Berikut ini adalah empat (4) hal yang sering dijadikan tameng negara-negara maju

Jakarta (22/) - Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) menjadi kunci untuk membangun kekuatan daya saing agar menghasilkan produk bernilai tambah dan memberikan keunggulan kompetitif. 

Demikian disampaikan Menko PMK, Puan Maharani yang diwakilkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kemenko PMK, Prof. Agus Sartono saat memberikan sambutan dalam LIPI Sarwono Award XVIII dan Sarwono Memorial Lecture XI Tahun 2019 yang diselenggarakan di Auditorium LIPI, Jakarta.

Prof. Agus melanjutkan, kesadaran akan pentingnya iptek telah disampaikan sejak 60 tahun yang lalu, dimana saat itu Presiden Soekarno, Dalam pidatonya pada kongres Ilmu Pengetahuan Indonesia yang pertama di Malang, tahun 1958, menyatakan bahwa “Bangsa ini hanya akan maju dan sejahtera jika pembangunannya dilandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi”. 

Menurut Prof. Agus, Kemajuan suatu bangsa dan negara yang ditopang oleh perekonomiannya, telah bergeser dari menguasai sumber daya alam menjadi penguasaan atas ilmu pngetahuan dan teknologi. "Saat ini Peringkat Daya Saing Indonesia naik 11 poin dari sebelumnya di posisi 43 pada 2018 menjadi 32 pada tahun ini," ujarnya. 

Salah satu pendorong dalam meningkatkan daya saing adalah bagaimana peran inovasi iptek dalam menggerakan efektifitas perekonomian."Apabila Saudara-Saudara terus menghasilkan inovasi, saya yakin peringkat kitaakan naik lebih tinggi lagi," kata Prof. Agus. 

Prof. Agus menyampaikan, kebijakan bidang iptek nasional memasuki era baru dengan ditetapkannya UU Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dengan adanya UU Sinas Iptek ini, diharapkan riset menjadi lebih optimal.

Saat ini, kata Prof. Agus, Pemerintah telah mengalokasikan di dalam RAPBN tahun anggaran 2020 dana abadi penelitian, sebesar Rp 5 Triliun, dan secara bertahap akan terus ditingkatkan.  Pemerintah juga telah mendorong dunia industri untuk memperkuat inovasi berbasis riset nasional, dengan memberikan insentif melalui skema pemotongan pajak (hal ini diatur melalui PP Nomor 45 Tahun 2019 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan).

Prof. Agus menambahkan, bahwa penguatan riset juga akan dilakukan melalui pemanfaatan Dana pengembangan pendidikan nasional yang dikelola oleh LPDP, yang saat ini dana yang dikelola telah mencapai lebih dari Rp 66 Triliun. sehingga ruang untuk pengembangan inovasi dan riset, saat ini sudah lebih baik.

Oleh karena itu, lanjut Prof. Agus, menjadi harapan kita semua agar riset dan inovasi berbasis iptek dapat terus dikembangkan untuk dapat mendukung industri, teknologi tepat guna, dan ekonomi digital.  

"Dalam era kemajuan jaman yang sangat dinamis dan ditentukan oleh penguasaan kemajuan iptek, inovasi, dan kreatibitas. Ilmuwan dan peneliti, menjadi strategis perannya dalam mendorong kemajuan penguasaan iptek di Indonesia," jelas Prof. Agus.

Diakhir sambutannya, Prof. Agus menyampaikan apresiasi kepada LIPI atas terselenggaranya acara. "Teruslah berkarya dan memberi kontribusinyata untuk mempercepat kemajuan bangsa, sehingga kita menjadi negara yangvsejahtera, maju, dan berkebudayaan," pesanya.

Turut hadir dalam acara, Kepala LIPI Dr. Laksana Tri Handoko; Dirjen Risbang Kemenristek Dikti Dr. Dimyati; Prof. Dr. Terry Mart, Ilmuwan Fisika dari UI sebagai penerima Sarwono Award; Prof. Dr. Irwandi Jaswir dari Halal Industry Research Centre Universitas Islam Internasiona Malaysia, dan para peserta dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian.

Pemandangan deretan gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, Jumat (29/9). Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani meyakinkan target pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,4 persen tetap realistis. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai negara yang memiliki kondisi perekonomian salah satu yang paling baik di Asia Tenggara, Indonesia terus dijagokan untuk bisa menjadi negara maju di dunia. Hal ini pun bukan tidak mungkin dan bisa menjadi kenyataan.

Survei terbaru yang dirilis oleh perusahaan konsultan bisnis internasional AT Kearney memperlihatkan faktor-faktor apa saja yang bisa membuat Indonesia menjadi negara maju di dunia.

Dikutip dari keterangan AT Kearny, Selasa (20/3/2018), setidaknya ada empat hal yang bisa menentukan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 15 tahun ke depan:

Apa saja? Berikut ulasannya: 

1. Total Penghasilan Buruh

Selama 15 tahun terakhir, angkatan kerja telah berkembang sekitar 30 juta orang. Meskipun pertumbuhan penduduk telah melambat di tengah program keluarga berencana nasional, pertumbuhannya tetap pada kecepatan yang wajar 1 hingga 2 persen per tahun.

Daerah perkotaan telah tumbuh lebih cepat sekitar 3 persen per tahun sejak tahun 2000, dan upah telah naik dua kali lipat selama dekade terakhir, yang memicu ledakan ekonomi.

Banjir diskon menyambut Lebaran mulai digelar, salah satunya di Pusat Perbelanjaan Pasar Baru, Jakarta, Selasa (21/6). Diskon yang berkisar antara 50-70% ini secara otomatis mampu menarik banyak konsumen. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Berkat penghasilan buruh yang lebih tinggi, ada peningkatan besar dalam pendapatan. Pada tahun 2000, hanya 5 persen dari populasi memiliki pendapatan rumah tangga tahunan lebih dari USD 5.000.

Jumlah itu kini melonjak menjadi lebih dari 70 persen. Akibatnya, total belanja rumah tangga tahunan telah meningkat delapan kali lipat, menyumbang 55 persen dari total ekspansi PDB dari tahun 2000 sampai 2015.

Bagian pintu yang akan disematkan pada mobil.(Herdi/Liputan6.com)

Lonjakan belanja konsumen mempercepat aktivitas korporasi di berbagai sektor mulai dari ritel dan perdagangan hingga manufaktur dan jasa.

Total kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia meningkat 15 kali dalam 15 tahun dan sekarang sekitar USD 500 miliar. Percepatan kegiatan perusahaan ini telah mendorong kenaikan upah.

Aktivitas pengerjaan proyek jalan tol Serpong-Kunciran di Jombang, Tangerang Selatan, Banten, Senin (19/3). Pembangunan proyek Jalan Tol Serpong-Kunciran ditargetkan rampung November 2018. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Uang yang dihasilkan oleh aktivitas perusahaan telah diinvestasikan kembali. Investasi dalam bentuk pembentukan modal bruto, termasuk dari pemerintah, merupakan kontributor terbesar kedua terhadap pertumbuhan PDB, menambahkan 36 persen dari total ekspansi PDB dari tahun 2000 sampai 2015.

Hal ini telah memicu aktivitas perusahaan di berbagai bidang - mulai dari konstruksi dan material ke sektor real estat dan keuangan - dan menaikkan harga real estat di seluruh negara, memberikan keuntungan modal kepada masyarakat kelas atas dan menengah, yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA