Istilah "hierarki" berasal dari bahasa Yunani yaitu hierarchy yang berarti "asal usul suci" atau "tata susunan". Bila kita menilik asal usul kata hierarchy, kata ini dibangun oleh dua kata yaitu hieros (jabatan) dan archos (suci).
Jadi, dalam istilah Gereja Katolik, hierarchy juga dikenal sebagai kaum pemimpin suci alias pemimpin umat beriman. Itu berarti bahwa mereka yang masuk dalam hierarki adalah mereka yang mempunyai jabatan karena mendapat penyucian melalui tahbisan. Oleh karena itulah kaum hierarki disebut juga kaum tertahbis.
Tugas utama hierarki adalah sebagai pejabat umat beriman kristiani. Mereka dipanggil untuk menghadirkan Kristus "yang tidak kelihatan" melalui "tubuh-Nya yang kelihatan" yaitu Gereja. Sesuai hukum Gereja Katolik, tingkatan hierarki terdiri atas Uskup, Imam dan Diakon (KHK 330-572).
Namun menurut tata susunan yurisdiksinya, hierarki terdiri atas Paus dan para Uskup yang disebut kolegialitas. Kehasan hierarki ini dapat dilihat dalam hubungan mereka secara khusus dengan Kristus sebagai gembala umat. Maka corak kepemimpinan para hierarki itu didasarkan pada spiritualitas pelayanan Kristus, yakni "melayani bukan dilayani".
Awal perkembangan hierarki sangat berkaitan dengan kehidupa para rasul. Kolegialitas hierarki berasal dari "kelompok dua belas rasul". Kelompok inilah pertama-tama disebut "Rasul". Rasul atau apostolos berarti utusan.
Akan tetapi setelah kebangkitan Kristus, sebutan Rasul tidak lagi hanya ditujukan kepada kedua belas orang itu, melainkan juga utusan-utusan lain. Bahkan semua "utusan jemaat" (2 Kor 8:22) dan semua "utusan Kristus" (2 Kor 5:20) disebut Rasul.
Lama kelamaan, kelompok rasul menjadi luas. Sesuai dengan namanya, Rasul "diutus" untuk mewartakan iman dan memberi kesaksian tentang kebangkitan Kristus.
Setelah kedua belas rasul tidak ada lagi, muncullah berbagai istilah seperti penetua-penetua (Kis 15:2), pengajar (Ef 4:11), Episkopos (KIs 20:28) dan Diakonos (1 Tim 4:14).
Namun dalam perkembangannya ada struktur Gereja yang diperkenalkan oleh St. Ignatius dari Antiokhia yang mengenal sebutan "Penilik" (Episkopos), "Penatua" (Prebyteros) dan "Pelayan" (Diakonos). Struktur inilah yang menjadi struktur hierarki Gereja saat ini yakni uskup, imam dan diakon.
Struktur kepemimpinan (hierarki) dalam Gereja
Lihat Filsafat Selengkapnya
Gereja adalah persekutuan yang semua anggotanya sungguh-sungguh sederajat martabatnya, sederajat pula kegiatan umum dalam me
mbangun Tubuh Kristus (LG 31). Ada fungsi khusus dalam Gereja yang diemban oleh hierarki, ada corak hidup khusus yang dijalani biarawan/wati, ada fungsi dan corak hidup keduniaan yang menjadi medan khas para awam. Tetapi yang pokok adalah iman yang sama akan Allah dalam Kristus oleh Roh Kudus. Yang umum lebih penting daripada yang khusus.
A. Hierarki dalam Gereja Katolik
Kata hirarki
berasal dari bahasa Yunani “hierarchy” yang berarti jabatan (hieros) suci
(archos). Itu berarti bahwa yang termasuk dalam hierarki adalah mereka yang
mempunyai jabatan karena mendapat penyucian melalui tahbisan. Maka mereka serng
disebut sebagai kuasa tahbisan. Dan orang yang termasuk hieraki disebut sebagai
para tertahbis. Namun, pada umumnya hierarki diartikan sebagai tata susunan.
Hieraki sebagai pejabat umat beriman kristiani dipanggil untuk menghadirkan
Kristus yang tidak kelihatan sebagai tubuhnNya, yaitu Gereja. Dalam tingkatan
hieraki tertahbis (hierarchia ordinis), Gereja terdiri dari Uskup, Imam, dan
Diakon (KHK 330-572). Menurut tata susunan yuridiksi (hierarchia
yurisdictionis), yuriksi ada pada Paus dan para Uskup yang disebut
kolegialitas. Kekhasan hierarki terletak pada hubungan khusus mereka dengan
Kristus sebagai gembala umat.
Struktur
hierarki bukanlah suatu yang ditambahkan atau dikembangkan dalam sejarah
Gereja. Menurut ajaran Konsili Vatikan II, struktur itu dikehendaki Tuhan dan
akhirnya berasal dari Kristus sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam sejarah
hierarki di bawah ini:
a. Jaman Para Rasul
Awal perkembangan hirarki adalah kelompok kedua belas
rasul. Kelompok inilah yang
pertama-tama disebut rasul. Rasul atau “apostolos” adalah utusan. Akan tetapi
setelah kebangkitan Kristus, sebutan rasul tidak hanya untuk kelompok kedua
belas, melainkan juga utusan-utusan selain kelompok kedua belas itu. Bahkan akhirnya, semua “utusan jemaat” (2Kor8:22) dan
semua “utusan Kristus” (2Kor 5:20) disebut rasul. Lama kelamaan, kelompok rasul
lebih luas dari pada kelompok kedua belas rasul. Sesuai dengan namanya, rasul
diutus untuk mewartakan iman dan memberi kesaksian tentang kebangkitan Kristus.
b. Jaman sesudah Para Rasul
Setelah kedua belas rasul tidak ada, muncul aneka
sebutan, seperti “penatua-penatua” (Kis 15:2), dan “rasul-rasul”, “nabi-nabi”,
pemberita-pemberita Injil”, gembala-gembala”, “pengajar” (Ef 4:11), “episkopos”
(Kis 20:28), dan “diakonos” (1Tim 4:14). Dari
sebutan itu ada banyak hal yang tidak jelas arti dan maksudnya. Namun pada
akhir perkembangannya, ada struktur dari Gereja St. Ignatius dari Antiokhia
yang mengenal sebutan “penilik” (episkopos), “penatua” (prebyteros), dan
“pelayan” (diakonos). Struktur inilah yang selanjutnya menjadi struktur hirarki
Gereja yang menjadi Uskup, Imam, dan diakon. Di sini yang penting, bukanlah
kepemimpinan Gereja yang terbagi atas aneka fungsi dan peran, melainkan bahwa
tugas pewartaan para rasul lama-kelamaan menjadi tugas kepemimpinan jemaat.
2. Dasar kepemimpinan (hirarki) dalam gereja
Berdasarkan sejarah di atas, maka kepemimpinan dalam
Gereja diserahkan kepada hierarki. Konsili mengajarkan bahwa “atas penetapan
Ilahi, para usukup menggantikan para rasul sebagai penggembala Gereja” (lih LG
20). “ Konsili suci ini mengajarkan dan mengatakan bahwa Yesus Kristus, Gembala
kekal mendirikan Gereja kudus dengan mengutus para rasul seperti Dia diutus
oleh Bapa (lih Yoh 20:21). Para
pengganti mereka, yakni para uskup, dikehendakiNya menjadi gembala dalam
gerejaNya sampai akhir jaman (lih. LG 18). Pernyataan di atas dimaksudkan bahwa
dari hidup dan kegiatan Yesus timbullah kelompok orang yang kemudian berkembang
menjadi Gereja, seperti yang dikenal sekarang. Proses perkembangan pokok itu
terjadi dalam umat perdanan (Gereja Perdana), yakni Gereja yang mengarang Kitab
Suci Perjanjian Baru. Jadi dalam kurun waktu antara kebangkitan Yesus dan awal
abad kedua secara prinsip terbentuklah hierarki gereja yang dikenal sekarang.
Wujud Gereja perdana beserta struktur kepemimpinannya menjadi patokan bagi
perkembangan Gereja selanjutnya.
3. Struktur kepemimpinan (hirarki) dalam Gereja
Secara struktural kepemimpinan dalam Gereja sekarang dapat
diurutkan sebagai berikut:
a. Dewan Para Uskup dengan Paus sebagai Kepalanya
Ketika Kristus mengangkat kedua belas rasul, Ia membentuk
mereka menjadi semacam dewan atau badan tetap. Sebagai ketua dewan, Yesus
mengangkat Petrus yang dipilihNya dari antara para rasul itu. Seperti santo
Petrus dan para rasul lainnya, atas penetapan Kristus merupakan satu dewan para
rasul. Begitu pula Paus (penganti Petrus) bersama uskup (pengganti rasul)
merupakan satu himpunan yang serupa. Pada akhir
masa Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para uskup adalah
pengganti para rasul. Tetapi hal itu bukan berarti bahwa hanya ada dua belas
uskup (karena ada dua belas rasul). Bukan rasul satu persatu diganti orang
lain, tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh para
uskup. Tegasnya Dewan Para Uskup adalah pengganti Para Rasul (LG 20). Yang
menjadi pimpinan Gereja adalah Dewan Para Uskup. Seseorang
menjadi Uskup karena diterima ke dalam dewan ini. “Seseorang menjadi anggota
Dewan Para Uskup dengan menerima tahbisan sacramental dan berdasarkan
persekutuan hirarkis dengan kepala maupun para anggota Dewan” (LG 22). Sebagai
lambang kolegial ini, tahbisan Uskup selalu dilakukan paling sedikit tiga
uskup, sebab tahbisan Uskup berarti bahwa seorang anggota baru diterima ke
dalam dewan Uskup” (LG 11). Uskup itu pertama-tama adalah pemimpin Gereja
setempat. Namun dalam persekutuan Gereja-gereja setempat hiduplah Gereja
universal. Dalam persekutuan dengan uskup-uskup lain itu, para uskup setempat
menjadi pemimpin Gereja Universal. Maka uskup merupakan pemimipin Gereja setempat
sekaligus pemimpin Gereja Universal.
b. Paus
Konsili Vatikan II menegaskan “adapun dewan atau badan
para uskupp hanyalah berwibawa, bila bersatu dengan imam agung di Roma
pengganti Petrus sebagai kepala dan selama kekuasaan primatnya terhadap semua,
baik para gembala maupun kaum beriman, tetap berlaku seutuhnya.” Sebab Imam
Agung di Roma berdasarkan tugasnya, yakni sebagai wakil Kristus dan gembala
Gereja semesta mempunyai kuasa penuh, tertinggi, dan universal terhadap gereja,
dan kuasa itu selalu dapat dijalankan dengan bebas (LG 22).
Penegasan itu didasarkan bahwa Kristus mengangkat Petrus
sebagai ketua para rasul. Yesus mengangkat Santo Petrus menjadi ketua para
rasul lainnya. Dalam diri
Petrus, Yesus menetapkan adanya asas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan
yang tetap dan kelihatan (bdk. LG 18) Petrus diangkat menjadi pemimpin para
rasul. Paus yang adalah pengganti Petrus juga pemimpin para uskup.
Menurut kesaksian tradisi, Petrus adalah uskup Roma yang pertama. Karena itu, Roma dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Menurt keyakinan tradisi, Uskup Roma itu pengganti Petrus, bukan hanya sebagai uskup local melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua Dewan Pimpinan Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai Uskup Roma, ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa seperti Petrus. Tugas dan kuasa Petrus, menurut Perjanjian Baru, begitu istimewa (Mat 16:16-19; Yoh 21:15-19), Ia diakui sebagai pemimpin Gereja. “Para rasul menghimpun Gereja semesta, yang oleh Tuhan didirikan dalam diri mereka dan di atas rasul Petrus, ketua mereka, sedangkan Yesus Kristus sendiri sebagai batu sendinya” (LG 19). Fungsi dan kedudukan Petrus sebagai pemimpin Gereja diakui pula sebagai unsure prinsip hirarki, yang akhirnya berasal dari Kristus sendiri. Itulah tugas dan wewenang Paus, pengganti Petrus.
c. Uskup
Pada dasarnya Paus adalah seorang Uskup. Seorang uskup
selalu berkarya dalam persekutuan dengan para Uskup lain dan mengakui paus
sebagai kepala. Karya seorang uskup adalah “menjadi asas dan dasar kelihatan
bagi kesatuan dalam GerejaNya (LG 23). Tugas pokok uskup di tempatnya sendiri
adalah pemersatu. Tugas hirarki yang pertama dan utama adalah mempersatukan dan
mempertemukan umat. Tugas ini dapat disebut tugas kepemimpinan dan para uskup “dalam
arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing” (LG 27) Tugas pemersatu ini selanjutnya dibagi menjadi tugas khusus
menurut tiga bidang kehidupan gereja, yaitu pewartaan, perayaan, dan pelayanan,
di mana dimungkinkan komunikasi iman dalam Gereja. Dan dalam bidang-bidang
itulah para Uskup dan Paus menjalankan tugas kepemimpinannya. Pewartaan Injil
menjadi tugas terpenting (LG 25). Tugas penting selanjutnya adalah perayaan,
“mempersembahkan ibadat agama Kristen kepada Allah yang Mahaagung dan
mengaturnya menurut perintah Tuhan dan hukum Gereja” (LG 26). Selanjutnya
adalah pelayanan, “membimbing Gereja-gereja yang dipecayakan kepada mereka
sebagai wakil dan utusan Kristus, denan petunjuk-petunjuk, nasihat-nasihat, dan
teladan hidup merka, tetapi juga dengan kewibawaan dan kuasa suci” (LG 27). Dalam ketiga bidang keidupan menggereja, Uskup
bertindak sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam komunikasi iman.
d. Pembantu Uskup: Imam dan Diakon
Dalam mengemban tugas dan fungsinya, para uskup memerlukan
“pembantu” dan rekan “kerja”, mereka adalah:
1) Para Imam:
adalah wakil uskup
Di
setiap jemaat setempat dalam arti tertentu, mereka menghadirkan uskup.
“Para Imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu
arif bagi badan Uskup, sebagai penolong dan organ mereka “(LG 28).
Tugas konkret para imam sama seperti uskup. Mereka
ditahbiskan pertama-tama untuk mewartakan Injil (lih. PO 4) dan menggembalakan
umat (lih. PO )
2) Diakon: pelayan,
hirarki tingkat yang lebih rendah Ditumpangi tangan bukan untuk imamat tetapi untuk pelayanan (LG 29). Mereka ini juga pembantu Uskup, tetapi tidak mewakili. Para diakon adalah pembantu Uskup dengan tugas terbatas. Dengan kata lain diakon adalah pembantu khusus uskup, sedangkan imam adalah pembantu umum Uskup. “Kardinal”, Kardinal bukan jabaran hirarkis dan tidak termasuk struktur hirarkis. Kardinal adalah penasehat Paus dan membantu Paus dalam tugas reksa harian seluruh Gereja. Mereka membentuk suatu dewan Kardinal. Jumlah dewan yang berhak memilih Paus dibatasi 120 orang yang di bawah usia 80 tahun. Seorang Kardinal dipilih oleh Paus secara bebas.
4. Fungsi Khusus Hierarki
Seluruh umat Allah mengambil bagian di dalam tugas Kristus
sebagai nabi (mengajar), imam (menguduskan), dan raja (menggembalakan). Pada
kenyataannya umat tidak seragam, maka Gereja mengenal pembagian tugas tiap
komponen umat (hirarki, biarawan/wati, dan awam). Menjalankan tugas dengan cara
yang berbeda. Berdasarkan keterangan yang telah diungkapkan di atas, fungsi
khusus hirarki adalah:
- Menjalankan tugas gerejani, yakni tugas-tugas yang langsung dan eksplistis menyangkut kehidupan beriman Gereja, seprti: pelayanan sakramen-sakramen, mengajar, dan sebagainya.
- Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hirarki mempersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat, dan teladan.
5. Corak Kepemimpinan dalam Gereja
- Kepemimpinan dalam Gereja merupakan suatu anggilan khusus di mana campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan. Kepemimpinan Gereja tidak diangkat oleh manusia berdasarkan bakat, kecakapan, atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” Kepemimpinan dalam mayarakat dapat diperjuangkan oleh manusia, tetapi kepemimpinan dalam Gereja tidaklah demikian
- Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya, walaupun ia sunggunh mempunyai wewenang yang berasal dari Kristus sendiri. Kepemimpinan gerejani adalah kepemimpinan melayani, bukan untuk dilayani
- Kepemimpinan untuk menjadi yang terakhir, bukan yang pertama. Kepemimpinan untuk mencuci kaki sesame saudara. Ia adalah pelayan. (Paus dikatakan sebagai “Servus Servorum Dei”=hamba dari hamba-hamba Allah). Kepemimpinan dalam masyarakat diangkat untuk memerintah dalam arti sesungguhnya. Ia memiliki kedudukan yang “pertama”. Kepemimpinan dalam masyarakat merupakan suatu “pangkat”, tidaklah demikian dalam Gereja.
- Kepemimpinan hirarki berasal dari Tuhan, maka tidak dapat dihapuskan oleh manusia. Kepemimpinan dalam masyarakat dapat diturunkan oleh manusia, karena ia memang diangkat dan diteguhkan oleh manusia.
B.
Hubungan Awam dan Hirarki sebagai Patner Kerja
Sesuai dengan ajaran Konsili vatikan II, rohaniwan
(hirarki) dan awam memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi. Semua
fungsi sama luhurnya, asal dilaksanakan dengan motivasi yang baik, demi
Kerajaan Allah.
1. Pengertian Awam
Yang dimaksud dengan kaum awam adalah semua orang beriman
Kristiani yang tidak termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status
kebiarawanan yang diakui dalam Gereja (lih. LG 31).
Definisi awam dalam praktek dan dalam dokumen-dokumen
Gereja ternyata mempunyai 2 macam:
- Definisi teologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan. Jadi, awam meliputi biarawan/wati seperti suster dan bruder yang tidak menerima tahbisan suci.
- Definisi tipologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan biarawan/wati. Maka dari itu awam tidak mencakup para suster dan bruder Definisi ini dikutip dari Lumen Gentium yang rupanya menggunakan definisi tipologis. Dan untuk selanjutnya istila “awam” yang digunakan adalah sesuai dengan penegrtian tipologis di atas
2. Peranan Awam
Peranan Awam sering disitilahkan sebagai Kerasulan Awam
yang tugasnya dibedakan sebagai Kerasulan internal dan eksternal.
Kerasulan internal atau kerasulan “di dalam Gereja” adalah
kerasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hirarkis,
walaupun awam dituntut juga untuk mengambil bagian di dalamnya.
Kerasulan eksternal atau kerasulan “dalam tata dunia”
lebih diperani oleh para awam. Namun harus disadari bahwa kerasulan dalam
Gereja bermuara pula ke dunia. Gereja
tidak hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja
hadir untuk membangun Kerajaan Allah di dunia ini
Berikut akan diuraikan peranan awam dalam kerasulan
eksternal dan interna
a. Kerasulan dalam tata Dunia (eksternal)
Berdasarkan panggilan khasnya, awam bertugas mencari
Kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai
dengan kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap
jabatan serta kegiatan dunia. Mereka dipanggil Allah agar sambil menjalankan
tugas khasnya dan dibimbing oleh semangat Injil. Mereka dapat menguduskan dunia
dari dalam laksana ragi (lih. LG 31)
Kaum awam dapat menjalankan kerasulannya dengan kegiatan
penginjilan dan pengudusan manusia serta meresapkan dan memantapkan semangat
Injil ke dalam “tata dunia” sedemikian rupa sehingga kegiatan mereka
sungguh-sungguh memberikan kesaksian tentang karya Kristus dan melayani
keselamatan manusia Dengan kata lain “tata dunia”
adalah medan bakti khas kaum aam. Hidup keluarga dan masyarakat yang bergumul
dalam bidang-bidang ipoleksosbudhamkamnas hendaknya menjadi medan bakti mereka.
Cukup lama, bahkan samapai sekarang ini, masih banyak di
antara kita yang melihat kerasulan dalam tata dunia bukan sebagai kegiatan
kerasulan. Mereka menyangka bahwa kerasulan hanya berurusan dengan hal-hal
rohani yang sacral, kudus, serba keagamaan, dan yang menyangkut
kegiatan-kegiatan dalam lingkup Gereja. Dengan
paham gereja sebagai “Tanda dan Sarana Keselamatan Dunia” yang dimunculkan oleh
gaudium et Spest, di mana otonomi dunia dan sifatnya yang secular diakui, maka
dunia dan lingkungannya mulai diterima sebagai patner dialog dapat saling
memperkaya diri. Orang mulai menyadari bahwa menjalankan tugas-tugas duniawi
tidak hanya berdasrkan alas an kewargaan dalam masyarakat atau Negara saja,
tetapi juga karena dorongan iman dan tugas kerasulan kita, asalkan dengan
motivasi yang baik. Iman tidak hanya menghubungkan kita dengan Tuhan, tetapi
sekaligus juga menghubungkan kita dengan sesame kita di dunia ini
b. Kerasulan dalam Gereja (internal)
Karena Gereja itu Umat Allah, maka Gereja harus
sungguh-sungguh menjadi Umat Allah. Ia hendaknya mengkonsolidasi diri untuk
benar-benar menjadi Umat Allah itu. Ini adalah tugas membangun gereja. Tugas
ini dapat disebut kerasulan internal. Tugas ini pada dasrnya dipercayakan
kepada golongan hirarkis (kerasulan hirarkis), tetapi awam dituntut pula untuk
ambil bagian di dalamnya. Keterlibatan awam dalam
tugas membangun gereja ini bukanlah karena menjadi perpanjangan tangan dari
hirarki atau ditugaskan hirarki, tetapi karena pembabtisan ia mendapat tugas
itu dari Kristus. Awam hendaknya berpartisipasi dalam tri tugas gereja.
1) Dalam tugas
nabiah (pewarta sabda), seorang awam dapat
mengajar agama, sebagai katekis, memimpin kegiatan pendalaman Kitab Suci atau pendalaman iman,
dsb
2) Dalam tugas
imamiah (menguduskan), seorang awam dapat
Memimpin doa dalam pertemuan umat, Memimpin koor atau nyanyian dalam ibadah, Membagi komuni sebagi prodiakon, Menjadi
pelayan putra Altar, dsb
3) Dalam tugas
nabiah (pewarta sabda), seorang awam dapat:
Menjadi angota dewan paroki, Menjadi
ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dsb
c. Hubungan Awam dan Hirarki
Mengenai hubungan antara awam dan hiraki, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1) Gereja sebagai
Umat Allah
Keyakinan bahwa semua anggota warga Gereja memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi dapat menjamin hubungan yang wajar antara semua komponen Gereja. Tidak boleh ada klaim bahwa komponen-komponen tertentu lebih bermartabat dalam Gereja Kristus dan menyepelekan komponen yang lainnya. Keyakinan ini harus diimplementasikan secara konsekuen daam hidup dan karya semua anggota Gereja.
2) Setiap Komponen Gereja memiliki Fungsi yang khas
Setiap komponen Gereja memiliki fungs yang khas. Hirarki yang bertugas memimpin (melayani) dan mempersatuakan Umat Allah. Biarawan/wati dengan kaul-kaulnya mengarahkan Umat Allah pada dunia yang akan dating (eskatologis). Para awam bertugas merasul dalam tata dunia. Mereka menjadi rasul dalam keluarga-keluarga dan dalam masyarakat di bidang ipoleksosobudhamkamnas. Jika setiap komponen gereja menjalankan fungsinya msing-masing dengan baik, maka adanya kerja sama yang baik pasti terjamin.
3) Kerja sama
Walaupun tiap
komponen memiliki funsinya masing-masing, namun untuk bidang-bidang tertentu,
terlebih dalam kerasulan internal yaitu membangun hidup menggereja, masih
dibutuhkan partisipasi dan kerja sama dari semua komponen.Dalam hal ini
hendaknya hirarki tampil sebagai pelayan yang memimpin dan mempersatukan.
Pimpinan tertahbis, yaitu dewan diakon, dewan presbyter, dan dewan uskup tidak
berfungsi untuk mengumpulkan kekuasaan ke dalam tangan mereka, melainkan untuk
menyatukan rupa-rupa tipe, jenis, dan fungsi pelayanan (charisma( yang
ada.Hirarki berperan untuk memelihara keseimbangan dan persaudaraan di antara
sekian banyak tugas pelayanan. Para pemimpin tertahbis memperhatikan serta
memelihara keseluruhan visi, misi, dan reksa pastoral. Karena itu, tidak
mengherankan bahwa di antara mereka termasuk dalam dewan hirarki ini ada yang
bertanggungjawab untuk memelihara ajaran yang benar dan memimpin perayaan
sakramen-sakramen.
Struktur Hierarkis Gereja yang sekarang terdiri dari dewan para Uskup dengan Paus sebagai kepalanya, dan para imam serta diakon sebagai pembantu uskup
1. Para Rasul
Sejarah awal perkembangan Hierarki adalah kelompok keduabelas rasul. Inilah kelompok yang sudah terbentuk waktu Yesus masih hidup. Seperti Paulus juga menyebutnya kelompok itu " mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku" (Gal 1:17). Demikian juga Paulus pun seorang rasul, sebagaimana dalam Kitab Suci (1Kor 9:1, 15:9, dsb) Pada akhir perkembangannya ada struktur dari Gereja St. Ignatius dari Antiokhia, yang mengenal "penilik" (Episkopos), "penatua" (presbyteros), dan "pelayan" (diakonos). Struktur ini kemudian menjadi struktur Hierarkis yang terdiri dari uskup, imam dan diakon.
2. Dewan Para Uskup
Pada akhir zaman Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para uskup adalah pengganti para rasul, seperti juga dinyatakan dalam Konsili Vatikan II (LG 20). Tetapi hal itu tidak berarti bahwa hanya ada dua belas uskup (karena duabelas rasul). Disini dimaksud bukan rasul satu persatu diganti oleh orang lain, tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh kalangan para uskup. hal tersebut juga di pertegas dalam Konsili Vatikan II (LG 20 dan LG 22). Tegasnya, dewan para uskup menggantikan dewan para rasul. Yang menjadi pimpinan Gereja adalah dewan para uskup. Seseorang diterima menjadi uskup karena diterima kedalam dewan itu. itulah Tahbisan uskup, "Seorang menjadi anggota dewan para uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan persekutuan hierarkis dengan kepada maupun para anggota dewan" (LG 22). Sebagai sifat kolegial ini, tahbisan uskup belalu dilakukan oleh paling sedikit tiga uskup, sebab tahbisan uskup berarti bahwa seorang anggota baru diterima kedalam dewan para uskup (LG 21).
3. Paus
Kristus mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan umat-Nya. Paus, pengganti Petrus adalah pemimpin para uskup. Menurut kesaksian tradisi, Petrus adalah uskup Roma pertama. Karena itu Roma selalu dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Maka menurut keyakinan tradisi, uskup roma itu pengganti petrus, bukan hanya sebagai uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai uskup Roma ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa yang serupa dengan Petrus. hal ini dapat kita lihat dalam sabda Yesus sendiri : "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Mat 16:17-19).
4. Uskup
Paus adalah juga seorang uskup. kekhususannya sebagai Paus, bahwa dia ketua dewan para uskup. Tugas pokok uskup ditempatnya sendiri dan Paus bagi seluruh Gereja adalah pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas itu boleh disebut tugas kepemimpinan, dan para uskup "dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing" (LG 27). Tugas pemersatu dibagi menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan Gereja. Komunikasi iman Gereja terjadi dalam pewartaan, perayaan dan pelayanan. Maka dalam tiga bidang itu para uskup, dan Paus untuk seluruh Gereja, menjalankan tugas kepemimpinannya. "Diantara tugas-tugas utama para uskup pewartaan Injilah yang terpenting" (LG 25). Dalam ketiga bidang kehidupan Gereja uskup bertindak sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam komunikasi iman.
5. Imam
Pada zaman dahulu, sebuah keuskupan tidak lebih besar daripada sekarang yang disebut paroki. Seorang uskup dapat disebut "pastor kepala" pada zaman itu. dan imam-imam "pastor pembantu", lama kelamaan pastor pembantu mendapat daerahnya sendiri, khususnya di pedesaan. Makin lama daerah-daerah keuskupan makin besar. Dengan Demikian, para uskup semakin diserap oleh tugas oraganisasi dan administrasi. Tetapi itu sebetulnya tidak menyangkut tugasnya sendiri sebagai uskup, melainkan cara melaksanakannya. sehingga uskup sebagai pemimpin Gereja lokal, jarang kelihatan ditengah-tengah umat. melihat perkembangan demikian, para imam menjadi wakil uskup. "Di masing-masing jemaat setempat dalam arti tertentu mereka menghadirkan uskup. Para imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan para uskup, sebagai penolong dan organ mereka" (LG 28). Tugas konkret mereka sama seperti uskup: "Mereka ditahbiskan untuk mewartakan Injil serta menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi"
6. Diakon
"Pada tingkat hiererki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan 'bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan'" (LG29). Mereka pembantu uskup tetapi tidak mewakilinya. Para uskup mempunyai 2 macam pembantu, yaitu pembantu umum (disebut imam) dan pembantu khusus (disebut diakon).