkan para Koloni. Bayangkan, dari awal kedatangannya, Jepang menggunakan strategi licik: propaganda. Ia berpura-pura menjadi juru selamat bagi negara-negara di Asia. Slogannya adalah 3A: Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Cahaya Asia.

What? Gila nggak tuh?

Propaganda Jepang udah kayak cara kita ngecek duit asli. "Ingat tiga D! Dilihat, diraba, diterawang!" Terbayang masa-masa kelam itu. Ketika kaum pribumi mulai curiga dengan tingkah laku Jepang, mereka tinggal tutup mulut kita. ‘Ssst! Jangan banyak protes! Ingat 3A! Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Cahaya Asia!’

Lalu kita gak jadi protes.

Perbedaan lain antara Kolonial dan Jepang adalah, Jepang sangat bernafsu untuk memasukkan budayanya ke kita. Tahu seikirei? Kebiasaan orang Jepang untuk membungkukkan badan. Rakyat kita dipaksa melakukannya demi menghormati kaisar Jepang (saat itu dijabat oleh Michinomiya Hirohito), yang dianggap keturunan Dewi Matahari. Untuk masalah bungkuk membungkuk ini aja, Jepang ketat banget. Kita diminta melakukan seikirei dengan sepenuh hati. Dalam Memoar Perempuan Revolusioner (2006:47), Fransisca mengatakan bahwa orang yang ketahuan membungkuk kurang dalam, akan ditampar.

Upaya pemasukan budaya Jepang memang sangat kental. Anak-anak sekolah harus menyanyikan Kimigayo, harus menghormati bendera Hinomaru, dan mendengarkan lagu-lagu AKB48. Oke, yang terakhir bercanda.

Jepang juga mengeruk sumber daya alam yang ada. Lahan-lahan perkebunan yang sebelumnya dibuat oleh Belanda, kini diganti menjadi lahan pertanian. Oke, mungkin kamu bertanya ‘Apa bedanya, Kak?’ Bedanya, pada masa Jepang, lahan pertanian dipakai untuk pemenuhan kehidupan sehari-hari aja. Berbeda dengan Belanda yang bisa diekspor sehingga meningkatkan ekonomi masyarakat.

Perintah pembayaran pajak yang tinggi juga diterapkan oleh Jepang. Udah kita dipersulit dapet uang, eh malah “dipalak”. Alhasil, miskin lah kita cuy. Sampai-sampai banyak penduduk yang terpaksa mengenakan baju dari karung goni.

Untungnya, kita berhasil lepas dari cengkeraman Jepang yang terlihat baik di awal. Jadi, pelajarannya adalah, jangan percaya gitu aja sama dia yang keliatan baik di depan. Biasanya sih yang di depan terlalu manis lama-lama berubah dan ngilang gitu aja. Bentar, ini kenapa jadi curhat ya...

Pokoknya, gitu aja ya pembahasan kita kali ini. Semoga kebayang bagaimana situasi kehidupan masyarakat kita di masa penjajahan. Baik Kolonial Belanda maupun Jepang. Kalau kamu ada yang penasaran dan pengin tahu materi ini dalam bentuk video, cobain aja langsung tonton di ruangbelajar!

Referensi:

AM, Sardiman. (2017) Sejarah Indonesia Kelas XI Semester 2. Jakarta: Kemendikbud RI.

N Raditya, Iswara. Sejarah Jalur Daendels: Semacam Jalan Tol di Era Hindia Belanda. 20 Desember 2018. tirto.id [daring]. Tautan: //tirto.id/sejarah-jalur-daendels-semacam-jalan-tol-di-era-hindia-belanda-dcnj (Diakses: 30 Juni 2020)

Artikel terakhir diperbarui pada 13 November 2020.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA