Bagaimana pendapatmu menjual barang hibah kepada orang lain jelaskan secara hukum Islam

Jakarta -

Hibah adalah pemberian sukarela atau kerap disebut hadiah. Pengertian hibah beda dengan warisan karena diberikan saat pemberi masih hidup, bukan ketika sudah meninggal.

Dikutip dari situs Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyah) UII, hibah berasal dari bahasa Arab الهِبَةُ yang artinya pemberian sukarela pada orang lain. Kata hibah disebutkan dalam Al Quran surat Maryam ayat 5-6,

5. وَإِنِّى خِفْتُ ٱلْمَوَٰلِىَ مِن وَرَآءِى وَكَانَتِ ٱمْرَأَتِى عَاقِرًا فَهَبْ لِى مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا

6. يَرِثُنِى وَيَرِثُ مِنْ ءَالِ يَعْقُوبَ ۖ وَٱجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا

Arab latin:

5. Wa innī khiftul-mawāliya miw warā`ī wa kānatimra`atī 'āqiran fa hab lī mil ladungka waliyyā

6. Yariṡunī wa yariṡu min āli ya'qụba waj'al-hu rabbi raḍiyyā

Artinya:

5. "Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra,

6. Yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai."

Pemberian barang secara sukarela tidak bisa berjalan dengan baik dan sah, jika tidak memenuhi rukun hibah dan syaratnya. Situs menerangkan ada empat rukun hibah yang harus dipenuhi kaum muslim

Berikut rukun hibah:

1. Kehadiran pemberi hibah

2. Kehadiran penerima hibah

3. Barang yang dihibahkan jelas kehalalannya

4. Akad hibah yaitu serah terima barang hibah antara pemberi dan penerima secara nyata dan ikhlas.

Penerima hibah tidak wajib memberi balas jasa atau imbalan apapun atas hadiah yang diterima. Artinya, tidak ada aturan atau ketetapan terkait memberikan balasan setelah menerima hibah.

Barang yang sudah dihibahkan tidak bisa ditarik kembali, sesuai hadits nabi sebagai berikut,

:العائِدُ في هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَعُوْدُ فِي قَيْئِهِ

Artinya: "Orang yang menarik kembali hibahnya seperti anjing yang menjilat kembali muntahnya." (HR Al-Bukhari).

Rasulullah SAW dalam haditsnya mengingatkan kaum muslim jangan segan saling berbagi. Berikut haditsnya:

تَهَادُوْا تَحَابَوْا

Artinya: "Saling memberilah kalian, niscaya kalian saling mencintai." (HR Al-Bukhari).

Pemberian sukarela hanya perlu memenuhi rukun hibah, pemberi tak perlu mengkhawatirkan jenis harta atau lainnya yang akan diberikan. Setiap barang yang bisa dan sah diperjualbelikan bisa dihibahkan.

Setelah mengetahui rukun hibah semoga memotivasi kaum muslim untuk tidak ragu memberikan barang sukarela kepada yang membutuhkan.

(row/nwy)


Page 2

Jakarta -

Hibah adalah pemberian sukarela atau kerap disebut hadiah. Pengertian hibah beda dengan warisan karena diberikan saat pemberi masih hidup, bukan ketika sudah meninggal.

Dikutip dari situs Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyah) UII, hibah berasal dari bahasa Arab الهِبَةُ yang artinya pemberian sukarela pada orang lain. Kata hibah disebutkan dalam Al Quran surat Maryam ayat 5-6,

5. وَإِنِّى خِفْتُ ٱلْمَوَٰلِىَ مِن وَرَآءِى وَكَانَتِ ٱمْرَأَتِى عَاقِرًا فَهَبْ لِى مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

6. يَرِثُنِى وَيَرِثُ مِنْ ءَالِ يَعْقُوبَ ۖ وَٱجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا

Arab latin:

5. Wa innī khiftul-mawāliya miw warā`ī wa kānatimra`atī 'āqiran fa hab lī mil ladungka waliyyā

6. Yariṡunī wa yariṡu min āli ya'qụba waj'al-hu rabbi raḍiyyā

Artinya:

5. "Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra,

6. Yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai."

Pemberian barang secara sukarela tidak bisa berjalan dengan baik dan sah, jika tidak memenuhi rukun hibah dan syaratnya. Situs menerangkan ada empat rukun hibah yang harus dipenuhi kaum muslim

Berikut rukun hibah:

1. Kehadiran pemberi hibah

2. Kehadiran penerima hibah

3. Barang yang dihibahkan jelas kehalalannya

4. Akad hibah yaitu serah terima barang hibah antara pemberi dan penerima secara nyata dan ikhlas.

Penerima hibah tidak wajib memberi balas jasa atau imbalan apapun atas hadiah yang diterima. Artinya, tidak ada aturan atau ketetapan terkait memberikan balasan setelah menerima hibah.

Barang yang sudah dihibahkan tidak bisa ditarik kembali, sesuai hadits nabi sebagai berikut,

:العائِدُ في هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَعُوْدُ فِي قَيْئِهِ

Artinya: "Orang yang menarik kembali hibahnya seperti anjing yang menjilat kembali muntahnya." (HR Al-Bukhari).

Rasulullah SAW dalam haditsnya mengingatkan kaum muslim jangan segan saling berbagi. Berikut haditsnya:

تَهَادُوْا تَحَابَوْا

Artinya: "Saling memberilah kalian, niscaya kalian saling mencintai." (HR Al-Bukhari).

Pemberian sukarela hanya perlu memenuhi rukun hibah, pemberi tak perlu mengkhawatirkan jenis harta atau lainnya yang akan diberikan. Setiap barang yang bisa dan sah diperjualbelikan bisa dihibahkan.

Setelah mengetahui rukun hibah semoga memotivasi kaum muslim untuk tidak ragu memberikan barang sukarela kepada yang membutuhkan.

(row/nwy)

Bagaimana pendapatmu menjual barang hibah kepada orang lain jelaskan secara hukum Islam

Sumber Gambar : merdeka.com

Pada tulisan sebelumnya dibahas mengenai Waris yang dapat diakses melalui website Indonesia Re, lalu apa kaitannya antara Hibah  dan waris?

Hibah dan waris adalah keduanya sama-sama memberikan sesuatu secara sukarela kepada seseorang. Namun perbedaannya adalah hibah dapat dilakukan saat pemberi hibah masih hidup untuk memberikan sesuatu / hartanya kepada penerima hibah sedangkan warisan hanya dilakukan saat pewaris sudah meninggal dunia dan penerima warisnya sertai pembagian warisannya diatur oleh Undang-undang ataupun adat istiadat yang berlaku.

Pengertian hibah menurut Pasal 1666 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Namun Jika pemberian diberikan oleh seseorang setelah ia meninggal dunia, maka ini dinamakan hibah wasiat, yang diatur dalam Pasal 957 KUHPerdata.

Walaupun pengaturan pemberian hibah tidak seketat pemberian warisan, pelaksanaan pemberian hibah harus tetap memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku sehingga pemberian hibah tersebut sah menurut hukum. Beberapa ketentuan yang mengatur mengenai pemberian hibah diantaranya:

  1.  Pemberian hibah harus dilakukan secara otentik dengan Akta Notaris.
    Pasal 1682 KUHPerdata “Tiada suatu penghibahan pun kecuali termaksud dalam Pasal 1687 dapat dilakukan tanpa akta notaris, yang minut (naskah aslinya) harus disimpan pada notaris dan bila tidak dilakukan demikian maka penghibahan itu tidak sah.” Yang termasuk sebagai hal yang dikecualikan dalam Pasal 1687 adalah hibah atas benda-benda bergerak yang berwujud atau surat piutang yang akan dibayar atas tunduk, tidak memerlukan akta notaris dan adalah sah bila pemberian tersebut diserahkan begitu saja kepada penerima hibah
     
  2. Pemberian hibah hanya boleh dilakukan bagi mereka yang sudah dewasa yaitu mencapai umur 21 tahun ataupun belum 21 tahun tetapi sudah pernah menikah (Pasal 1677 KUHPerdata)
     
  3. Pemberian hibah kepada istri dari suami atau sebaliknya hanya diperbolehkan apabila pemberian tersebut berupa hadiah atau pemberian barang bergerak yang berwujud da harganya tidak mahal apabila dibandingkan dengan besarnya kekayaan penghibah. (Pasal 1678 KUHPerdata)
     
  4. Suatu hibah tidak dapat ditarik kembali namun dapat menjadi batal demi hukum dalam hal melanggar satu atau lebih ketentuan KUHPerdata diantaranya sebagai berikut:
    -        Hibah yang mengenai benda-benda yang baru akan ada di kemudian hari (Pasal 1667 KUHPerdata
    -       

    Hibah dengan mana si penghibah memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau       memberikan kepada orang lain suatu benda yang termasuk dalam hibah, dianggap batal.       Yang batal hanya terkait dengan benda tersebut. (Pasal 1668 KUHPerdata)

    -    

    Hibah yang membuat syarat bahwa penerima hibah akan melunasi utang atau beban-beban lain      di samping apa yang dinyatakan dalam akta hibah itu sendiri atau dalam daftar dilampirkan

         (Pasal 1670 KUHPerdata).

***

Bagaimana pendapatmu menjual barang hibah kepada orang lain jelaskan secara hukum Islam
ilustrasi hadiah. jobstreet.co.id

JABAR | 12 Juni 2022 14:15 Reporter : Andre Kurniawan

Merdeka.com - Sebagai seorang muslim, kita diperintahkan untuk saling berbagi. Saling menolong dengan berbagi bukan sekadar sikap baik dalam diri seseorang. Tapi juga bisa menjadi amalan yang berhubungan dengan perintah Allah SWT.

Memberi sesuatu kepada seseorang secara sukarela dan ikhlas juga disebut sebagai hibah. Dengan pemberian berupa hibah, kita dapat membantu dan memberikan kebahagiaan pada orang lain sekaligus untuk mempererat hubungan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

“Salinglah memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari).

Kemudian ada hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Saling bersalamanlah (berjabat tanganlah) kalian, maka akan hilanglah kedengkian (dendam). Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai dan akan hilang kebencian.” (HR. Malik).

Pemberian hibah sangat dianjurkan bagi umat Islam. Namun, dalam hukum Islam juga terdapat syarat yang perlu dipenuhi dalam proses pemberian hibah. Dalam artikel kali ini, kami akan menjelaskan tentang pengertian hibah, hukum, dan syaratnya yang dirangkum dari berbagai sumber.

2 dari 5 halaman

Kita mengenal pengertian hibah secara singkat adalah sebuah hadiah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian hibah adalah pemberian (dengan sukarela) dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain.

Dilansir dari almanhaj.or.id, kata hibah sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu Al Hibattu, yang memiliki arti berarti pemberian yang dilakukan seseorang saat dia masih hidup kepada orang lain tanpa imbalan (pemberian cuma-cuma), baik berupa harta atau bukan harta.

Bagaimana pendapatmu menjual barang hibah kepada orang lain jelaskan secara hukum Islam

©Unsplash/christian-dubovan

Kemudian pengertian hibah menurut para Ulama ahli fikih, disampaikan oleh Syaikh Abdurrahmân as-Sa’di rahimahullah, yang artinya: Pemberian harta cuma-cuma dalam keadaan hidup dan sehat. (Minhâjus Sâlikin).

Dari beberapa pengertian hibah yang disebutkan, pengertian hibah dapat disimpulkan sebagai pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain yang dilakukan saat masih hidup dan dalam keadaan sehat.

3 dari 5 halaman

Dalam hukum Islam, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi dalam proses pemberian hibah. Berikut adalah syarat yang perlu Anda ketahui, dikutip dari hot.liputan6.com.

1. Pemberi hibah. Pemberi hibah adalah seorang ahliyyah yang sempurna akal, baligh dan rusyd. Pemberi hibah juga memiliki harta yang akan dihibahkan dan berkuasa penuh terhadap hartanya.

2. Penerima hibah. Sedangkan ketentuan bagi penerima hibah, jika bukan mukalaf seperti belum akil baligh atau kurang upaya, maka hibah boleh diberikan melalui walinya atau pemegang amanah.

3. Harta yang dihibahkan. Harta yang akan dihibahkan tentu adalah harta yang halal, yang memiliki nilai dari sisi syarak, di bawah pemilikan pemberi hibah, mampu diserahkan kepada penerima hibah dan memiliki wujud ketika hendak dihibahkan.

4. Lafal ijab dan kabul. Lafal ijab dan kabul merupakan lafal atau perbuatan yang membawa makna pemberian dan penerimaan hibah.

4 dari 5 halaman

Jika dilihat dari sudut pandang hukum bernegara, hibah dapat dipermasalahkan ketika wujud pemberiannya merupakan uang dengan jumlah yang banyak atau barang yang sangat bernilai.

Jika pemberian hibah dalam bentuk seperti itu, maka proses pemberiannya perlu disertai dengan bukti-bukti ketetapan hukum resmi secara perdata agar tidak digugat oleh pihak ketiga, termasuk oleh orang-orang yang termasuk ahli waris di kemudian hari.

Kemudian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pasal 1666 dan pasal 1667 dijelaskan bahwa hibah atau pemberian kepada orang lain secara cuma-cuma, tidak dapat ditarik kembali, baik berupa harta bergerak maupun harta tidak bergerak saat pemberi masih hidup.

5 dari 5 halaman

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, syarat hibah meliputi:

Objek hibah

Proses pemberian hibah hanya boleh dilakukan terhadap barang-barang yang sudah ada pada saat pemberian terjadi. Jika hibah itu mencakup barang yang belum ada, maka pemberian hibah dianggap tidak sah atau batal.

Pemberi hibah

  1. Hibah hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang masih hidup.
  2. Pemberi hibah tidak boleh mengakui bahwa ia tetap berkuasa untuk menggunakan hak miliknya atas barang yang dihibahkan.
  3. Anak-anak di bawah umur tidak boleh menghibahkan sesuatu kecuali dalam hal yang ditetapkan pada Bab VII Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
  4. Penghibahan antara suami istri selama perkawinan mereka masih berlangsung, dilarang. Tetapi ketentuan ini tidak berlaku terhadap hadiah atau pemberian berupa barang bergerak yang berwujud, yang harganya tidak mahal kalau dibandingkan dengan besarnya kekayaan penghibah.
  5. Semua orang pada dasarnya boleh memberikan dan menerima hibah kecuali mereka yang oleh undang-undang dinyatakan tidak mampu untuk itu.

Penerima hibah

  1. Orang yang diberi hibah harus ada di dunia atau sudah ada dalam kandungan ibunya pada saat penghibahan dilakukan agar pemberian hibah dapat dikatakan sah.
  2. Hibah yang diberikan pada seorang wanita yang masih bersuami tidak dapat diterima selain menurut ketentuan-ketentuan Bab V Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
  3. Hibah kepada anak-anak di bawah umur yang masih berada di bawah kekuasaan orang tua, harus diterima oleh orang yang menjalankan kekuasaan orangtua itu. Hibah kepada anak-anak di bawah umur yang masih di bawah perwalian atau kepada orang yang ada di bawah pengampuan, harus diterima oleh wali atau pengampunya yang telah diberi kuasa oleh Pengadilan Negeri.

Dilakukan dengan Akta Notaris atau PPAT

Hibah yang sah di mata hukum harus dilakukan dengan pembuatan akta notaris yang naskah aslinya disimpan oleh notaris. Khusus untuk hibah tanah dan bangunan harus dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

(mdk/ank)