Berapakah peningkatan sampah plastik pada masa pandemi menurut infografis

KOMPAS.com - Sejumlah negara mengalami masalah dalam mengolah sampah plastik selama pandemi virus corona. 

Malaysia, Thailand, Filipina, dan Indonesia telah menyaksikan lonjakan sampah plastik karena kesadaran lingkungan menggantikan masalah kesehatan. 

Penyebabnya adalah ketergantungan yang besar pada layanan pengiriman makanan dan belanja online di tengah pandemi, sementara daur ulang telah menurun. 

Seorang konsultan manajemen di Malaysia, Adam Reza menyadari bahwa pandemi corona menyebabkan penggunaan plastik meningkat hingga 80 persen dikarenakan orang-orang melakukan karantina di dalam rumah selama lebih dari 90 hari.

Dilansir dari SCMP, (9/8/2020), penggunaan plastik sekali pakai telah meroket, meningkatkan kekhawatiran tentang daur ulang dan lonjakan polusi.

"Saya sebenarnya bukan orang yang sadar tentang pelestarian alam, namun sebelum karantina, saya melakukan upaya penyadaran untuk berhati-hati," ujar Adam.

Saat ini, ia mengaku tidak terlalu memperdulikannya, lantaran di food court pun ia memilih menggunakan peralatan makan sekali pakai agar tidak terinfeksi virus.

Di Asia Tenggara sendiri, ada lebih dari 50 persen dari delapan juta ton sampah plastik yang berakhir di lautan dunia setiap tahunnya.

Sampah-sampah plastik itu berasal dari Indonesia, Filipina, Vietnam dan Thailand.

Kelompok advokasi lingkungan Ocean Conservacy memperkirakan, sebagian sampah juga bermuasal dari negara-negara kaya, seperti Australia, Kanada, Inggris, dan AS yang mengirimkan limbah secara besar-besaran ke negara-negara ini selama beberapa dekade.

Baca juga: Studi: 710 Juta Ton Sampah Plastik Akan Menumpuk di Bumi pada 2040

Masalah yang lebih besar

Aktivis dan pengawas lingkungan mengatakan, masalah sampah ini dapat menyebabkan masalah yang lebih besar di masa depan.

Divisi teknologi, inovasi, lingkungan, dan keberlanjutan di lembaga pemikir Malaysia, Institute of Strategic and International Studies, Alizan Mahadi menyampaikan, keprihatinan jangka menengah dan jangka panjang terkait sampah plastik harus dipertimbangkan bahkan saat menghadapi pandemi.

“Lonjakan limbah klinis dan kemasan plastik adalah masalah umum di seluruh dunia, begitu pula perlambatan praktik regulasi yang bertujuan untuk mengurangi timbulan limbah," ujar Alizan.

Direktur Pengelolaan Sampah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Novrizal Tahar, mengatakan perlu membangun kesadaran masyarakat untuk memilih dan memilah sampah, tak terkecuali sampah plastik, yang penggunaannya meningkat untuk belanja daring selama pandemi COVID-19.

"Secara nasional, kita mengalami perubahan pola konsumsi, dan sampah plastik Indonesia meningkat. Sejak pandemi, data di Surabaya, komposisi sampah plastik adalah 22 persen dari seluruh sampah. Ini membuat tantangannya semakin besar dan berat terutama di masa pandemi," kata Novrizal melalui diskusi daring, Rabu (30/6).

"Hampir semua aktivitas lewat online menggunakan plastik sekali pakai, dan tidak semua sampah plastik itu juga punya nilai yang baik untuk recycling. Ini menjadi tantangan lain," ujarnya menambahkan.

Sependapat dengan Novrizal, Rektor Kepala Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Emenda Sembiring, mengatakan pandemi yang membatasi interaksi langsung mendorong adanya perubahan pola konsumsi di tengah masyarakat.

"Kita melakukan penelitian di Bandung dengan survei, bahwa ada peningkatan jumlah sampah kemasan sebelum dan saat pandemi. Sebelum pandemi, (jumlah sampah kemasan) mencapai 160 gram per orang per hari. Sementara, saat pandemi adalah sebesar 240 gram per orang per hari. Ada perubahan perilaku bagaimana untuk penuhi kebutuhan sehari-hari," jelas Emenda.

Lebih lanjut, sayangnya peningkatan sampah kemasan ini, menurut Emenda tidak selaras dengan kesadaran masyarakat untuk mengadopsi aktivitas yang lebih pro lingkungan, sesederhana berkendara dengan kendaraan bermotor dengan memilih rute terdekat guna meminimalisir dampak emisi dan hemat bahan bakar.

"Pengetahuan kita setelah pandemi tentang kebiasaan yang pro lingkungan, tidak mempengaruhi pilihan kita. Misalnya kalau kita memilih produk yang dibeli dari wilayah sekitar, maka transport-nya lebih pendek, emisi karbon lebih sedikit. Ternyata, awareness ini tidak menjadi acuan pengambilan keputusan," kata Emenda.

"Perilaku ini tidak mutlak mempengaruhi tindakan seseorang. Ada kalanya ia tahu konsekuensi aktivitasnya, tapi malah dilakukan. Di pandemi ini, pengetahuan itu tidak mempengaruhi pilihan orang yang berhubungan dengan aktivitas pro lingkungan," imbuhnya.

Lebih lanjut, Emenda mengatakan dari Kementerian LHK sudah memiliki peta jalan dan berbagai peraturan lainnya untuk menyediakan base line dan kontribusi baik bagi industri maupun masyarakat untuk mencapai target reduksi sampah.

"Urusan ini bukan cuma kurangi limbah, tapi industri bisa efisien. Seharusnya, ekonomi sirkular ini disandingkan oleh program dari Kemenperin. Industri hijau, mereka punya kemampuan efiisiensi berapa, ini harus terus dilakukan dan terus dibutuhkan di masa mendatang," pungkasnya. (Ant/OL-12)

Jakarta, Humas LIPI. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) merupakan peraturan yang dikeluarkan untuk menekan penyebaran dan penularan pandemi COVID-19. Tidak dapat dipungkiri penerapan PSBB berdampak pada beberapa sektor, terutama ekonomi yang mengalami penurunan. Namun di sisi lain, presentase belanja online dan penggunaan layanan pesan antar (delivery) meningkat saat PSBB. Pusat Penelitian Oseanografi dan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI merilis hasil studi terkait ‘Dampak PSBB dan WFH Terhadap Sampah Plastik di kawasan JABODETABEK’ yang dilakukan melalui survei online pada tanggal 20 April-5 Mei 2020. Hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas warga Jabodetabek melakukan belanja online yang cenderung meningkat. Dari yang sebelumnya hanya 1 hingga 5 kali dalam satu bulan, menjadi 1 hingga 10 kali selama PSBB/WFH.

Begitu pula dengan penggunaan layanan delivery makanan lewat jasa transportasi online. Padahal, 96% paket dibungkus dengan plastik yang tebal dan ditambah dengan bubble wrap. Selotip, bungkus plastik, dan bubble wrap merupakan pembungkus berbahan plastik yang paling sering ditemukan. Bahkan di kawasan Jabodetabek, jumlah sampah plastik dari bungkus paket mengungguli jumlah sampah plastik dari kemasan yang dibeli.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa 60% responden menilai bahwa penggunaan bungkus plastik tidak mengurangi risiko terpapar COVID-19. Hal ini sesuai dengan penelitian bahwa virus COVID-19 dapat bertahan di permukaan plastik selama tiga hari, lebih lama disbanding permukaan lain seperti kardus atau stainless steel. Data survei LIPI juga mengungkap tingkat kesadaran warga yang tinggi terhadap isu sampah plastik.

Namun, kesadaran masyarakat belum dibarengi dengan aksi nyata. “Hanya separuh dari warga yang memilah sampah untuk didaur ulang. Hal ini berpotensi meningkatkan sampah plastik dan menambah beban tempat pembuangan akhir selama PSBB/WFH,” ujar peneliti Pusat Penelitian Oseonografi LIPI, Intan Suci Nurhati. Intan mengajak setiap individu untuk melakukan aksi nyata dalam mengurangi sampah plastik selama PSBB/WFH.

Beberapa cara tersebut antara lain. Mendukung penjual dan produk tanpa pembungkus plastic, meminta penjual untuk mengurangi pembungkus plastik, membeli barang dalam kemasan besar atau satukan bermacam daftar belanjaan dalam satu pembelian, memanfaatkan kembali pembungkus plastik setelah dibersihkan, pilah sampah plastik untuk daur ulang, membeli barang dari lokasi yang lebih dekat dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca. “There is U in SOL-U-TION. Mari kita bersama-sama mengurangi sampah plastik dalam berbelanja online,” imbuh Intan. (sr)

Sivitas Terkait : Intan Suci Nurhati Ph.D.

Oleh Liputan6.com pada 11 Jan 2021, 15:35 WIB

Diperbarui 11 Jan 2021, 15:35 WIB

Perbesar

Pekerja mengumpulkan sampah plastik saat membersihkan pantai Kuta dekat Denpasar di pulau wisata Bali (6/1/2021). Pada 1 Januari 2021, sekira 30 ton sampah diangkut dari kawasan Pantai Kuta dalam kegiatan bersih-bersih pantai. (AFP/Sonny Tumbelaka)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkapkan bahwa sampah plastik bertambah di tengah pembatasan sosial. Alasannya, sebagian besar masyarakat melakukan belanja online yang pengemasannya menggunakan plastik. Hal tersebut terungkap berdasarkan riset LIPI pada medio April-Mei 2020.

"96 persen paket belanja online ini menggunakan sampah plastik," kata Kasubdit Barang dan Kemasan Direktorat Pengelolaan Sampah Ditjen PSLB3 KLHK, Ujang Solihin Sidik, dalam Diskusi Daring Jurnalis: Pandemi Covid-19 dan Ekonomi Sirkular, Jakarta, Senin (11/1/2021).

Hal ini sejalan dengan meningkatnya transaksi belanja online berbentuk paket meningkat 62 persen. Sedangkan belanja online berbentuk layanan antar makanan siap saji naik 47 persen.

Dilihat dari frekuensinya, belanja online selama masa pandemi naik menjadi 1-10 kali dalam sebelum dari sebelumnya hanya 1-5 kali per bulan.

Akibat dari peningkatan bisnis toko online ini berdampak langsung pada peningkatan jumlah sampah palstik di rumah tangga. Sebab adanya penggunaan kemasan, pembungkus, bubble wrap dan kantong plastik saat pengemasan produk yang dibeli.

"Kalau belanja online kan pakai plastik, bubble wrap, belum lagi pakai selotip yang banyak," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Jumlah sampah di TPA area juga mengalami peningkatan. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi TPA Bantargebang yang menurun. Ujang menduga kondisi ini dipicu akibat penurunan aktivitas di Jakarta selama pandemi berlangsung.

"Di TPA Bantargebang menurun, tetpi polanya mirip sampai medis yang meningkat. Diduga ini karena aktivitas bisnis di Jakarta yang juga menurun selama pandemi," kata dia.

Di sisi lain, sampah yang masuk ke teluk Jakarta terpantau mengalami penurunan. Sebaliknya terjadi peningkatan sampah medis berupa masker sekali pakai sampai hazmat suit.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Perbesar

Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat. (Liputan6.com/Triyasni)

Lanjutkan Membaca ↓

  • Liputan6.comAuthor
  • Arthur GideonEditor

TOPIK POPULER

POPULER

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 5
  • 6
  • 7
  • 8
  • 9
  • 10

Berita Terbaru

Berita Terkini Selengkapnya

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA